JAKARTA-Ternyata bukan hanya Pemko Medan yang usulan pemberkasan Nomor Induk Pegawai (NIP) bagi 471 honorer kategori dua (K2) tidak dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari kepala daerah.
Ada juga sejumlah daerah yang bandel karena tidak melengkapi persyaratan pemberkasan. “Ada beberapa daerah yang bandel seperti Medan,” ujar Kepala Biro Humas dan Protokoler BKN Tumpak Hutabarat kepada koran ini di Jakarta, kemarin (30/6).
Tumpak tidak menampik adanya anggapan bahwa pemda yang tidak menyertakan SPTJM yang diteken kepala daerahn
mengindikasikan adanya manipulasi data honorer K2. Dengan kata lain, ada nama honorer bodong yang ikut disertakan dalam daftar yang diusulkan untuk mendapatkan NIP.
Dia memberikan contoh kasus di sebuah kota di kawasan Sulawesi. Beberapa waktu lalu, sang walikota di daerah Sulawesi itu datang ke Kantor BKN Jakarta. Walikota ini ngotot agar usulan pemberkasan tidak usah dilampiri SPTJM yang ditekennya.
Pihak BKN penasaran, apa yang sebenarnya terjadi. Lantas diam-diam pihak BKN mengggali informasi ke lapangan dan pengecekan data. “Rupanya, setelah dilacak, honorernya semua tahun 2007 (tidak memenuhi syarat sebagai honorer, Red),” ujar Tumpak bercerita.
Bagaimana dengan 471 honorer K2 Medan? Apakah juga ditemukan indikasi manipulasi? Tumpak belum berani memberikan jawaban pasti. “Masih kita pantau terus,” kilahnya.
Terkait dengan berkas yang sudah diusulkan tanpa SPTJM yang diteken Walikota Dzulmi Eldin, Tumpak menjelaskan, BKN tetap akan bersikap tegas. Yakni, memberikan tenggat waktu kapan berkas akan dilengkapi.
Sebelumnya, Tumpak mengatakan, Kantor Regional BKN Medan sudah menegur secara lisan pihak Pemko Medan, dalam hal ini Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemko Medan, terkait usulan pemberkasan NIP yang tidak memenuhi ketentuan itu.
Nah, pihak BKD meminta waktu satu pekan ini, untuk melaporkan dulu kepada Walikota Medan Dzulmi Eldin.
“Semula sudah akan kita kembalikan. Tapi gak jadi karena mereka (pihak BKD, red) bilang akan lapor dulu ke walikota. Oke, kita kasih waktu seminggu. Jika belum juga ada kejelasan, kita kembalikan,” ujar Tumpak Hutabarat kepada koran ini di Jakarta, 23 Juni 2014. (sam/ije)