25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Halalkah Harta Kita ?

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Q.S. Al Baqarah:168

Harta adalah merupakan rizki (anugerah) Allah, masing-masing dari makhluk Allah telah diberikan jalannya untuk meraih dan menjemput rizki yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT. Apapun bentuk makhluk tersebut, tidak terkecuali binatang melata, semut, ulat, cacing, binatang yang berjalan dengan kaki dua, ayam, bebek dan lain-lainnya, binatang berkaki empat piaraan, sapi, kambing, kerbau dan lain-lainnya, binatang berkaki empat yang liar; macan, kuda, harimau hingga binatang yang berada di udara, burung-burung, apalagi manusia. Semuanya sudah dijamin oleh Allah rizki mereka, dan akan mereka raih dan jemput sesuai dengan cara mereka masing-masing.

Maha suci Allah. Jalinan siklus makanan yang kadang tidak kita sadari keterkaitan dan keterikatannya. Masih banyak contoh kisah lain, lebih rumit, lebih panjang dan yang lebih memiliki keterikatan dan keterkaitan, yang dapat kita temukan. Selain itu, melalui hubungan dan jalinan siklus makanan itulah, keseimbangan alam dapat terwujud. Allah-lah dzat sebaik-baik pemberi rizki. Itulah siklus pembagian rizki halal atas kehendak Allah swt, sehingga dapat terlintas dipikiran kita bahwa 4 hal :

1. Allah menjamin pembagian rizki setiap hamba-Nya.

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi ini melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu, dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauh Mahfudz”)(QS.Hud: 6)

Keyakinan akan jaminan tersebut bukan dijadikan sebagai dasar untuk hanya berdiam diri menanti harta datang dengan sendirinya. Menjadi makhluk yang bernyawa, makhluk yang dapat bergerak karena nyawa itu, berarti memiliki berbagai aktivitas hidup, yang aktivitas tersebut mendukung makhluk itu dalam mempertahankan keberadaan nyawanya. Semua hewan akan segera mencari tempat berlindung, ketika ia ingin beristirahat. Tumbuh-tumbuhan akan mengering di musim kemarau untuk mengurangi penguapan. Sedangkan manusia memiliki akal untuk melakukan kreativitas kegiatan hidupnya. Selain dengan akal, Islam juga memberikan tuntunan bagaimana seseorang memperoleh karunia Allah
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al Jumu’ah:10).

2. Rizki yang ada, menuntut kita untuk saling berbagi dan lebih peduli, untuk kemudian dimanifestasikan dalam bentuk nyata sesuai dengan tuntunan.
Dalam mencari rizki-Nya, setiap makhluk harus menyadari akan kebutuhannya, bukan keinginan proporsional, sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak serakah yang akhirnya mengakibatkan keinginan untuk menimbun, menguasai seluruh makanan, harta dan materi yang ditemuinya. Bukankah burung-burung kecil itu tidak mematuk lidah, gusi atau bagian lain dari mulut sang buaya ? Bukankah semut-semut itu tidak memaksakan diri untuk mengangkut seluruh sisa daging yang ditemuinya ? Dan seharusnya manusia lebih dapat menahan keinginannya untuk berbagi dengan kepentingan orang lain.

3. Berpikir akan siklus hidup tidak saja merupakan kewajiban dan kerja akal semata.

Namun dengan keterlibatan dan kehadiran hati, akan didapatinya bahwa Allah-lah, Sang kreator, Maha pemberi rizki, dan juga Maha ‘merekayasa’ pemberian semua nikmat yang tidak kita duga-duga.

“Atau siapakah Dia yang memberi kamu rizki jika Allah menahan rizki-Nya? Sebenarnya mereka terus -menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri?”(QS. Al Mulk: 2)

4. Meyakini bahwa Allah adalah dzat dan penyebab segala sumber ni’mat rizki yang diperoleh (diterima).

Sehingga mampu menyadarkan kita untuk selalu bersyukur.

”Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”( Q.S. Al Baqarah: 172)
Tujuan mencari harta :

1. Harta yang kita cari adalah untuk memenuhi nafkah keluarga.
Rasulullah saw bersabda :
“Dari Anas ra, dari Nabi saw bersabda : “Makhluk adalah keluarga Allah, sebaik-baik makhluk adalah yang paling bermanfaat untuk keluarganya”. (Sanadnya dlaif, HR. Thabrani dan Ibnu Marduweh dan yang lainnya).

