30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Membangun Masyarakat yang Bermanfaat

Oleh: Drs H Hasan Maksum Nasution,SH,S.PdI,MA

Dari Abu Darda’ r.a. dia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW. “Apakah kalian mau aku kabarkan perbuatan yang lebih utama dari derajat shaum, shalat dan sedekah?”. Para sahabat berkata tentu saja beliau bersabda: “Mendamaikan pertikaian, karena sesungguhnya, kerusakan yang disebabkan pertikaian itu adalah seperti pemangkas”. Dan dalam satu riwayat “Dia adalah pemangkas, aku tidak mengatakan pemangkas rambut, akan tetapi pemangkas agama”. (HR. Abu Darda’, Hibban, Tirmidzi, Shahih Ar-Targhib wa At-Tarhib).

Masyarakat dimanapun, apabila terjadi permusuhan antara mereka dan berkobarnya pertikaian, pengusiran serta syaitan-syaitan yang berada di tengah-tengah mereka dan melakukan penghasutan di antara mereka, maka sesungguhnya keadaan seperti itu membawa mereka ke dalam jurang kenistaaan.
Karena ikatan-ikatan kemasyarakatan dan penodaan kemanusiaan tersebut akan semakin melemah, maka dalam keadaan seperti ini, mereka membutuhkan orang yang mampu bangkit dan menolongnya, serta memperbaiki perpecahan antara mereka dan menambal kerobekan. Ini semua akan merealisasi melalui perdamaian antara sesama manusia.

Perbuatan ini adalah pekerjaan dan pengorbanan yang sangat mulia serta bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan setiap mukmin terhadap masyarakatnya yang merupakan bagian dari eksistensi di dalamnya, Allah SWT. berfirman: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh manusia member sedekah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia.
Barang siap yang berbuat demikian karena mencari keridhoan Allah, kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”. (An-Nisa’: 114). Apakah kita tidak memperhatikan, bagaimana Allah SWT. menafikan kebanyakan percakapan itu berupa kebaikan, melainkan apabila percakapan itu ber-isikan perintah untuk bersedekah dan mengajarkan untuk memberi makan orang miskin atau ucapan apa saja yang memerintahkan kepada kebaikan dan melakukan perdamaian antara sesama manusia.

Islam sudah sering menganjurkan untuk mendamaikan pertikaian, baik itu yang bersumber dari kelompok atau perorangan, Allah SWT. berfirman: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang, hendaklah kamu mendamaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah SWT. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan dan hendaklah kamu berlaku adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. (Al-Hujarat: 9).

Mencegah Kezaliman

Allah telah mengharamkan berlaku zalim secara mutlak, juga telah mengharamkan kezaliman pada diriNya. Allah SWT. telah memberi keterangan mengenai hal ini melalui wahyu-wahyuNya kepada Rasulullah SAW., supaya manusia bisa mengikuti petunjuk-petunjuk Rabb mereka yang mensucikan diriNya serta mengharamkan berlaku zalim atasNya. Allah swt. berfirman sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW.: “Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diriKu dan Aku pun menjadikannya haram di antara kalian maka janganlah kalian saling menzalimi”. (HR. Muslim).

Kezaliman adalah sebuah penindasan hati yang sangat berat dan bisa jadi menyebabkan orang yang dizalimi keluar dari keluar dari perasaan dan akal sehatnya. Orang yang dizalimi ini sangat mengharapkan seseorang yang bisa meresponnya dan menghilangkan rasa sakitnya atau paling tidak meringankannya.

Nabi Muhammad SAW. memberi tahu kepada kita, bahwasanya Zat Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasalah yang pertama kali akan meresponnya, menghilangkan rasa sakitnya atau meringkannya, menaunginya dengan kebijaksanaan dan kasih sayangNya.

Dari Ibnu Abbas ra. menuturkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda kepada Mu’adz bin Jabal, ketika beliau mengutusnya ke Yaman: “Berhati-hatilah kamu dengan doa orang dizalimi karena sesungguhny antara doanya dan Allah SWT. itu tidak ada penghalangnya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Renungkanlah, bagaimana Allah SWT. mendengarkan doa orang-orang yang dizalimi, serta teriakan rasa sakit mereka. Sesungguhnya ijabah Allah SWT. akan doa-doa orang yang dizalimi. Allah SWT. juga senantiasa menolong orang tersebut. Maka balasannya sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, apabila kita menolong manusia dengan mencegah kezaliman dari mereka, kita pun seakan mendapatkan pertolongan yang serupa di suatu hari nanti.
Menolong orang yang dizalimi termasuk hak sesama saudara yang paling agung. Dalam satu riwayat menerangkan: “Janganlah dia mengkhianatinya, mendustakannya dan menipunya”. (HR. At-Tirmidzi). Oleh karena itu para ulama emberikan komentarnya “merupakan suatu kewajiban bagi manusia untuk membela saudaranya baik kehormatan, badan dan hartanya”.

