29 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Nama Bandara Harus Bernuansa Sumut

Jelang Pengoperasian Kualanamu

JAKARTA – Munculnya opsi tiga nama bandara baru pengganti bandara Polonia yang terungkap dari seminar yang digelar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) bekerjasama dengan Pemkab Deliserdang, Selasa (28/2), ternyata mengundang perdebatan.
Sejumlah pihak menilai, tiga opsi nama yakni Bandara Sultan Sulaiman, Bandara Sultan Serdang dan Bandara Kualanamu Deliserdang, tidak merepresentasikan Sumut.

Anggota Komisi V DPR, Ali Wongso Sinaga, mengatakan, bandara baru itu harus diberi nama sesuai fungsinya sebagai bandara internasional. “Name follows the function. Nama mengikuti fungsi. Itu bandara internasional satu-satunya di Sumut, tak ada duanya di Sumut. Tentunya, namanya harus mewakili dan merepresentasikan Sumut,” ujar Ali Wongso, satu-satunya anggota DPR asal Sumut yang duduk di komisi yang membidangi infrastrktur itu kepada koran ini di Jakarta, kemarin (29/2).

Lantas, apa nama yang merepresentasikan Sumut itu? Politisi Golkar itu mengaku, tidak mau mendikte masyarakat. “Yang representatif apa, itu terserah masyarakat Sumut. Saya akan mendukung apa pun aspirasi masyarakat Sumut,” ujarnya.

Lebih tegas Rahmat Shah, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut itu terang-terangan menolak jika nama bandara baru itu menggunakan nama orang atau tokoh.

Setidaknya ada tiga alasan yang dikemukakan Rahmat mengapa dirinya menolak jika menggunakan nama tokoh. Pertama, tokoh asal Sumut itu terlampau banyak. Menurutnya, nama tokoh yang layak hanya jika tokoh tersebut sudah jelas-jelas punya jasa besar yang dirasakan masyarakat Sumut, termasuk keturunannya.

Alasan kedua, jangan sampai yang terjadi malah kultus individu. “Sempat muncul nama Sisingamangaradja, Tengku Rizal Nurdin, dan yang lain. Tapi bukankah itu malah pengkultusan?” ujarnya.
Ketiga, bandara itu merupakan bandara internasional. Karenanya, menurut Rahmat, namanya juga harus menggambarkan fungsi itu. “Kalau dinamai bandara Kualanamu, itu terlalu kecil. Karena itu international airport,” kata Rahmat.

Rahmat usul, nama bandara baru itu Sumut International Airport, yang disingkat SIA. “Atau Medan International Airport, disingkat MIA. Karena Sumut itu ya tahunya Medan. Ini seperti Los Angeles International Airport, disingkat LA Airport,” bebernya.

Dia pun menolak opsi-opsi nama bandara yang hanya merepresentasikan Deliserdang. “Karena bandara itu yang membangun bukan Deliserdang, tapi dibangun dengan uang rakyat Indonesia,” imbuhnya.

Bagaimana sebenarnya mekanisme pemberian nama bandara? Direktur Bandara, Kemenhub, Bambang Cahyono, menjelaskan, memang pemberian nama lebih berdasarkan usulan atau aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Usulan yang ada, lanjut Bambang, disalurkan ke DPRD Sumut. Lantas, nama yang disetujui dewan, dibawa Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, untuk disampaikan ke kemenhub. “Biasanya usulan nama satu, lantas kita menetapkan saja,” ujar Bambang kepada koran ini di Jakarta, kemarin.
Bagaimana jika bandara baru itu diberi nama dengan nama tokoh? Dijelaskan, memang akan muncul perdebatan panjang tatkala di daerah tersebut nama tokoh atau pahlawannya banyak.  “Seperti Padang, di sana banyak pahlawannya, lantas kita namai Bandara Minangkabau saja. Di Lombok juga, kita namai Bandara Internasional Lombok,” terangnya.

Yang pasti, lanjutnya, pemberian nama sangat memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat. “Tapi kalau nggak ada usulan ya kita namai saja Bandara Internasional Kualanamu,” katanya.