2. Harta yang kita peroleh bukan untuk saling bermegah-megahan, Rasulullah saw bersabda :
Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda : “… dan barang siapa mencari dunia dengan cara halal untuk bermegah-megahan maka akan bertemu Allah dengan wajah yang marah”. (Hadits hasan, dan Makhul -perawi hadits- tidak pernah mendengar dari Abu Hurairah).

3. Harta tersebut dijadikan  untuk mendekatkan diri kepada Allah dan taat kepada-Nya.

4. Harta yang kita cari itu untuk menjalin tali silaturrahim. Rasulullah Saw bersabda:

“Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang mencari kehidupan dunia dengan cara halal agar dapat memenuhi masalah keluarga, memenuhi kebutuhan keluarganya, berbuat baik kepada tetangganya maka akan datang pada hari kiamat wajahnya seperti bulan purnama di malam hari ….”. (Hadits hasan, dan Makhul –perawi hadits- tidak pernah mendengar dari Abu Hurairah).
Menjaga agar harta tetap halal.

Allah SWT telah memerintahkan kepada kita untuk selalu mencari harta halal, sebagaimana juga diperintahkan untuk senantiasa menjaga kehalalan harta, agar selalu berada pada koridor syariat Allah. Karena dalam hadits Rasulullah Saw ditegaskan bahwa nanti pada hari kiamat Allah akan menanyakan kepada manusia terhadap hartanya dua hal yaitu dari mana didapat harta yang dimiliki dan ke mana diinfakkan (digunakan) harta tersebut. Rasulullah Saw bersabda :

“Tidak akan tegak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga akan ditanya kepadanya 4 perkara : tentang umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya bagaimana dilakukan, tentang ilmunya untuk apa dilakukan, tentang hartanya dari mana didapat dan ke mana diinfakkan.” (H.R. Muslim)
Dalam hadits di atas ditegaskan 4 hal yang akan ditanyakan Allah kepada manusia pada hari kiamat nanti, yaitu: tentang umur, masa muda, ilmu dan harta. Untuk kategori harta, Allah Swt nanti akan menanyakan dua hal pada harta yaitu; ”Hartamu kamu peroleh dari mana dan ” Hartamu kamu pergunakan untuk apa? Dalam usaha mencari nafkah, Allah menegaskan kriteria yang jelas dan gamblang yang tidak boleh dilanggar, terutama umat Islam. Adapun kriteria tersebut adalah :

a. Halal dan baik.  Allah swt berfirman :

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah: 168)

b. Dilakukan dengan cara yang sah dan saling ridha. Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling makan harta kamu dengan tidak sah, kecuali dengan cara perdagangan atas dasar suka sama suka. janganlah kamu membunuh (menghancurkan) diri sendiri, Allah sungguh Maha Pengasih kepada kamu. Dan barang siapa melakukannya dengan melanggar hukum dan tidak adil, akan Kami lemparkan ke dalam api neraka. Dan yang demikian bagi Allah mudah sekali” (QS. An Nisa : 29-30)
Ayat di atas hanya mengimbau orang-orang yang beriman. Mengapa tidak kepada semua orang? Karena Allah Maha Tahu, yang akan percaya merenungkan dan mengamalkan Al Qur’an hanya orang yang beriman. Maka hanya sekali-sekali saja Al Qur’an menghimbau seluruh manusia. “Janganlah kamu saling makan harta kamu dengan tidak sah”.

c.Tidak dengan cara curang. Allah berfirman : 

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al Baqarah:188)

d. Asas Manfaat.

Dalam usaha mencari rizki juga harus diperhatikan asas manfaat bagi kehidupan manusia. Maka barang-barang yang membawa madharat dan dampak negatif bagi kehidupan manusia dilarang diperjualbelikan sehingga mendapatkan keuntungan dan rizki darinya, seperti: minuman keras, obat-obatan terlarang dan sebagainya, karena tidak mempunyai nilai guna. Dalam kehidupan, Rasulullah mengatakan bahwa makanan dan minuman yang masuk ke dalam perut atau yang kita konsumsi akan berpengaruh pada baik tidaknya perkembangan fisik maupun jiwa orang yang memakan harta itu. Allah swt berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”(QS. Al Maidah: 90-91)

1.Menginfakkan harta

Jika manusia telah meraih harta dengan cara yang baik dan halal sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan maka kewajiban kedua adalah harus memperhatikan bagaimana membelanjakan, menggunakan dan menginfakkan harta tersebut.

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta… (QS.Al-Baqoroh : 177)

Wallahu A’lam Bishowab.

