25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Manusia yang Beruntung

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah dijalan-Nya supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah: 35).

Tiga tipe manusia beruntung telah dijelaskan Tuhan dalam ayat di atas, mereka adalah orang-orang yang selalu menjaga dan meningkatkan ketaqwaan, senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan kemudian dia berjuang, berjihad di jalan Tuhan untuk menegakkan dinullah di muka bumi ini.

Menurut para ulama keberuntungan yang dijanjikan Tuhan kepada mereka  bertiga jika sanggup mengamalkannya berupa surga, Allah akan memasukkan ke tempat abadi dan memuliakan mereka di sisi-Nya.

Bertaqwa kepada Allah SWT

Menurut Thariq bin Habib al-Anzi  seorang ulama generasi tabi’in pernah berkata,”Apabila telah terjadi suatu fitnah maka cegahlah ia dengan taqwa”, lalu ditanyakan kepadanya,”Apakah yang di maksud dengan taqwa?” Maka ia menjawab,” Hendaknya seseorang merealisasikan perintah Allah dengan pancaran sinar-Nya (petunjuk dari Allah SWT) dan meninggalkan segala bentuk perbuatan durhaka kepada Allah SWT juga dengan pancaran sinar-Nya, serta takut terhadap siksa-Nya”.
Hakekat taqwa menurut al-Anzi bersikap konsekuen terhadap segala bentuk ketaatan kepada ilahi yang dilandasi atas dasar-dasar keimanan, mengharap ridha-Nya baik terhadap perintah maupun larangan, sehingga seseorang mampu merealisasikan perintah Allah atas dasar keimanan terhadap perintah-Nya, yakin akan janji-Nya yaitu ganjaran pahala terhadap amal yang dilakukan serta berupaya meninggalkan larangan Allah yang dilandasi oleh nilai-nilai keimanan terhadap segala bentuk larangan dan rasa takut untuk melanggar larangan Allah SWT.

Kehidupan seorang Muslim yang dibentengi dengan taqwa tidak akan terjebak dalam lingkar kemaksiatan dari berbagai aspek, jauh dari kekufuran dan prilaku merusak yang meruntuhkan nilai kemanusiaan dan peradaban manusia. Ketaqwaan menjadi benteng kokoh dan filter yang kuat bagi seorang Mukmin dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan godaan dan tantangan. Pribadi yang bertaqwa  selalu berhati-hati dalam berkata dan berbuat supaya tidak terjerumus dalam perbuatan yang dilarang-Nya.
Seorang pejabat yang sedang mengemban amanah dengan ketaqwaan yang melekat dalam dirinya akan memotivasi diri untuk melaksanakan tugas dengan penuh kejujuran, adil, bijaksana, amanah, tidak korupsi dan tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan masyarakat dan negara.

Mencari Jalan yang Dapat Mendekatkan Diri Kepada-Nya 

Al-Qur’an menyebutkan bahwa jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada ilahi disebut tawassul. Ibnu Abbas mengartikan tawassul dengan al-qurbah yang bermakna mendekatkan diri. Menurut Ibnu Qatadah tafsiran al-qurbah yaitu mendekatlah kepada Allah dengan mentaati dan mengamalkan apa yang diridhai-Nya. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin dalam kitab Haqiqatut Tawassul al-Masyru’ wal Mamnu’ , membagi tawassul ke dalam dua kelompok yaitu tawassul yang dianjurkan dan yang dilarang, karena bertentangan dengan agama serta mengarah kepada kekufuran.

Tawassul yang dianjurkan syariat terbagi tiga yaitu tawassulnya orang beriman kepada Allah SWT, kedua tawassul orang beriman kepada Allah dengan amalan-amalan saleh dan ketiga, tawassul orang beriman kepada Allah melalui do’a saudaranya yang beriman.