Sementara itu, di tengah senternya pengoprasian Bandara Kualanamu 2013 mendatang, sejumlah calo tenaga kerja mulai mencari mangsa.Calo ilegal itu, menawarkan puluhan juta rupiah kepada warga sebagai biaya masuk menjadi tenaga kerja di Bandara Kualanamu.(sam/btr)

Jelang Pengoperasian Kualanamu

JAKARTA – Munculnya opsi tiga nama bandara baru pengganti bandara Polonia yang terungkap dari seminar yang digelar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) bekerjasama dengan Pemkab Deliserdang, Selasa (28/2), ternyata mengundang perdebatan.
Sejumlah pihak menilai, tiga opsi nama yakni Bandara Sultan Sulaiman, Bandara Sultan Serdang dan Bandara Kualanamu Deliserdang, tidak merepresentasikan Sumut.

Anggota Komisi V DPR, Ali Wongso Sinaga, mengatakan, bandara baru itu harus diberi nama sesuai fungsinya sebagai bandara internasional. “Name follows the function. Nama mengikuti fungsi. Itu bandara internasional satu-satunya di Sumut, tak ada duanya di Sumut. Tentunya, namanya harus mewakili dan merepresentasikan Sumut,” ujar Ali Wongso, satu-satunya anggota DPR asal Sumut yang duduk di komisi yang membidangi infrastrktur itu kepada koran ini di Jakarta, kemarin (29/2).

Lantas, apa nama yang merepresentasikan Sumut itu? Politisi Golkar itu mengaku, tidak mau mendikte masyarakat. “Yang representatif apa, itu terserah masyarakat Sumut. Saya akan mendukung apa pun aspirasi masyarakat Sumut,” ujarnya.

Lebih tegas Rahmat Shah, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut itu terang-terangan menolak jika nama bandara baru itu menggunakan nama orang atau tokoh.

Setidaknya ada tiga alasan yang dikemukakan Rahmat mengapa dirinya menolak jika menggunakan nama tokoh. Pertama, tokoh asal Sumut itu terlampau banyak. Menurutnya, nama tokoh yang layak hanya jika tokoh tersebut sudah jelas-jelas punya jasa besar yang dirasakan masyarakat Sumut, termasuk keturunannya.

Alasan kedua, jangan sampai yang terjadi malah kultus individu. “Sempat muncul nama Sisingamangaradja, Tengku Rizal Nurdin, dan yang lain. Tapi bukankah itu malah pengkultusan?” ujarnya.
Ketiga, bandara itu merupakan bandara internasional. Karenanya, menurut Rahmat, namanya juga harus menggambarkan fungsi itu. “Kalau dinamai bandara Kualanamu, itu terlalu kecil. Karena itu international airport,” kata Rahmat.

Rahmat usul, nama bandara baru itu Sumut International Airport, yang disingkat SIA. “Atau Medan International Airport, disingkat MIA. Karena Sumut itu ya tahunya Medan. Ini seperti Los Angeles International Airport, disingkat LA Airport,” bebernya.

Dia pun menolak opsi-opsi nama bandara yang hanya merepresentasikan Deliserdang. “Karena bandara itu yang membangun bukan Deliserdang, tapi dibangun dengan uang rakyat Indonesia,” imbuhnya.

Bagaimana sebenarnya mekanisme pemberian nama bandara? Direktur Bandara, Kemenhub, Bambang Cahyono, menjelaskan, memang pemberian nama lebih berdasarkan usulan atau aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Usulan yang ada, lanjut Bambang, disalurkan ke DPRD Sumut. Lantas, nama yang disetujui dewan, dibawa Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, untuk disampaikan ke kemenhub. “Biasanya usulan nama satu, lantas kita menetapkan saja,” ujar Bambang kepada koran ini di Jakarta, kemarin.
Bagaimana jika bandara baru itu diberi nama dengan nama tokoh? Dijelaskan, memang akan muncul perdebatan panjang tatkala di daerah tersebut nama tokoh atau pahlawannya banyak.  “Seperti Padang, di sana banyak pahlawannya, lantas kita namai Bandara Minangkabau saja. Di Lombok juga, kita namai Bandara Internasional Lombok,” terangnya.

Yang pasti, lanjutnya, pemberian nama sangat memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat. “Tapi kalau nggak ada usulan ya kita namai saja Bandara Internasional Kualanamu,” katanya.

Sementara itu, di tengah senternya pengoprasian Bandara Kualanamu 2013 mendatang, sejumlah calo tenaga kerja mulai mencari mangsa.Calo ilegal itu, menawarkan puluhan juta rupiah kepada warga sebagai biaya masuk menjadi tenaga kerja di Bandara Kualanamu.(sam/btr)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/