Menggembirakan Hati Orang Mukmin

Rasulullah SAW. pernah ditanya mengenai amalan yang paling baik, lalu beliau menjawab: “Menggembirakan hati orang mukmin”. Ketika ditanya lagi “Bagaimana cara untuk menggembirakan hatinya? Beliau menjawab: “Menghilangkan laparnya, menghapuskan dukanya dan membebaskan utangnya” Beliau bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak menganiayanya dan tidak mengecewakannya.
Barang siapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi hajatnya. Dan barangsiapa yang menghapuskan kesusahan seorang muslim, Allah akan menghapuskan kesusahannya pada hari kiamat”.

Oleh karena itu perlu ada kekuatan lain yang melibatkan diri untuk mencegah dan menghapuskanya. Kaum muslimin adalah kesatuan yang harus bekerja sama dalam segala hal, dan dalam kondisi apapun. Sifat masyarakat Islam adalah memelihara orang yang tidak punya, baik karena tidak ada seorang yang menanggung atau tidak mempunyai harta, maupun jauh dari tanah air. Sifat masyarakat Islam ialah hidup bebas, baik bebas berfikir, bebas beragama, bebas berpolitik atau bebas memiliki. Mengenai kebebasan berpolitik, Islam menghormati akal dan menggalakkan penggunaannya, Allah berfirman: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang ber-akallah yang dapat menerima pelajaran”. (Az-Zumar: 9). Rasulullah SAW. telah bersabda: “Agama adalah akal dan tidak ada agama bagi yang tidak berakal”.

Mengenai kebebasan memiliki, Islam telah memberikan kepada setiap pemeluknya hak memilih pemimpin, berdialog dengannya dan menolak kebijaksanaannya yang tidak sesuai serta berhak pula menurunkannya. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang aman dan damai serta selalu terhindar dari segala penyelewengan dan ancaman. Tugas masyarakat Islam adalah menjaga keamanan baik di dalam maupun di luar, keamanan itu ibarat makan dan rezeki atau melebihi kedua-duanya, Allah berfirman: “Dan Allah telah membuat sesuatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”. (An-Nahl: 112).
Demikianlah, keamanan itu merupakan suatu karunia yang bersaing dengan rezeki, sedangkan ketakutan merupakan suatu akibat yang bersaing dengan kelaparan. Yang akhirnya apabila Allah swt. ridha kepada suatu kaum, niscaya Dia memberi mereka keamanan sesudah ketakutan. Amin.

Penulis Dosen STAI Sumatera, PTI Al Hikmah, PGSD Hikmatul Fadhillah, STAI RA  Batangkuis.

 

Oleh: Drs H Hasan Maksum Nasution,SH,S.PdI,MA

Dari Abu Darda’ r.a. dia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW. “Apakah kalian mau aku kabarkan perbuatan yang lebih utama dari derajat shaum, shalat dan sedekah?”. Para sahabat berkata tentu saja beliau bersabda: “Mendamaikan pertikaian, karena sesungguhnya, kerusakan yang disebabkan pertikaian itu adalah seperti pemangkas”. Dan dalam satu riwayat “Dia adalah pemangkas, aku tidak mengatakan pemangkas rambut, akan tetapi pemangkas agama”. (HR. Abu Darda’, Hibban, Tirmidzi, Shahih Ar-Targhib wa At-Tarhib).

Masyarakat dimanapun, apabila terjadi permusuhan antara mereka dan berkobarnya pertikaian, pengusiran serta syaitan-syaitan yang berada di tengah-tengah mereka dan melakukan penghasutan di antara mereka, maka sesungguhnya keadaan seperti itu membawa mereka ke dalam jurang kenistaaan.
Karena ikatan-ikatan kemasyarakatan dan penodaan kemanusiaan tersebut akan semakin melemah, maka dalam keadaan seperti ini, mereka membutuhkan orang yang mampu bangkit dan menolongnya, serta memperbaiki perpecahan antara mereka dan menambal kerobekan. Ini semua akan merealisasi melalui perdamaian antara sesama manusia.

Perbuatan ini adalah pekerjaan dan pengorbanan yang sangat mulia serta bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan setiap mukmin terhadap masyarakatnya yang merupakan bagian dari eksistensi di dalamnya, Allah SWT. berfirman: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh manusia member sedekah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia.
Barang siap yang berbuat demikian karena mencari keridhoan Allah, kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”. (An-Nisa’: 114). Apakah kita tidak memperhatikan, bagaimana Allah SWT. menafikan kebanyakan percakapan itu berupa kebaikan, melainkan apabila percakapan itu ber-isikan perintah untuk bersedekah dan mengajarkan untuk memberi makan orang miskin atau ucapan apa saja yang memerintahkan kepada kebaikan dan melakukan perdamaian antara sesama manusia.

Islam sudah sering menganjurkan untuk mendamaikan pertikaian, baik itu yang bersumber dari kelompok atau perorangan, Allah SWT. berfirman: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang, hendaklah kamu mendamaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah SWT. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan dan hendaklah kamu berlaku adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. (Al-Hujarat: 9).

