Laboratorium Cybercrime Bareskrim Polri Terbesar Se-Asia
Penipuan kartu kredit, situs video porno, atau ancaman bom dengan SMS kini bisa dilacak hanya dalam hitungan menit oleh polisi. Dari ruang steril di lantai 4 gedung Bareskrim Mabes Polri, operasi dikendalikan oleh para jagoan cyber.
RIDLWAN-AGUNG PUTU-DHIMAS G, Jakarta
Pelataran Mabes Polri sudah sepi. Jam dinding di ruang kerja Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol Sutarman bergerak pelan mendekati angka 8. Namun, jenderal kelahiran Solo, Jateng, itu belum beranjak dari kursinya.
“Bapak sering pulang larut, sampai jam 10 malam,” bisik staf pribadi Sutarman kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos) Rabu (25/4) malam lalun
Sejurus kemudian, Sutarman menyambut dengan ramah. Jenderal bintang tiga itu tersenyum dan memberikan isyarat untuk menunggu. Dia masih sibuk menandatangani berkas-berkas di map merah dengan segel bertulisan ‘Segera’ dan ‘Rahasia’.
Sekitar sepuluh menit, mantan Kapolrestabes Surabaya itu berdiri, lalu menjabat tangan dengan akrab. “Biasa saja, kita bekerja tiap hari memang harus dituntaskan. Sampai malam ya nggak apa-apa,” katanya.
Malam itu Sutarman sedang memantau perkembangan kasus pencurian pulsa oleh provider telepon seluler. “Sebentar lagi kami akan menahan beberapa orang,” ungkapnya.
Pencurian pulsa itu berhasil dibongkar oleh tim Cybercrime Bareskrim Polri. “Sampai saat ini baru satu operator (Telkomsel, Red) yang kita sidik. Kalau nanti ada dari operator lain, kita juga akan tangani,” ujarnya.
Tak hanya soal content provider, cybercrime juga berhasil menangkap para peretas (hacker) database Telkomsel yang berhasil menjebol pengamanan server. Jumlahnya tujuh orang. Mereka kini ditahan di Bareskrim Polri.
“Mereka ini pintar-pintar sekali. Bayangkan, mereka bisa membobol pengamanan hingga tujuh gate (lapis pengaman, Red). Tapi, ya tetap kalah pintar dari penyidik saya,” tutur Sutarman dengan bangga.
Kejahatan digital atau cybercrime menjadi salah satu fokus Bareskrim sekarang. “Kasus kejahatan komputer ini banyak modusnya. Misalnya, pemesanan barang lewat internet. Duit sudah dikirim, ternyata barang tidak sampai,” terangnya.
Sutarman mencontohkan salah satu laporan dari pengusaha di Swiss yang tertipu dalam jual beli batu bara via internet. Dalam beberapa kasus, internet juga jadi ajang pemerasan. Misalnya, koleksi foto atau video yang bocor di e-mail yang kemudian menjadi bahan ancaman. “Semuanya itu bisa dilacak. Tidak ada kejahatan yang tidak meninggalkan jejak,” ujar alumnus Akpol angkatan 1981 tersebut.
Namun, kepiawaian dan alat canggih saja tak cukup, insting reserse juga diperlukan. “Di sini nilai unggul kita. Kombinasi antara insting seorang reserse dan perangkat modern,” ujar Sutarman.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu mencontohkan saat anak buahnya melacak sebuah laporan pemerasan melalui e-mail. “Ketika ditelusuri, ternyata beralamat di sebuah warung internet. Aktivitasnya juga ada pada jam-jam tertentu di malam hari,” katanya. Sutarman lalu menelepon Kapolres setempat. “Saya perintahkan untuk datang ke warnet itu, lalu periksa orang yang sedang online di sana,” ujarnya.
Rupanya, hanya satu orang yang sedang online, yakni si penjaga warnet. “Ya sudah, tangkap saja, periksa dulu,” kata Sutarman. Insting Sutarman sebagai reserse tepat. “Setelah diinterogasi, benar dia yang memeras. Jadi, memang harus ada kombinasi insting dan alat,” lanjutnya.
