32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Beban Masyarakat Sudah Sangat Berat, Tunda Kenaikan Harga BBM Subsidi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hingga hari ini, pengumuman harga baru BBM bersubsidi masih belum jelas. Berapa besaran kenaikan harganya pun masih menjadi tanda tanya. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengimbau pemerintah agar menunda wacana kenaikan BBM bersubsidi.

APALAGI dinamika di lapangan menunjukkan, harga minyak dunia mengalami penurunan. “Bahkan penurunan ini diprediksi masih berlanjut, penurunan harga minyak mentah atau crude oil ini bisa berpengaruh terhadap beban subsidi yang berkurang,” jelasnya kepada Jawa Pos, kemarin.

Bhima mengimbau pemerintah harus bisa lebih tegas dalam bersikap, terutama jika ingin melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Aturan, mekanisme, maupun kriteria kendaraan apa saja yang boleh dan tidak boleh mengkonsumsi BBM bersubsidi harus jelas.

Namun, jika pemerintah jadi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, maka bansos yang disiapkan juga harus mumpuni. “Karena ada ketidakjelasan, pemerintah ini seperti ping pong ke sana kemari, akibatnya terjadi antrean yang justru mempercepat BBM habis. Ini karena komunikasi pemerintah yang tidak clear terkait harga BBM,” urainya.

Bhima mengingatkan, sebelum ada isu kenaikan harga BBM bersubsidi, beban hidup masyarakat sudah sangat berat. Terutama jika dikaitkan dengan inflasi karena kenaikan harga bahan pangan.

Di saat yang sama, dinamika inflasi inti (core inflation) masih minim dan hal itu notabene menjadi cerminan permintaan yang masih kecil. Sehingga, jika ada kenaikan harga BBM bersubsidi tentu akan makin menambah beban hidup masyarakat.

Dia juga menyoroti alokasi bansos yang mencapai Rp24 triliun yang disebutnya terbilang kecil. Jumlah itu tentu tidak cukup mengkompensasi beban yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. “Harus ada ketegasan juga, jangan semua menteri berbicara. Harusnya cukup menteri ESDM atau ibu Menkeu saja, selain itu lebih baik jangan. Ini yang terjadi Menko Marinves berbicara, Kepala BKPM/Menteri Investasi bicara juga. Akibatnya malah bisa dimanfaatkan oleh bisnis penimbunan di tengah antrean yang terjadi, ini yang memberatkan Pertamina dan APBN karena ping pong kebijakan yang tidak clear,” jelas Bhima.

Lalu, apakah harga BBM bersubsidi akan naik? Sejauh ini pemerintah belum tegas mengumumkan. Presiden Joko Widodo memilih untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) BBM kepada 20,6 juta masyarakat tidak mampu dan 16 juta pekerja. Kemarin (1/9), Jokowi mengumumkan bahwa belum ada ketok palu soal harga anyar BBM. “Semuanya masih pada proses dihitung,” ungkapnya.

Dia menambahkan, pemerintah tidak ingin gegabah. Untuk itu perlu kalkulasi yang tepat. “Dengan penuh kehati-hatian ya,” bebernya.

Sementara, Presiden PKS Ahmad Syaikhu secara tegas menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Penolakan dilakukan karena kebijakan itu bakal menurunkan daya beli masyarakat dan akan menambah jumlah orang miskin. “Berangkat dari jeritan hati dan suara rakyat, demi menyuarakan rasa keadilan rakyat, DPP PKS menyatakan dengan tegas menolak kebijakan kenaikan harga BBM dan Solar Bersubsidi. Semoga pemerintah meninjau kembali rencana kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Rakyat membutuhkan keberpihakan dan kepedulian yang nyata dari Pemimpinnya,” kata Syaikhu dalam pernyataannya, Kamis (1/9).

Menurut Syaikhu, mereka yang terkena dampak merupakan masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih pasca pandemi. Seperti di antaranya tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang bakso, supir truk dan angkot, buruh, UMKM, emak-emak, pelajar, petani, peternak, nelayan dan elemen masyarakat lainnya akan menjerit. “Mereka akan terpukul ekonominya dan sulit bangkit kembali dari keterpurukan,” tegas Syaikhu.

