Pada suatu hari Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya, bahwa semua umatnya akan masuk surga kecuali mereka yang enggan tidak mau masuk surga.
Para sahabat keheranan kemudian bertanya,” Siapa gerangan mereka yang enggan masuk surga itu ya Rasulullah? Beliau menjawab,”Mereka yang patuh dan taat kepadaku akan menjadi penghuni surga sedangkan mereka yang membangkang, maksiat dan tidak menuruti perintahku maka mereka itulah orang-orang yang enggan masuk surga. Hikayah ini diambil dari sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari. Surga dalam bahasa Arab disebut jannah, secara bahasa artinya taman yang terdiri dari pohon kurma atau pohon yang lain. Kata jannah diambil dari lafaz janna yang artinya menutupi.
Menurut Sayyid Qutub dalam kitab Aqidah Islamiyah maksud menutupi di sini bahwa pohon-pohon yang ada dalam surga daunnya rindang, rimbun sedangkan cabang-cabang dari pohon yang satu saling bertautan dengan cabang dari pohon lain, sehingga bagian atasnya merupakan sebuah naungan atau payung yang dapat digunakan untuk berteduh di bawahnya.
Dengan kata lain Sayyid Qutub mendefenisikan surga adalah suatu tempat kediaman atau perumahan yang disediakan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya yang bertaqwa kepada-Nya sebagai balasan kepada mereka atas keimanannya yang jujur dan benar serta amal perbuatan yang shaleh.
Betapa nikmatnya jika kita mungkin termasuk satu diantara orang-orang yang akan menjadi penghuninya. Surga disiapkan Tuhan buat kita, manusia yang taat dan patuh melaksanakan semua perintah-Nya.
Perintah dan Larangan
Menurut syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam kitab al-Ushul min Ilmi al-Ushul kata perintah (al-amru) mengandung arti permintaan untuk dilakukannya suatu perbuatan dalam bentuk al-isti’la yaitu dari yang lebih tinggi ke yang lebih rendah yaitu Allah SWT yang memerintahkan hamba-Nya, seperti perintah mendirikan shalat dan zakat,”Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat”.
Dalam qaidah ushul fiqh pembagian kata perintah ada empat, yaitu fi’il amri contoh, “Bacalah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari al-Kitab” (QS. Al-Ankabut; 45). Kemudian isim fi’il amri, “Marilah kita salat”, masdar pengganti dari fi’il amri seperti,” Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang maka peganglah batang leher mereka “(QS. Muhammad: 4). Ada lagi fi’il mudhari yang bersambung dengan lam amri seperti,” Supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya” (QS. Al-Mujadalah:4).
Bentuk perintah secara mutlak memberi satu konsekuensi bahwa sesuatu itu wajib untuk dikerjakan dan segera melakukannya secara langsung. Al-Qur’an telah menegaskan,” Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih “(QS. An-Nur: 63).
Allah SWT telah memperingatkan kepada mereka yang menyelisi perintah Rasul bahwa mereka akan tertimpa fitnah yaitu kesesatan atau Allah akan memberikan azab yang pedih. Ini menunjukkan bahwa perintah Rasul SAW secara umum menunjukkan wajibnya perbuatan yang diperintahkan.
Semua perintah secara syar’i merupakan kebaikan dan perintah untuk berlomba-lomba dalam mengerjakannya merupakan bukti bahwa perintah itu harus segera dilaksanakan. Imam Syafi’i mengemukakan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk mengambil apa yang disampaikan Rasul dan menjauhi apa yang dilarangnya,” Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah “(QS. Al-Hasyr:7).
Sedangkan larangan (an-nahyu) mengandung arti permintaan untuk meninggalkan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi ke yang lebih rendah yaitu Allah SWT memerintahkan hamba-Nya agar meninggalkan perbuatan yang dilarang dalam Islam.
Pelaku Maksiat
Mereka adalah orang-orang yang berbuat maksiat dan tidak mau mengikuti perintah Rasulullah SAW, mereka adalah pribadi yang enggan mengerjakan syariat Islam baik yang berhubungan dengan amaliyat (sesuatu yang berkaitan dengan amaliyah atau perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, jihad, haji dan lainnya) atau berhubungan dengan i’tiqadiyat (yang berkaitan dengan keyakinan), bahkan lebih ironinya lagi ada orang Islam mengolok-ngolok dan mengingkari ajaran yang beliau bawa.
Menurut Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam kitab Taujihat Islamiyah li Islahil Fardhi wal Mujtamak bahwa orang-orang Islam yang melakukan tindakan seperti membenci Islam atau sebagian dari ajaran Islam yang sudah merupakan ijmak para ulama baik yang menyangkut ibadah, muamalah, kemudian berolok-olok dengan ayat Qur’an atau hadis shahih atau salah satu hukum Islam, mengingkari al-Qur’an meskipun sedikit, mencela Allah, mengutuk Islam, menghina Nabi SAW atau memperolok keadaan beliau, mengharamkan sesuatu yang diharamkan Tuhan atau sebaliknya, merubah agama dan pindah dari Islam ke agama lain, secara otomatis ia telah membatalkan ke-Islamannya dan telah berbuat syirik yang menghilangkan pahala amal kebajikan serta kekal dalam neraka.
