29 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Kenapa Indonesia Bermazhab Syafi’i?

SUMUTPOS.CO – Mazhab Syafi’i yang berafiliasi ke Imam Syafi’i merupakan salah satu mazhab utama dari empat mazhab fikih yang masih bertahan. Mazhab ini banyak dianut antara lain di sebagian besar negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Mengapa bisa demikian?

Menurut Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, kondisi tersebut karena memang para pendakwah yang menyebarkan ajaran Islam ke Tanah Jawa ini memang lebih dahulu adalah yang bermazab Syafi’i.

“Hal ini bisa dilihat dari riwayat perjalanan Ibnu Bathuthah yang hidup pada 1303-1377 M,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (13/2).

Dia menukilkan penjelasan dalam kitab Rihlah Ibnu Bathuthah (4/114) sebagai berikut:

Tentang Sultan Negeri Jawa

Dia adalah Sultan Raja Adz-Dzahir, termasuk raja yang utama dan mulia. Dia Bermadzhab Syafi’i.

Penduduk negerinya adalah bermazab Syafi’i, mereka senang berjihad

Sementara itu menurut Sayid Alwi bin Thahir al-Haddad melalui kitabnya yang berjudul Jana Samarikh min Jawab Asilah fi at-Tarikh, fikih nusantara itu memang lebih dekat dengan mazhab Syafi’i karena penyebar Islam pertama kali ke Indonesia bermazhab Syafi’i. Ini bila merujuk pada teori bahwa pendakwah Islam tersebut adalah keturunan Rasulullah SAW yang nasabnya bermuara ke Imam al-Muhajir.

Para ulama menegaskan Imam al-Muhajir bermazhab Suni dalam teologi dan menganut mazhab Syafi’i di bidang fikih. Ini seperti ditegaskan oleh Sayid Muhammad bin Ahmad al-Syatri, dalam kitabnya yang bertajuk Al-Adwar. Namun, Imam al-Muhajir tetap bersikap kritis dan tidak taklid buta terhadap mazhab Syafi’i.

Abdullah bin Nuh dalam kitab yang bertajuk Al-Imam al-Muhajir wa Ma Lahu wa Linaslihi wa lil aimmati min Aslafihi min al-Fadhail wa al-Maatsir mengatakan, salah satu alasan mengapa mazhab Syafi’i menjadi pilihannya karena kecintaan tokoh kelahiran Gaza tersebut kepada Ahlul Bait.

Keputusan untuk tetap berada di mazhab Syafi’i dengan disertai sikap kritis sebagai mujtahid, bertahan hingga keturunan berikutnya. Inilah mengapa Indonesia mayoritas penduduknya bermazhab Syafi’i.

GWJ Drewes dalam buku New Light on the Coming of Islam to Indonesia mengaitkan asal Islam di nusantara dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut pakar dari Universitas Leiden, Pijnapple, asal-muasal Islam di nusantara yaitu berasal dari Anak Benua India, bukannya Persia atau Arabia.

Menurut dia, orang-orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi, datang, dan menetap di wilayah India tersebut. Kemudian, mereka membawa Islam ke nusantara.

Paham Ahlussunah waljamaah atau yang dikenal dengan Suni berkembang di Indonesia.

Zamakhsyari Dhofier dalam buku Tradisi Pesantren menuliskan, para kiai sebagai pelaku sejarah memahami bagaimana makna dan kandungan paham Ahlussunnah waljamaah.

Mereka berhasil membimbing umat Islam Indonesia taat menganut paham Ahlussunnah waljamaah selama lebih dari 800 tahun. (rol/ram)

SUMUTPOS.CO – Mazhab Syafi’i yang berafiliasi ke Imam Syafi’i merupakan salah satu mazhab utama dari empat mazhab fikih yang masih bertahan. Mazhab ini banyak dianut antara lain di sebagian besar negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Mengapa bisa demikian?

Menurut Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, kondisi tersebut karena memang para pendakwah yang menyebarkan ajaran Islam ke Tanah Jawa ini memang lebih dahulu adalah yang bermazab Syafi’i.

“Hal ini bisa dilihat dari riwayat perjalanan Ibnu Bathuthah yang hidup pada 1303-1377 M,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (13/2).

Dia menukilkan penjelasan dalam kitab Rihlah Ibnu Bathuthah (4/114) sebagai berikut:

Tentang Sultan Negeri Jawa

Dia adalah Sultan Raja Adz-Dzahir, termasuk raja yang utama dan mulia. Dia Bermadzhab Syafi’i.

Penduduk negerinya adalah bermazab Syafi’i, mereka senang berjihad

Sementara itu menurut Sayid Alwi bin Thahir al-Haddad melalui kitabnya yang berjudul Jana Samarikh min Jawab Asilah fi at-Tarikh, fikih nusantara itu memang lebih dekat dengan mazhab Syafi’i karena penyebar Islam pertama kali ke Indonesia bermazhab Syafi’i. Ini bila merujuk pada teori bahwa pendakwah Islam tersebut adalah keturunan Rasulullah SAW yang nasabnya bermuara ke Imam al-Muhajir.

Para ulama menegaskan Imam al-Muhajir bermazhab Suni dalam teologi dan menganut mazhab Syafi’i di bidang fikih. Ini seperti ditegaskan oleh Sayid Muhammad bin Ahmad al-Syatri, dalam kitabnya yang bertajuk Al-Adwar. Namun, Imam al-Muhajir tetap bersikap kritis dan tidak taklid buta terhadap mazhab Syafi’i.

Abdullah bin Nuh dalam kitab yang bertajuk Al-Imam al-Muhajir wa Ma Lahu wa Linaslihi wa lil aimmati min Aslafihi min al-Fadhail wa al-Maatsir mengatakan, salah satu alasan mengapa mazhab Syafi’i menjadi pilihannya karena kecintaan tokoh kelahiran Gaza tersebut kepada Ahlul Bait.

Keputusan untuk tetap berada di mazhab Syafi’i dengan disertai sikap kritis sebagai mujtahid, bertahan hingga keturunan berikutnya. Inilah mengapa Indonesia mayoritas penduduknya bermazhab Syafi’i.

GWJ Drewes dalam buku New Light on the Coming of Islam to Indonesia mengaitkan asal Islam di nusantara dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut pakar dari Universitas Leiden, Pijnapple, asal-muasal Islam di nusantara yaitu berasal dari Anak Benua India, bukannya Persia atau Arabia.

Menurut dia, orang-orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi, datang, dan menetap di wilayah India tersebut. Kemudian, mereka membawa Islam ke nusantara.

Paham Ahlussunah waljamaah atau yang dikenal dengan Suni berkembang di Indonesia.

Zamakhsyari Dhofier dalam buku Tradisi Pesantren menuliskan, para kiai sebagai pelaku sejarah memahami bagaimana makna dan kandungan paham Ahlussunnah waljamaah.

Mereka berhasil membimbing umat Islam Indonesia taat menganut paham Ahlussunnah waljamaah selama lebih dari 800 tahun. (rol/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/