30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kuasa Luhut Lampaui Wapres

KETERANGAN: Wakil Ketua Dewan Petimbangan Partai Golkar Luhut Panjaitan, memberikan keterangan pers, beberapa waktu lalu.//Mustafa Ramli/Jawa Pos/jpnn
Luhut Panjaitan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kekuasaan yang dimiliki Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan dinilai cukup besar. Menurut pakar Hukum Tata Negara (HTN) Margarito Kamis, kewenangan Luhut bahkan melampuai kekuasaan wakil presiden dan para menteri koordinator.

Lebih dari itu, menurut Margarito, kewenangan yang diberikan Kantor Staf Kepresidenan juga berpotensi mereduksi fungsi Sekretaris Negara Pratikno.  “Kewenangan staf kepresidenan telah mereduksi fungsi dan setneg dan menko-menko. Lebih dari itu, kewenangannya jauh lebih kuat dari wapres,” ujar Margarito Kamis kepada koran ini di Jakarta, kemarin (1/3).

Dia mengatakan hal tersebut menanggapi terbitnya Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden, yang diteken Presiden Joko Widodo pada 23 Februari 2015.

Dipublikasikan situs resmi setkab, dulunya Unit Staf Kepresiden hanya bertugas memberikan dukungan komunikasi politik dan pengelolaan isu-isu strategis kepada presiden dan wakil presiden, maka sesuai Perpres terbaru itu, Kantor Staf Presiden juga melaksanakan tugas pengendalian program-program prioritas nasional.

Disebutkan di Perpres itu, fungsi Kantor Staf Presiden yakni, pertama, pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi presiden.

Kedua, penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan. Ketiga, percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional. Keempat, pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional.

“Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Staf Kepresidenan dapat membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian dan/atau lembaga terkait untuk penanganan masalah tertentu,” demikian bunyi Pasal 9 Ayat (1) Perpres Nomor 26/2015 itu.

Perpres ini menegaskan, Kepala Staf Kepresidenan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan menteri.

Menurut Perpres ini, pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain itu, Kantor Staf Presiden dapat bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya yang tidak dibiayai dari APBN, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Margarito Kamis, dengan fungsi-fungsi Kantor Staf Kepresidenan seperti itu, maka Luhut Pandjaitan sebagai pimpinan kantor tersebut kewenangannya cukup besar. “Berarti dia punya kewenangan mengkoordinasi sekaligus mengevaluasi kerja-kerja menteri. Ini luar biasa. Fungsi itu mestinya dijalankan wapres dan menko-menko. Kepala Staf Kepresidenan menjadi di bawah presiden, di atas wakil presiden dan menko-menko,” papar Margarito.

Dia menilai, kewenangan besar yang diberikan kepada pria berpangkat jenderal (purn) kelahiran Tobasa 28 September 1947 itu nantinya akan menimbulkan persoalan ketetanegaraan. Pasalnya, keberadaan menteri-menteri dipayungi undang-undang, sedangkan Kantor Staf Kepresidenan hanya dipayungi perpres. Sementara, kewenangan Kantor Staf Kepresidenan telah melampuai kewenangan menteri.

“Dengan demikian menurut saya, DPR harus mempertanyakan masalah ini. Untuk mengubah nomenklatur kementerian saja harus minta persetujuan DPR. Ini, memberikan kewenangan yang besar kepada Kantor Staf Kepresidenan, mestinya juga harus minta persetujuan DPR terlebih dahulu karena juga menyangkut penganggaran,” beber Margarito.

Margarito juga menyoroti ketentuan Perpres tersebut, yang membolehkan Kantor Staf Presiden bekerjasama dengan pihak lainyang tidak dibiayai dari APBN. Menurut Margarito, ketentuan itu bahaya sekali.