Mencegah Kezaliman

Allah telah mengharamkan berlaku zalim secara mutlak, juga telah mengharamkan kezaliman pada diriNya. Allah SWT. telah memberi keterangan mengenai hal ini melalui wahyu-wahyuNya kepada Rasulullah SAW., supaya manusia bisa mengikuti petunjuk-petunjuk Rabb mereka yang mensucikan diriNya serta mengharamkan berlaku zalim atasNya. Allah swt. berfirman sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW.: “Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diriKu dan Aku pun menjadikannya haram di antara kalian maka janganlah kalian saling menzalimi”. (HR. Muslim).

Kezaliman adalah sebuah penindasan hati yang sangat berat dan bisa jadi menyebabkan orang yang dizalimi keluar dari keluar dari perasaan dan akal sehatnya. Orang yang dizalimi ini sangat mengharapkan seseorang yang bisa meresponnya dan menghilangkan rasa sakitnya atau paling tidak meringankannya.

Nabi Muhammad SAW. memberi tahu kepada kita, bahwasanya Zat Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasalah yang pertama kali akan meresponnya, menghilangkan rasa sakitnya atau meringkannya, menaunginya dengan kebijaksanaan dan kasih sayangNya.

Dari Ibnu Abbas ra. menuturkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda kepada Mu’adz bin Jabal, ketika beliau mengutusnya ke Yaman: “Berhati-hatilah kamu dengan doa orang dizalimi karena sesungguhny antara doanya dan Allah SWT. itu tidak ada penghalangnya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Renungkanlah, bagaimana Allah SWT. mendengarkan doa orang-orang yang dizalimi, serta teriakan rasa sakit mereka. Sesungguhnya ijabah Allah SWT. akan doa-doa orang yang dizalimi. Allah SWT. juga senantiasa menolong orang tersebut. Maka balasannya sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, apabila kita menolong manusia dengan mencegah kezaliman dari mereka, kita pun seakan mendapatkan pertolongan yang serupa di suatu hari nanti.
Menolong orang yang dizalimi termasuk hak sesama saudara yang paling agung. Dalam satu riwayat menerangkan: “Janganlah dia mengkhianatinya, mendustakannya dan menipunya”. (HR. At-Tirmidzi). Oleh karena itu para ulama emberikan komentarnya “merupakan suatu kewajiban bagi manusia untuk membela saudaranya baik kehormatan, badan dan hartanya”.

Menggembirakan Hati Orang Mukmin

Rasulullah SAW. pernah ditanya mengenai amalan yang paling baik, lalu beliau menjawab: “Menggembirakan hati orang mukmin”. Ketika ditanya lagi “Bagaimana cara untuk menggembirakan hatinya? Beliau menjawab: “Menghilangkan laparnya, menghapuskan dukanya dan membebaskan utangnya” Beliau bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak menganiayanya dan tidak mengecewakannya.
Barang siapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi hajatnya. Dan barangsiapa yang menghapuskan kesusahan seorang muslim, Allah akan menghapuskan kesusahannya pada hari kiamat”.

Oleh karena itu perlu ada kekuatan lain yang melibatkan diri untuk mencegah dan menghapuskanya. Kaum muslimin adalah kesatuan yang harus bekerja sama dalam segala hal, dan dalam kondisi apapun. Sifat masyarakat Islam adalah memelihara orang yang tidak punya, baik karena tidak ada seorang yang menanggung atau tidak mempunyai harta, maupun jauh dari tanah air. Sifat masyarakat Islam ialah hidup bebas, baik bebas berfikir, bebas beragama, bebas berpolitik atau bebas memiliki. Mengenai kebebasan berpolitik, Islam menghormati akal dan menggalakkan penggunaannya, Allah berfirman: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang ber-akallah yang dapat menerima pelajaran”. (Az-Zumar: 9). Rasulullah SAW. telah bersabda: “Agama adalah akal dan tidak ada agama bagi yang tidak berakal”.

Mengenai kebebasan memiliki, Islam telah memberikan kepada setiap pemeluknya hak memilih pemimpin, berdialog dengannya dan menolak kebijaksanaannya yang tidak sesuai serta berhak pula menurunkannya. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang aman dan damai serta selalu terhindar dari segala penyelewengan dan ancaman. Tugas masyarakat Islam adalah menjaga keamanan baik di dalam maupun di luar, keamanan itu ibarat makan dan rezeki atau melebihi kedua-duanya, Allah berfirman: “Dan Allah telah membuat sesuatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”. (An-Nahl: 112).
Demikianlah, keamanan itu merupakan suatu karunia yang bersaing dengan rezeki, sedangkan ketakutan merupakan suatu akibat yang bersaing dengan kelaparan. Yang akhirnya apabila Allah swt. ridha kepada suatu kaum, niscaya Dia memberi mereka keamanan sesudah ketakutan. Amin.

Penulis Dosen STAI Sumatera, PTI Al Hikmah, PGSD Hikmatul Fadhillah, STAI RA  Batangkuis.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/