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Q.S. Al Baqarah:168

Harta adalah merupakan rizki (anugerah) Allah, masing-masing dari makhluk Allah telah diberikan jalannya untuk meraih dan menjemput rizki yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT. Apapun bentuk makhluk tersebut, tidak terkecuali binatang melata, semut, ulat, cacing, binatang yang berjalan dengan kaki dua, ayam, bebek dan lain-lainnya, binatang berkaki empat piaraan, sapi, kambing, kerbau dan lain-lainnya, binatang berkaki empat yang liar; macan, kuda, harimau hingga binatang yang berada di udara, burung-burung, apalagi manusia. Semuanya sudah dijamin oleh Allah rizki mereka, dan akan mereka raih dan jemput sesuai dengan cara mereka masing-masing.

Maha suci Allah. Jalinan siklus makanan yang kadang tidak kita sadari keterkaitan dan keterikatannya. Masih banyak contoh kisah lain, lebih rumit, lebih panjang dan yang lebih memiliki keterikatan dan keterkaitan, yang dapat kita temukan. Selain itu, melalui hubungan dan jalinan siklus makanan itulah, keseimbangan alam dapat terwujud. Allah-lah dzat sebaik-baik pemberi rizki. Itulah siklus pembagian rizki halal atas kehendak Allah swt, sehingga dapat terlintas dipikiran kita bahwa 4 hal :

1. Allah menjamin pembagian rizki setiap hamba-Nya.

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi ini melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu, dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauh Mahfudz”)(QS.Hud: 6)

Keyakinan akan jaminan tersebut bukan dijadikan sebagai dasar untuk hanya berdiam diri menanti harta datang dengan sendirinya. Menjadi makhluk yang bernyawa, makhluk yang dapat bergerak karena nyawa itu, berarti memiliki berbagai aktivitas hidup, yang aktivitas tersebut mendukung makhluk itu dalam mempertahankan keberadaan nyawanya. Semua hewan akan segera mencari tempat berlindung, ketika ia ingin beristirahat. Tumbuh-tumbuhan akan mengering di musim kemarau untuk mengurangi penguapan. Sedangkan manusia memiliki akal untuk melakukan kreativitas kegiatan hidupnya. Selain dengan akal, Islam juga memberikan tuntunan bagaimana seseorang memperoleh karunia Allah
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al Jumu’ah:10).

2. Rizki yang ada, menuntut kita untuk saling berbagi dan lebih peduli, untuk kemudian dimanifestasikan dalam bentuk nyata sesuai dengan tuntunan.
Dalam mencari rizki-Nya, setiap makhluk harus menyadari akan kebutuhannya, bukan keinginan proporsional, sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak serakah yang akhirnya mengakibatkan keinginan untuk menimbun, menguasai seluruh makanan, harta dan materi yang ditemuinya. Bukankah burung-burung kecil itu tidak mematuk lidah, gusi atau bagian lain dari mulut sang buaya ? Bukankah semut-semut itu tidak memaksakan diri untuk mengangkut seluruh sisa daging yang ditemuinya ? Dan seharusnya manusia lebih dapat menahan keinginannya untuk berbagi dengan kepentingan orang lain.

3. Berpikir akan siklus hidup tidak saja merupakan kewajiban dan kerja akal semata.

Namun dengan keterlibatan dan kehadiran hati, akan didapatinya bahwa Allah-lah, Sang kreator, Maha pemberi rizki, dan juga Maha ‘merekayasa’ pemberian semua nikmat yang tidak kita duga-duga.

“Atau siapakah Dia yang memberi kamu rizki jika Allah menahan rizki-Nya? Sebenarnya mereka terus -menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri?”(QS. Al Mulk: 2)

4. Meyakini bahwa Allah adalah dzat dan penyebab segala sumber ni’mat rizki yang diperoleh (diterima).

Sehingga mampu menyadarkan kita untuk selalu bersyukur.

”Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”( Q.S. Al Baqarah: 172)
Tujuan mencari harta :

1. Harta yang kita cari adalah untuk memenuhi nafkah keluarga.
Rasulullah saw bersabda :
“Dari Anas ra, dari Nabi saw bersabda : “Makhluk adalah keluarga Allah, sebaik-baik makhluk adalah yang paling bermanfaat untuk keluarganya”. (Sanadnya dlaif, HR. Thabrani dan Ibnu Marduweh dan yang lainnya).