“Kantor Staf Kepresidenan itu membawa nama presiden, kok dalam menjalankan fungsinya bisa didanai pihak ketiga? Presiden Jokowi mendengungkan pentingkya akuntabilitas dan transparansi, tapi dengan ketentuan seperti itu, berarti itu bertentangan, kontradiktif,” ulasnya. (sam/jpnn/rbb)

KETERANGAN: Wakil Ketua Dewan Petimbangan Partai Golkar Luhut Panjaitan, memberikan keterangan pers, beberapa waktu lalu.//Mustafa Ramli/Jawa Pos/jpnn
Luhut Panjaitan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kekuasaan yang dimiliki Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan dinilai cukup besar. Menurut pakar Hukum Tata Negara (HTN) Margarito Kamis, kewenangan Luhut bahkan melampuai kekuasaan wakil presiden dan para menteri koordinator.

Lebih dari itu, menurut Margarito, kewenangan yang diberikan Kantor Staf Kepresidenan juga berpotensi mereduksi fungsi Sekretaris Negara Pratikno.  “Kewenangan staf kepresidenan telah mereduksi fungsi dan setneg dan menko-menko. Lebih dari itu, kewenangannya jauh lebih kuat dari wapres,” ujar Margarito Kamis kepada koran ini di Jakarta, kemarin (1/3).

Dia mengatakan hal tersebut menanggapi terbitnya Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden, yang diteken Presiden Joko Widodo pada 23 Februari 2015.

Dipublikasikan situs resmi setkab, dulunya Unit Staf Kepresiden hanya bertugas memberikan dukungan komunikasi politik dan pengelolaan isu-isu strategis kepada presiden dan wakil presiden, maka sesuai Perpres terbaru itu, Kantor Staf Presiden juga melaksanakan tugas pengendalian program-program prioritas nasional.

Disebutkan di Perpres itu, fungsi Kantor Staf Presiden yakni, pertama, pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi presiden.

Kedua, penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan. Ketiga, percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional. Keempat, pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional.

“Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Staf Kepresidenan dapat membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian dan/atau lembaga terkait untuk penanganan masalah tertentu,” demikian bunyi Pasal 9 Ayat (1) Perpres Nomor 26/2015 itu.

Perpres ini menegaskan, Kepala Staf Kepresidenan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan menteri.

Menurut Perpres ini, pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain itu, Kantor Staf Presiden dapat bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya yang tidak dibiayai dari APBN, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Margarito Kamis, dengan fungsi-fungsi Kantor Staf Kepresidenan seperti itu, maka Luhut Pandjaitan sebagai pimpinan kantor tersebut kewenangannya cukup besar. “Berarti dia punya kewenangan mengkoordinasi sekaligus mengevaluasi kerja-kerja menteri. Ini luar biasa. Fungsi itu mestinya dijalankan wapres dan menko-menko. Kepala Staf Kepresidenan menjadi di bawah presiden, di atas wakil presiden dan menko-menko,” papar Margarito.

Dia menilai, kewenangan besar yang diberikan kepada pria berpangkat jenderal (purn) kelahiran Tobasa 28 September 1947 itu nantinya akan menimbulkan persoalan ketetanegaraan. Pasalnya, keberadaan menteri-menteri dipayungi undang-undang, sedangkan Kantor Staf Kepresidenan hanya dipayungi perpres. Sementara, kewenangan Kantor Staf Kepresidenan telah melampuai kewenangan menteri.

“Dengan demikian menurut saya, DPR harus mempertanyakan masalah ini. Untuk mengubah nomenklatur kementerian saja harus minta persetujuan DPR. Ini, memberikan kewenangan yang besar kepada Kantor Staf Kepresidenan, mestinya juga harus minta persetujuan DPR terlebih dahulu karena juga menyangkut penganggaran,” beber Margarito.

Margarito juga menyoroti ketentuan Perpres tersebut, yang membolehkan Kantor Staf Presiden bekerjasama dengan pihak lainyang tidak dibiayai dari APBN. Menurut Margarito, ketentuan itu bahaya sekali.

“Kantor Staf Kepresidenan itu membawa nama presiden, kok dalam menjalankan fungsinya bisa didanai pihak ketiga? Presiden Jokowi mendengungkan pentingkya akuntabilitas dan transparansi, tapi dengan ketentuan seperti itu, berarti itu bertentangan, kontradiktif,” ulasnya. (sam/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/