27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

KKB Sumut Tolak RUU Ormas, Anggota Dewan Setuju-setuju Saja

Rencana pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) kembali menuai protes. Kali ini aksi penolakan RUU yang dinilai timpang dan kontra-produktif itu datang dari sejumlah elemen organisasi yang mengatasnamakan Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) Sumut, Senin (1/7).

KOORDINATOR KKB Sumut, Iswahyudhi, mengatakan penolakan ini dilandasi kesadaran akan imbas dari RUU itu jika disahkan kelak. “Imbasnya ditanggung oleh hampir seluruh organisasi, termasuk perkumpulan hobi dan perwiritan yang akan diatur oleh undang-undang jika itu  disahkan,” ujar Iswahyudhi.

Disebutkan akan muncul berbagai dampak bagi organisasi sosial kemasyarakatan bila RUU Ormas itu disahkan mennadi undang-undang. Ada 11 alasan kenapa RUU Ormas itu ditolak mentah-mentah.  Diantaranya, dimana definisi Ormas dalam Pasal 1 RUU Ormas yang serba kompleks, yaitu: ‘’organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila’’.

Dalam pasal ini, menurut Iswahyudhi, memasukkan organisasi yang bersifat sosial atau non-profit, asosiasi atau perkumpulan keilmuan/profesi/hobi, baik yang sifatnya beriuran atau tidak, pengajian, paguyuban keluarga, yayasan yang mengelola lembaga pendidikan dan rumah sakit, panti asuhan, dan masih banyak lagi sebagai kategori Ormas yang akan diatur oleh UU Ormas itu kelak bila disahkan.

“Dampaknya itu tentulah berbenturan dengan definisi dan ruang lingkup badan hukum lain. Sebab Indonesia sudah memiliki UU 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan Staadsblad 1870-64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtpersoonlijkheid van Verenegingen),” terangnya.

Lebih lanjut, dikatakan Iswahyudhi, RUU Ormas yang mengecualikan organisasi sayap partai politik sangat kontradiktif dengan definisi yang serba kompleks pada Pasal 1. RUU Ormas menggarisbawahi pengecualian untuk organisasi sayap partai politik dalam Pasal 4 yang berbunyi: ‘’Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, demokratis, dan bukan merupakan organisasi sayap partai politik’’.

Padahal, masih kata Iswahyudhi, Undang-undang tentang bentuk-bentuk badan hukum dalam pernyataan nomor 1 mengatur secara lengkap soal pendirian, tata kelola internal, akuntabilitas, transparansi, larangan, hingga sanksi. Hal ini berbeda dengan pengaturan organisasi sayap partai politik yang disebut dalam satu kalimat di dalam UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yakni: ‘’Partai politik berhak membentuk dan memiliki sayap partai”. Ini tertuang dalam Pasal 12 huruf j.

“Terus kenapa hanya organisasi sayap partai politik yang dikecualikan secara eksplisit dari RUU Ormas? Padahal aturan hukum bagi mereka jauh dari memadai. Apakah kepatuhan pada Pancasila dan NKRI, kondisi tata kelola internal, akuntabilitas, dan transparansi mereka tak perlu diragukan lagi? Atauh ini skema pengamanan diri partai politik menjelang 2014?,” tanyanya.

Sementara, Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Pramono Asri menjelaskan era demokrasi merupakan era kebebasan berpendapat, baik itu berkumpul dan berserikat. Pemerintah  membutuhkan pendapat dari perorangan atau perserikatan untuk mengatur moral negara ini. Tapi bukan berarti pendapat itu tak beraturan.

“Tugas pemerintah melindungi kepentingan dan memberikan peluang berpendapat bagi masyarakat sesuai aturan UU. Sebab pemerintah juga sesungguhnya membutuhkan informasi,” terang fungsionaris PKS ini.