Maraknya kejahatan melalui komputer sudah diramalkan suami Elly Sutiarti itu sejak lima tahun yang lalu. Sutarman memaparkannya dalam buku tentang e-commerce. Mantan ajudan Presiden Abdurrahman Wahid tersebut optimistis, tidak ada kejahatan cyber yang tak bisa dilacak. “Kalau alat saya ini masih 4 G, lima tahun lagi memang harus diperbarui karena kejahatan digital ini juga tiap hari makin canggih,” ujarnya.
Salah satu prestasi lain cybercrime adalah melacak jejak terdakwa kasus korupsi wisma atlet M Nazarudin yang kabur ke Kolombia Agustus lalu. “Ketika dia ada komunikasi live melalui Skype ke TV One, langsung kami lacak,” tuturnya. Hasil penelusuran, komunikasi tersebut dilakukan Nazaruddin di Dominika. “Malam itu juga saya perintah tim untuk berangkat mengejar ke sana,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat tersebut.
Laboratorium cybercrime Polri adalah yang terbesar di Asia. Letaknya di lantai 4 gedung Bareskrim. Tak sembarang orang bisa masuk ke ruang kedap itu. Bahkan, polisi biasa (non penyidik cybercrime, Red) harus punya izin khusus dari Kabareskrim agar bisa masuk.
Sutarman mengungkapkan, fasilitas yang ada di laboratorium itu adalah sumbangan dari Australian Federal Police (AFP). Nilainya sekitar 20 juta dolar Australia (AUD). “Alhamdulillah, tidak ada sepeser pun uang negara (APBN) yang digunakan, namun sangat bermanfaat,” ucapnya.
AFP terkesan dengan penanganan kasus-kasus terorisme di Indonesia. Terutama penanganan Bom Bali 1 2002 yang banyak memakan korban warga negara Australia. “Mereka kagum dengan reserse kita yang dengan alat seadanya bisa menemukan sasis mobil yang dipakai Amrozi mengebom,” kata jenderal berputra tiga (Devina, Dicki, dan Danny) itu.
Sutarman menunjukkan ruang demi ruang. Misalnya, ruang training yang terdiri atas 12 tempat duduk dan satu tempat duduk bagi trainer. Ruang yang luasnya separo lapangan voli itu dilengkapi komputer dengan layar LCD 21 inci.
Di lorong terdapat layar yang dipasang di ruang server. Juga, ada peta yang menampilkan polda-polda yang sudah terintegrasi. “Lima belas polda sudah masuk jaringan kita. Semua terhubung,” ujar Kanit IV Subdit Cybercrime Bareskrim AKBP Heru Yulianto yang mendampingi Sutarman.
Di laboratorium itu juga ada ruang investigasi dengan 18 tempat duduk. Jika ada sebuah kasus yang terlacak, mereka langsung berkoordinasi dengan satuan kewilayahan di dekat TKP untuk melakukan penangkapan. “Penyidik cybercrime itu duduk saja di depan komputer, nanti di lapangan sudah ada yang menangkap,” jelas Sutarman.
Ada juga dua ruang interogasi yang didesain transparan. Suasananya nyaman. Ada karpet dan dilengkapi pendingin ruang. Di ruang interogasi itu ada hiasan dinding bermotif modern minimalis. “Sekarang sudah tidak zamannya bandit digebuki,” kata Sutarman. Bahkan, hacker-hacker yang ditangkap Polri akan diubah jadi tenaga ahli. “Kita akan rekrut mereka,” ujarnya.
Saat ini ada 27 penyidik di cybercrime. Sebagian besar mendapatkan pelatihan di luar negeri. Dengan kemampuan yang dimiliki, para penyidik tersebut tentu rawan godaan. “Memang bisa saja ada bisikan nakal. Tapi, kalau mereka lakukan itu, pasti ketangkep,” tegas Sutarman. Dia yakin, anak buahnya di cybercrime tak akan berbuat menyimpang. “Mereka ini darahnya Bhayangkara, ada semangat korsa. Ini yang jadi pegangan kita untuk terus mengabdi,” tandasnya. (*)