Menjadi Muslim itu karakter dasarnya adalah amanah. Tetapi ternyata ini tidak mudah. Terlebih kala seseorang menekuni dunia politik. Mempertahankan sikap amanah seakan memastikan diri pada kerugian. Akibatnya tidak sedikit orang yang ringan mengingkari janji, lain hari ini lain lagi esok. Padahal, tidak akan ada keberuntungan tanpa sikap amanah yang dikedepankan.
Secara bahasa amanah berasal dari kata amina yang bermakna tidak meniru, terpercaya, jujur, atau titipan.
Di Indonesia, kata amanah identik dengan kesetiaan dan komitmen berdiri tegak di atas kebenaran, janji yang disampaikan, dan pembelaan terhadap kepentingan masyarakat. Hal ini sesuai dengan makna amanah dalam Al-Qur’an yang menegaskan larangan umat Islam berbuat khianat.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal [8]:27).
Ayat di atas secara tegas memerintahkan seluruh kaum Muslimin untuk menjadi pribadi yang komitmen dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, bersikap dapat dipercaya terhadap kepercayaan yang diberikan. Jangan sampai karena suatu godaan atau pikiran menyimpang, lantas kemudian berkhianat. Dan, tidak ada pengkhianatan dilakukan oleh seseorang melainkan dia sadar telah dan sedang menjalankan pengkhianatan.
Lingkup ayat ini tentu saja tidak sebatas pada para politisi atau pejabat, melainkan seluruh kaum Muslimin. Para suami memegang amanah seorang istri atau lebih, plus anak-anaknya. Semua harus diberikan hak dan dapat menjalankan kewajiban masing-masing sesuai dengan ketentuan Allah. Jika tidak, maka terkategori tidak amanah.
Seorang ayah harus memastikan anak-anaknya shalat lima waktu. Bagi anak yang perempuan, harus berhijab kala keluar rumah. Tidak melakukan hal-hal yang mengundang kemurkaan Allah dan sebagainya. Demikian pun seorang istri, harus mampu menjaga amanah dari sang suami, sehingga semua dapat dipastikan baik dan benar.
Seorang anak mesti bisa menjalankan amanah dari orangtua dengan baik dan benar. Saat pagi berangkat belajar ke sekolah, hendaknya waktu digunakan lebih banyak untuk belajar secara fokus dan antusias. Sebab, sikap malas, apalagi sampai meninggalkan jam pelajaran tanpa alasan yang dapat dibenarkan merupakan tindakan pengkhianatan kepada orangtua.
Sikap seperti itu selain akan terus merusak mental juga akan mengundang amarah serta rasa tidak percaya kedua orangtua. Tentu saja, saat itu terjadi, kehidupan seorang anak akan semakin buruk dan memperihatinkan.
Jadi, amanah meliputi seluruh kaum Muslimin, apapun status dan profesinya. Al-Qurthubi berpendapat bahwa amanah meliputi seluruh kewajiban syar’i. Demikian pula jauh sebelum itu, Ibn Abbas menegaskan bahwa, “Amanah adalah semua beban (syar’i).
Orang kaya memiliki kewajiban mengeluarkan amanah harta yang Allah perintahkan untuk disampaikan kepada kerabat dan orang miskin. Para pemimpin, mendapatkan amanah untuk berbuat adil, mengutamakan kepentingan akhirat dan maslahat umat dibandingkan kelanggengan kekuasaan yang menyenangkan hawa nafsu dan berakibat merusak kehidupan masyarakat.
Sebagian ruang lingkupnya dapat disebutkan, seperti agama, kehormatan, harta, badan, nyawa, pengetahuan, ilmu, kekuasaan, wasiat, persaksian, pengadilan, pencatatan, penyampaian ucapan, rahasia, surat-surat, pendengaran, penglihatan, indera-indera yang lain, dan sebagainya.
Amanah harus terusdijaga, sehingga hidup tidak kehilangan arah. Rasulullah Saw secara tegas bersabda, “Tidak ada iman bagi yang tidak punya sifat amanah.” (HR. Ahmad). (hdy/ram)