Jika pemerintah mampu menyerap aspirasi yang diberikan oleh kelompok yang dilindungi oleh UU tersebut, menurut Sigit, tugas Pemerintah akan lebih mudah karena memiliki lebih banyak referensi dari berbagai sumber informasi. (mag-5)

Rencana pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) kembali menuai protes. Kali ini aksi penolakan RUU yang dinilai timpang dan kontra-produktif itu datang dari sejumlah elemen organisasi yang mengatasnamakan Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) Sumut, Senin (1/7).

KOORDINATOR KKB Sumut, Iswahyudhi, mengatakan penolakan ini dilandasi kesadaran akan imbas dari RUU itu jika disahkan kelak. “Imbasnya ditanggung oleh hampir seluruh organisasi, termasuk perkumpulan hobi dan perwiritan yang akan diatur oleh undang-undang jika itu  disahkan,” ujar Iswahyudhi.

Disebutkan akan muncul berbagai dampak bagi organisasi sosial kemasyarakatan bila RUU Ormas itu disahkan mennadi undang-undang. Ada 11 alasan kenapa RUU Ormas itu ditolak mentah-mentah.  Diantaranya, dimana definisi Ormas dalam Pasal 1 RUU Ormas yang serba kompleks, yaitu: ‘’organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila’’.

Dalam pasal ini, menurut Iswahyudhi, memasukkan organisasi yang bersifat sosial atau non-profit, asosiasi atau perkumpulan keilmuan/profesi/hobi, baik yang sifatnya beriuran atau tidak, pengajian, paguyuban keluarga, yayasan yang mengelola lembaga pendidikan dan rumah sakit, panti asuhan, dan masih banyak lagi sebagai kategori Ormas yang akan diatur oleh UU Ormas itu kelak bila disahkan.

“Dampaknya itu tentulah berbenturan dengan definisi dan ruang lingkup badan hukum lain. Sebab Indonesia sudah memiliki UU 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan Staadsblad 1870-64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtpersoonlijkheid van Verenegingen),” terangnya.

Lebih lanjut, dikatakan Iswahyudhi, RUU Ormas yang mengecualikan organisasi sayap partai politik sangat kontradiktif dengan definisi yang serba kompleks pada Pasal 1. RUU Ormas menggarisbawahi pengecualian untuk organisasi sayap partai politik dalam Pasal 4 yang berbunyi: ‘’Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, demokratis, dan bukan merupakan organisasi sayap partai politik’’.

Padahal, masih kata Iswahyudhi, Undang-undang tentang bentuk-bentuk badan hukum dalam pernyataan nomor 1 mengatur secara lengkap soal pendirian, tata kelola internal, akuntabilitas, transparansi, larangan, hingga sanksi. Hal ini berbeda dengan pengaturan organisasi sayap partai politik yang disebut dalam satu kalimat di dalam UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yakni: ‘’Partai politik berhak membentuk dan memiliki sayap partai”. Ini tertuang dalam Pasal 12 huruf j.

“Terus kenapa hanya organisasi sayap partai politik yang dikecualikan secara eksplisit dari RUU Ormas? Padahal aturan hukum bagi mereka jauh dari memadai. Apakah kepatuhan pada Pancasila dan NKRI, kondisi tata kelola internal, akuntabilitas, dan transparansi mereka tak perlu diragukan lagi? Atauh ini skema pengamanan diri partai politik menjelang 2014?,” tanyanya.

Sementara, Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Pramono Asri menjelaskan era demokrasi merupakan era kebebasan berpendapat, baik itu berkumpul dan berserikat. Pemerintah  membutuhkan pendapat dari perorangan atau perserikatan untuk mengatur moral negara ini. Tapi bukan berarti pendapat itu tak beraturan.

“Tugas pemerintah melindungi kepentingan dan memberikan peluang berpendapat bagi masyarakat sesuai aturan UU. Sebab pemerintah juga sesungguhnya membutuhkan informasi,” terang fungsionaris PKS ini.

Jika pemerintah mampu menyerap aspirasi yang diberikan oleh kelompok yang dilindungi oleh UU tersebut, menurut Sigit, tugas Pemerintah akan lebih mudah karena memiliki lebih banyak referensi dari berbagai sumber informasi. (mag-5)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/