Berbicara adalah bagian dari kehidupan. Kata-kata yang diucapkan, mengalir dari manusia dan sangat jarang ada yang mencatatnya. Belum ada satu alatpun yang mampu merekam seluruh pembicaraan manusia dan seolah-olah semua ucapan manusia tersebut akan sirna begitu saja.
Tentu bagi kita, kaum muslimin meyakini bahwa semua ucapan yang terlontar akan disadap oleh Allah SWT dan akan diperdengarkan di yaumil akhir kelak.
Perkataan yang mengandung unsur harapan bagi orang lain, atau pernyataan pribadi untuk melakukan sesuatu , sering kita sebut dengan janji. Diantara manusia, ada yang senang untuk menabur janji, namun enggan merelealisasinya. Mereka inilah yang dikategori munafik, baik dalam sudut pandang Islam, maupun manusia secara keseluruhan. Namun, ada pula yang sangat teguh memegang janjinya, tapi orang seperti inipun belum tentu baik. Orang-orang yang terlibat dengan mafia kejahatan, mereka dikenal dengan janji setia untuk melindungi oraganisasi kejahatannya, walau akhirnya mati. Itulah sebabnya, Allah juga menyampaikan di dalam al Qur’an bahwa diantara manusia ada orang-orang yang mati-matian menyerang dan membuat siasat licik untuk mengalahkan Islam dan kebenaran. (QS. 61;8). Bagaimana dengan kaum mukminin?
Allah SWT dengan firman-Nya mengatakan “Dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu dan hanya kepada-Kulah kamu harus takut .”
Dinul Islam sejak kedatangannya mempunyai tujuan yang indah yaitu membangun masyarakat yang ideal penuh dengan keutamaan jauh dari kehinaan saling tolong menolong atas dasar taqwa dan kebaikan serta saling berwasiat dengan kesabaran dan kebenaran.
Dinul Islam juga mengajarkan agar tiap muslim menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Dan di antara akhlak yang mulia itu adil menepati janji. Allah SWT berfirman yang artinya “Dan ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil janganlah kalian beribadah kepada selain Allah dan berbuat baiklah kepada ibu bapak kaum kerabat anak-anak yatim dan orang-orang miskin.”
Menepati janji Allah dan rasul-Nya adalah pokok pondasi dari semua janji. Bila seseorang berhasil menepati janji Allah dan rasul-Nya, maka ia akan berhasil pula dalam menepati janji lainnya. Sebaliknya bila ia gagal memenuhi janji Allah dan rasul-Nya maka ia adalah orang yang tidak lagi memiliki janji dan keamanan. Karena antara janji dan keimanan saling berhubungan.
Berdasarkan ayat dari surat Al-Baqarah di atas yang dimaksud dengan janji Allah adalah beribadah hanya kepada-Nya dan menjauhi larangannya. Allah SWT berfirman yang artinya “Dan ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi ‘Sungguhapa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya’.
Allah berfirman ‘Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu’? mereka menjawab ‘Kami mengakui. Allah berfirman ‘Kalau begitu saksikanlah dan Aku menjadi saksi bersamamu’.” Tidak diragukan lagi menepati janji selain tanda dari keistiqamahan ia juga merupakan tiang dari kepercayaan seseorang. Kalau menepati janji tidak ada maka istiqamah dan kepercayaan juga tidak ada. Allah SWT berfirman ” sebenarnya siapa yang menepati janji nya dan bertakwa maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.”
Di sisi lain Islam juga mencela bagi mereka yang menghianati amanat. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya binatang yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir karen mereka itu tidak beriman. orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dengan mereka sesudah itu mereka menghianati janjinya pada tiap kalinya dan mereka tidak takut.
Ada ungkapan yg menyebutkan bahwa janji itu adalah hutang. Oleh karena itu harus dipenuhi. Disamping itu janji juga akan diminta pertanggungjawabannya.
Allah SWT berfirman “Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya.” Atau dalam firman-Nya yang lain “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah sesudah meneguhkannya.
”Oleh karen itu siapa saja yang telah berjanji kepada sesama manusia entah itu berkenaan dengan janji membayar hutang memenuhi undangan berkumpul di suatu tempat dan sebagainya maka janji-janji itu harus dipenuhi dan tak boleh diingkari. Rasulullah SAW bersabda “Ada tiga hal siapa yg berada di dalamnya maka dia adalah orang munafik meskipun dia salat puasa haji berkata bahwa dirinya adalah seorang muslim. Tiga hal tersebut adalah apabila berbicara berbohong apabila berjanji mengingkari dan apabila diberi amanat berkhianat.”
Termasuk menepati janji yang perlu diperhatikan adalah membayar hutang. Karena membayar hutang memiliki kedudukan yang kuat di sisi Allah SWT. Maka siapa yang telah berhutang hendaklah ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhi hutang tersebut dan Allah akan menjamin pelunasan hutangnya.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda “Tiga hal yang merupakan kewajiban Allah untuk memberikan pertolongan yaitu seorang budak mukatab yang berusaha melunasi dirinya orang yang menikah karena menjaga kehormatan dan orang yang berjihad di jalan Allah. ”Hadis di atas memberi kejelasan bahwa Allah memberi udzur bagi orang yang kesulitan membayar hutang karena kondisi yang sulit atau karena adanya musibah. Adapun bagi mereka yang mampu melunasi tetapi tidak segera membayarkannya maka hal ini termasuk sikap meremehkan dan kemewahan yang dibenci.
Sementara mereka yang berhutang dan berniat tidak mengembalikannya ini termasuk orang yang merusak janji. Rasulullah SAWw bersabda “Barang siapa yang mengambil harta manusia karena ingin ditunaikan kepada yang berhak niscaya Allah akan menyampaikannya. Namun barangsiapa mengambil harta manusia karena ingin dihilangkannya. Maka Allah akan menghilangkannya.
”Saudaraku, saatnya kita mentabulasi kembali kata-kata yang terucap, hutang kepada orang dan komitmen kepada Allah. Semoga kita termasuk orang yang memenuhi janji sehingga mendapat kemuliaan dunia dan akhirat.(*)
Oleh: Ikrimah Hamidy
Wakil Ketua DPRD Medan