Allah SWT tidak akan mengampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat kepada-Nya. Sekarang ini pelaku-pelaku maksiat menganggap biasa pekerjaan mereka, tidak riskan apalagi malu melakukannya, kendati dicela agama maupun manusia.
Kemaksiatan yang Dianggap Biasa oleh Manusia
* Memakan uang haram
Rasulullah SAW mengingatkan kita,” Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih baik baginya” (HR. Tabrani dan Ibnu Hibban). Beliau jauh-jauh hari sudah mengingatkan jangan memakan harta haram dan mencari uang dengan cara batil, cari dan makanlah dengan cara yang halal.
Ada sebagian orang biasa menggunakan uang haram, mereka mengatakan,” jangankan yang halal yang harampun sulit didapat”. Fenomena ini terjadi di masyarakat kita, bayangkan, betapa rusaknya mental manusia seperti ini. Allah yang telah mengatur rezeki, jangan sampailah anak dan keturunan kita terkena imbas dari uang panas yang kita berikan kepada mereka.
* Berzina atau melakukan pergaulan bebas
Berzina dan melakukan pergaulan bebas hal yang biasa saat ini, dilakukan tanpa malu. Para pejabat yang ber-uang atau lelaki hidung belang menghamburkan uang di jalan setan, untuk memenuhi nafsu syahwat, tinggal memilih mangsa dengan sesuka hati dan bebas melakukan dimana saja. Wanita susila malah menjadikan seks sebagai mata pencarian, yang menyakitkan kita lagi pelajar-pelajar sekarang sudah banyak melakukan perbuatan yang belum layak meraka lakukan.
Prihatin rasanya melihat rusaknya moral generasi muda bangsa ini. Bahkan ada juga orang tua kandung yang tega menghamili anak gadisnya, yang masih di bawah umur. Nauzubillah min zalik, maka tidaklah mengherankan jika mereka terancam dengan penyakit mematikan yang sudah banyak menelan korban jiwa, AIDS dan HIV.
* Bicara kotor dan menyakitkan orang lain
“Mulutmu adalah harimaumu”, pepatah ini mengingatkan kita agar berhati-hati menggunakan lisan. Banyak orang celaka dan teraniaya karena lisan dan ucapan yang tidak terjaga. Dalam sehari semalam barangkali ribuan kata keluar melalui bibir dan lidah yang tidak bertulang ini.
Kadangkala kata-kata tidak sopan, menyakitkan orang lain, mengadu domba sesama, menghina, mencaci maki, mengolok-olok, menggibah, dusta dan berbagai kata yang tidak sepantasnya keluar dari mulut kita. Namun banyak juga diantara manusia dimana ribuan kata-kata mulia, nasehat-nasehat menyejukkan hati dan mententramkan jiwa keluar dari bibirnya, berfikirlah sebelum berkata dan berbuat. Jangan sampai perkataan dan perbuatan kita menganiaya, menzalimi dan menyakiti orang lain. Berkatalah yang baik dan benar, jika tidak sanggup maka lebih baik diam.
* Tidak menjaga pandangan
Allah SWT telah memerintahkan para wanita dan lelaki beriman agar menjaga penglihatan, menundukkan pandangan tidak jelalatan memandang pemandangan yang diharamkan Tuhan kesana kemari. Memang sulit menjaga pandangan dari sesuatu yang diharamkan karena kondisi saat ini zaman sudah edan, dimana-mana kita lihat para wanita memakai pakaian ketat, seksi sehingga tampaklah keindahan dan kemolekan tubuh yang seharusnya dibungkus rapat dengan jilban dan jubah panjang.
Mereka berjalan melenggok dan meliuk-liukkan tubuh dihadapan para lelaki tanpa ada rasa malu. Gambar-gambar porno di majalah-majalah, internet, televisi dan media begitu banyak menyebar, sulit untuk tidak dilihat. Bahkan sebahagian orang memandang bahwa melihat hal-hal demikian sudah biasa dan tidak dianggap tabu apalagi berdosa, bahkan sudah merupakan bagian dari kehidupan di zaman modern.
Jika melakukan maksiat sudah dianggap biasa maka tak masuk surga barangkali biasa menurut pandangan mereka. Wallahu a’lam.
*Penulis Pengajar di Pesantren Darularafah Raya, Pembimbing Rohani di Pusat Rehabilitasi Sosial Narkoba Pamardi Putra Insyaf Kementrian Sosial Sumut dan dosen STAIDA.