2. Harta yang kita peroleh bukan untuk saling bermegah-megahan, Rasulullah saw bersabda :
Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda : “… dan barang siapa mencari dunia dengan cara halal untuk bermegah-megahan maka akan bertemu Allah dengan wajah yang marah”. (Hadits hasan, dan Makhul -perawi hadits- tidak pernah mendengar dari Abu Hurairah).

3. Harta tersebut dijadikan  untuk mendekatkan diri kepada Allah dan taat kepada-Nya.

4. Harta yang kita cari itu untuk menjalin tali silaturrahim. Rasulullah Saw bersabda:

“Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang mencari kehidupan dunia dengan cara halal agar dapat memenuhi masalah keluarga, memenuhi kebutuhan keluarganya, berbuat baik kepada tetangganya maka akan datang pada hari kiamat wajahnya seperti bulan purnama di malam hari ….”. (Hadits hasan, dan Makhul –perawi hadits- tidak pernah mendengar dari Abu Hurairah).
Menjaga agar harta tetap halal.

Allah SWT telah memerintahkan kepada kita untuk selalu mencari harta halal, sebagaimana juga diperintahkan untuk senantiasa menjaga kehalalan harta, agar selalu berada pada koridor syariat Allah. Karena dalam hadits Rasulullah Saw ditegaskan bahwa nanti pada hari kiamat Allah akan menanyakan kepada manusia terhadap hartanya dua hal yaitu dari mana didapat harta yang dimiliki dan ke mana diinfakkan (digunakan) harta tersebut. Rasulullah Saw bersabda :

“Tidak akan tegak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga akan ditanya kepadanya 4 perkara : tentang umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya bagaimana dilakukan, tentang ilmunya untuk apa dilakukan, tentang hartanya dari mana didapat dan ke mana diinfakkan.” (H.R. Muslim)
Dalam hadits di atas ditegaskan 4 hal yang akan ditanyakan Allah kepada manusia pada hari kiamat nanti, yaitu: tentang umur, masa muda, ilmu dan harta. Untuk kategori harta, Allah Swt nanti akan menanyakan dua hal pada harta yaitu; ”Hartamu kamu peroleh dari mana dan ” Hartamu kamu pergunakan untuk apa? Dalam usaha mencari nafkah, Allah menegaskan kriteria yang jelas dan gamblang yang tidak boleh dilanggar, terutama umat Islam. Adapun kriteria tersebut adalah :

a. Halal dan baik.  Allah swt berfirman :

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah: 168)

b. Dilakukan dengan cara yang sah dan saling ridha. Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling makan harta kamu dengan tidak sah, kecuali dengan cara perdagangan atas dasar suka sama suka. janganlah kamu membunuh (menghancurkan) diri sendiri, Allah sungguh Maha Pengasih kepada kamu. Dan barang siapa melakukannya dengan melanggar hukum dan tidak adil, akan Kami lemparkan ke dalam api neraka. Dan yang demikian bagi Allah mudah sekali” (QS. An Nisa : 29-30)
Ayat di atas hanya mengimbau orang-orang yang beriman. Mengapa tidak kepada semua orang? Karena Allah Maha Tahu, yang akan percaya merenungkan dan mengamalkan Al Qur’an hanya orang yang beriman. Maka hanya sekali-sekali saja Al Qur’an menghimbau seluruh manusia. “Janganlah kamu saling makan harta kamu dengan tidak sah”.

c.Tidak dengan cara curang. Allah berfirman : 

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al Baqarah:188)

d. Asas Manfaat.

Dalam usaha mencari rizki juga harus diperhatikan asas manfaat bagi kehidupan manusia. Maka barang-barang yang membawa madharat dan dampak negatif bagi kehidupan manusia dilarang diperjualbelikan sehingga mendapatkan keuntungan dan rizki darinya, seperti: minuman keras, obat-obatan terlarang dan sebagainya, karena tidak mempunyai nilai guna. Dalam kehidupan, Rasulullah mengatakan bahwa makanan dan minuman yang masuk ke dalam perut atau yang kita konsumsi akan berpengaruh pada baik tidaknya perkembangan fisik maupun jiwa orang yang memakan harta itu. Allah swt berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”(QS. Al Maidah: 90-91)

1.Menginfakkan harta

Jika manusia telah meraih harta dengan cara yang baik dan halal sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan maka kewajiban kedua adalah harus memperhatikan bagaimana membelanjakan, menggunakan dan menginfakkan harta tersebut.

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta… (QS.Al-Baqoroh : 177)

Wallahu A’lam Bishowab.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/