Bentuk tawassul orang beriman kepada Allah dengan zat-Nya yang Maha Tinggi dilakukan dengan cara menyebutkan nama (asma-asma Allah) dan sifat-sifat-Nya dalam setiap do’a yang kita panjatkan kehadirat Tuhan. Tawassul seperti ini merupakan bentuk tawassul tertinggi kepada ilahi dan besar

emungkinan do’a kita di-istijabah oleh Allah,”Dan Allah mempunyai asmaul husna maka berdo’alah kepada-Nya dan tinggalkanlah orang-orang yang meningkari asma-Nya, karena mereka akan dibalas atas apa yang mereka lakukan” (QS. Al-A’raf 80).
Adapun tawassulnya orang beriman kepada Allah SWT. dengan amal-amal yang saleh terdapat dalam kisah nyata dalam sejarah yang diabadikan dalam Qur’an, menimpa para pemuda ashabul kahfi. Kita ketahui meraka lari mengasingkan diri dari penguasa zalim, hingga akhirnya bersembunyi dalam sebuah gua. Setelah berada dalam gua, tiba-tiba pintu gua tersebut tertutup rapat sehingga para pemuda tersebut tidak bisa keluar dari dalamnya. Mereka ditaqdirkan tertidur pulas dalam gua sampai ratusan tahun. Setelah lama tertidur dengan izin Allah salah seorang di antara mereka terbangun, lalu membangunkan rekan-rekan yang lain dan ingin berusaha keluar. Namun pintu gua tersebut tetap tertutup. Kemudian mereka berdo’a dan bertawassul kepada Allah dengan perantara amal saleh yang pernah dilakukan. Atas izin Allah pintu gua tersebut pun terbuka secara perlahan-lahan, hingga mereka bebas, bisa keluar dari gua menghirup udara segar.
Sedangkan bentuk tawassul orang beriman kepada Allah SWT. melalui perantaraan do’a saudaranya yang beriman terbagi dua, pertama seorang mukmin meminta untuk dido’akan oleh saudaranya. Sebagai contoh ia berkata,”Berdo’alah kepada Allah untukku agar Dia menyembuhkan penyakit dari dalam diriku atau Dia memenuhi segala hajat hidupku, supaya hidupku berubah lebih baik lagi”. Kedua, seorang mukmin berdo’a untuk saudaranya tanpa diminta, seperti dia melihat saudaranya tersebut hidup dalam garis kemiskinan dan kesusahan, lalu dia memohon, berdo’a kepada Allah agar menghilangkan semua kesusahan dan memberi kemudahan rezeki dalam hidupnya. Contoh lain, ketika berziarah kita memanjatkan do’a kehadirat Tuhan agar Allah memberikan ampunan kepada saudaranya yang terlebih dahulu mendahului kita.

Sedangkan bentuk tawassul yang dilarang mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan amal perbuatan yang tidak sesuai menurut Qur’an dan Hadis, sebagai contoh bertawassul kepada Allah dengan zat makhluk-makhluk yang ada di langit dan bumi seperti malaikat, para wali ataupun orang-orang saleh. Ada juga yang bertawassul melalui tempat-tempat yang mulia seperti Ka’bah, Masjidil Haram atau menganggap para wali dan orang saleh adalah keramat sehingga bertawassul melalui mereka. Menjadikan mereka sebagai perantara untuk menghilangkan rasa bingung, sedih, sakit, kesulitan dan sebagainya. Bentuk tawassul seperti ini haram dalam Islam.
Jihad fi Sabilillah

Kunci ketiga yang membawa keberuntungan adalah berjihad di jalan Allah. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa di antara manusia yang paling utama dan sebaik-baik manusia adalah para mujahid yang berjuang di ajalan Allah SWT. “Dari Abu Said al-Khudri yang berkata, dikatakan kepada Nabi saw,”Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama?” Beliau menjawab,”orang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya fi sabilillah” (HR. Khamsah).

Tuhan berjanji akan memasukkan ke dalam surga mereka yang berjihad di jalan-Nya,”Sesungguhnya Allah telah membeli orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. Apakah janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang kamu lakukan  itu, dan itulah kemenangan yang besar”.

Penulis staf pengajar di Pesantren Darularafah Raya

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah dijalan-Nya supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah: 35).

Tiga tipe manusia beruntung telah dijelaskan Tuhan dalam ayat di atas, mereka adalah orang-orang yang selalu menjaga dan meningkatkan ketaqwaan, senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan kemudian dia berjuang, berjihad di jalan Tuhan untuk menegakkan dinullah di muka bumi ini.

Menurut para ulama keberuntungan yang dijanjikan Tuhan kepada mereka  bertiga jika sanggup mengamalkannya berupa surga, Allah akan memasukkan ke tempat abadi dan memuliakan mereka di sisi-Nya.

Bertaqwa kepada Allah SWT

Menurut Thariq bin Habib al-Anzi  seorang ulama generasi tabi’in pernah berkata,”Apabila telah terjadi suatu fitnah maka cegahlah ia dengan taqwa”, lalu ditanyakan kepadanya,”Apakah yang di maksud dengan taqwa?” Maka ia menjawab,” Hendaknya seseorang merealisasikan perintah Allah dengan pancaran sinar-Nya (petunjuk dari Allah SWT) dan meninggalkan segala bentuk perbuatan durhaka kepada Allah SWT juga dengan pancaran sinar-Nya, serta takut terhadap siksa-Nya”.
Hakekat taqwa menurut al-Anzi bersikap konsekuen terhadap segala bentuk ketaatan kepada ilahi yang dilandasi atas dasar-dasar keimanan, mengharap ridha-Nya baik terhadap perintah maupun larangan, sehingga seseorang mampu merealisasikan perintah Allah atas dasar keimanan terhadap perintah-Nya, yakin akan janji-Nya yaitu ganjaran pahala terhadap amal yang dilakukan serta berupaya meninggalkan larangan Allah yang dilandasi oleh nilai-nilai keimanan terhadap segala bentuk larangan dan rasa takut untuk melanggar larangan Allah SWT.

Kehidupan seorang Muslim yang dibentengi dengan taqwa tidak akan terjebak dalam lingkar kemaksiatan dari berbagai aspek, jauh dari kekufuran dan prilaku merusak yang meruntuhkan nilai kemanusiaan dan peradaban manusia. Ketaqwaan menjadi benteng kokoh dan filter yang kuat bagi seorang Mukmin dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan godaan dan tantangan. Pribadi yang bertaqwa  selalu berhati-hati dalam berkata dan berbuat supaya tidak terjerumus dalam perbuatan yang dilarang-Nya.
Seorang pejabat yang sedang mengemban amanah dengan ketaqwaan yang melekat dalam dirinya akan memotivasi diri untuk melaksanakan tugas dengan penuh kejujuran, adil, bijaksana, amanah, tidak korupsi dan tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan masyarakat dan negara.

Mencari Jalan yang Dapat Mendekatkan Diri Kepada-Nya 

Al-Qur’an menyebutkan bahwa jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada ilahi disebut tawassul. Ibnu Abbas mengartikan tawassul dengan al-qurbah yang bermakna mendekatkan diri. Menurut Ibnu Qatadah tafsiran al-qurbah yaitu mendekatlah kepada Allah dengan mentaati dan mengamalkan apa yang diridhai-Nya. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin dalam kitab Haqiqatut Tawassul al-Masyru’ wal Mamnu’ , membagi tawassul ke dalam dua kelompok yaitu tawassul yang dianjurkan dan yang dilarang, karena bertentangan dengan agama serta mengarah kepada kekufuran.

Tawassul yang dianjurkan syariat terbagi tiga yaitu tawassulnya orang beriman kepada Allah SWT, kedua tawassul orang beriman kepada Allah dengan amalan-amalan saleh dan ketiga, tawassul orang beriman kepada Allah melalui do’a saudaranya yang beriman.

Bentuk tawassul orang beriman kepada Allah dengan zat-Nya yang Maha Tinggi dilakukan dengan cara menyebutkan nama (asma-asma Allah) dan sifat-sifat-Nya dalam setiap do’a yang kita panjatkan kehadirat Tuhan. Tawassul seperti ini merupakan bentuk tawassul tertinggi kepada ilahi dan besar

emungkinan do’a kita di-istijabah oleh Allah,”Dan Allah mempunyai asmaul husna maka berdo’alah kepada-Nya dan tinggalkanlah orang-orang yang meningkari asma-Nya, karena mereka akan dibalas atas apa yang mereka lakukan” (QS. Al-A’raf 80).
Adapun tawassulnya orang beriman kepada Allah SWT. dengan amal-amal yang saleh terdapat dalam kisah nyata dalam sejarah yang diabadikan dalam Qur’an, menimpa para pemuda ashabul kahfi. Kita ketahui meraka lari mengasingkan diri dari penguasa zalim, hingga akhirnya bersembunyi dalam sebuah gua. Setelah berada dalam gua, tiba-tiba pintu gua tersebut tertutup rapat sehingga para pemuda tersebut tidak bisa keluar dari dalamnya. Mereka ditaqdirkan tertidur pulas dalam gua sampai ratusan tahun. Setelah lama tertidur dengan izin Allah salah seorang di antara mereka terbangun, lalu membangunkan rekan-rekan yang lain dan ingin berusaha keluar. Namun pintu gua tersebut tetap tertutup. Kemudian mereka berdo’a dan bertawassul kepada Allah dengan perantara amal saleh yang pernah dilakukan. Atas izin Allah pintu gua tersebut pun terbuka secara perlahan-lahan, hingga mereka bebas, bisa keluar dari gua menghirup udara segar.
Sedangkan bentuk tawassul orang beriman kepada Allah SWT. melalui perantaraan do’a saudaranya yang beriman terbagi dua, pertama seorang mukmin meminta untuk dido’akan oleh saudaranya. Sebagai contoh ia berkata,”Berdo’alah kepada Allah untukku agar Dia menyembuhkan penyakit dari dalam diriku atau Dia memenuhi segala hajat hidupku, supaya hidupku berubah lebih baik lagi”. Kedua, seorang mukmin berdo’a untuk saudaranya tanpa diminta, seperti dia melihat saudaranya tersebut hidup dalam garis kemiskinan dan kesusahan, lalu dia memohon, berdo’a kepada Allah agar menghilangkan semua kesusahan dan memberi kemudahan rezeki dalam hidupnya. Contoh lain, ketika berziarah kita memanjatkan do’a kehadirat Tuhan agar Allah memberikan ampunan kepada saudaranya yang terlebih dahulu mendahului kita.

Sedangkan bentuk tawassul yang dilarang mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan amal perbuatan yang tidak sesuai menurut Qur’an dan Hadis, sebagai contoh bertawassul kepada Allah dengan zat makhluk-makhluk yang ada di langit dan bumi seperti malaikat, para wali ataupun orang-orang saleh. Ada juga yang bertawassul melalui tempat-tempat yang mulia seperti Ka’bah, Masjidil Haram atau menganggap para wali dan orang saleh adalah keramat sehingga bertawassul melalui mereka. Menjadikan mereka sebagai perantara untuk menghilangkan rasa bingung, sedih, sakit, kesulitan dan sebagainya. Bentuk tawassul seperti ini haram dalam Islam.
Jihad fi Sabilillah

Kunci ketiga yang membawa keberuntungan adalah berjihad di jalan Allah. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa di antara manusia yang paling utama dan sebaik-baik manusia adalah para mujahid yang berjuang di ajalan Allah SWT. “Dari Abu Said al-Khudri yang berkata, dikatakan kepada Nabi saw,”Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama?” Beliau menjawab,”orang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya fi sabilillah” (HR. Khamsah).

Tuhan berjanji akan memasukkan ke dalam surga mereka yang berjihad di jalan-Nya,”Sesungguhnya Allah telah membeli orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. Apakah janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang kamu lakukan  itu, dan itulah kemenangan yang besar”.

Penulis staf pengajar di Pesantren Darularafah Raya

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/