Kenaikan harga pangan dan energi secara langsung akan berdampak pada meningkatnya jumlah orang miskin. Karena mayoritas masyarakat kita berada dalam kategori rentan miskin. Sedikit saja ada guncangan ekonomi akibat kenaikan harga BBM, maka itu akan membuat mayoritas masyarakat rentan miskin tersebut menjadi miskin.

Syaikhu menjelaskan, saat ini rakyat masih berjuang bangkit kembali setelah terdampak secara ekonomi akibat Pandemi Covid-19. Tapi ironisnya, pemerintah justru akan menaikkan harga BBM dan solar bersubsidi. “Kebijakan ini sungguh tidak berempati dengan kondisi masyarakat yang masih dalam kesulitan ekonomi,” tegas Syaikhu.

Dia menyinggung soal Ibu Kota Negara (IKN) dan proyek kereta cepat Jakarta -Bandung. Menurut Syaikhu, kenaikan harga BBM bersubsidi dan solar mengundang pertanyaan besar di benak masyarakat. “Mengapa untuk membangun IKN pemerintah ada dana? Namun, untuk memastikan harga BBM tetap terjangkau sebagai kebutuhan mendasar justru tidak sanggup?,” paparnya.

Buruh Sumut Bakal Gelar Aksi

Penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi juga disuarakan kaum buruh di Sumut. Partai Buruh bersama Serikat Pekerja Serikat Buruh (SPSB), petani, nelayan dan rakyat miskin kota se-Sumatera Utara dan elemen rakyat lainnya, berencana menggelar aksi besar-besaran di Kantor Gubsu dan gedung DPRD Sumut pada Selasa (6/9), pekan depan.

Ketua Exco Partai Buruh Sumut, Willy Agus Utomo mengaku akan mengerahkan seribuan buruh dan elemen lainnya pada aksi tersebut. “Kami sangat kecewa, pemerintah tidak punya hati nurani. Jika benar menaikan harga Pertalite Rp10 Ribu, kebijakan itu sangat memiskinkan rakyat. Kami tegas menolak,” kata Willy kepada wartawan, Kamis (1/9).

Dia mengungkapkan, rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dapat mengancam kehidupan para buruh dan pekerja, yang hanya mendapat kenaikan gaji 1 persen setiap tahunnya. Bahkan, di tahun ini Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan hanya menaikkan upah minimum sebesar 1,09 persen. Untuk 2023 pun kenaikan upah diprediksi sama dengan 2022 yang mengacu pada Pasal 26 PP Nomor 36/2021. “Apabila harga BBM dipaksa naik akan memicu peningkatan inflasi dan berujung pada terpukulnya daya beli rakyat kecil seperti buruh, petani, dan nelayan,” ungkapnya.

BBM Nonsubsidi Turun Harga

Sementara, di tengah kabar bakal naiknya harga BBM bersubsidi, Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian berupa penurunan harga untuk produk bahan bakar khusus (BBK) yang merupakan BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax Turbo, dan Dexlite Series. Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara, Taufikurachman menjelaskan, mekanisme penyesuaian harga BBM nonsubsidi ini kembali dilakukan.

Menurutnya, harga BBM nonsubsidi saat ini cukup fluktuatif, mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas, terutama harga minyak dunia dan Indonesian Crude Price (ICP). Penyesuian harga mengimplementasikan regulasi Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

“Penyesuaian harga BBM Pertamax Turbo dan Dex Series merupakan komitmen Pertamina memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Sekaligus, upaya kami mendorong masyarakat untuk dapat menggunakan produk-produk BBM Pertamina yang berkualitas dengan nilai angka oktan dan cetane yang tinggi, serta lebih ramah lingkungan,” kata Taufikurachman, Kamis (1/9).

Khusus di Sumut, harga Pertamax Turbo (RON 98) ada penyesuaian harga dari yang Rp18.250 per liter menjadi Rp16.250 per liter, Pertamina Dex (CN 53) dari Rp19.250 per liter menjadi Rp17.750 per liter. Sedangkan untuk Dexlite disesuaikan menjadi Rp17.450 per liter dari yang sebelumnya diangka Rp18.150 per liter. (dee/lyn/jpc/dwi/gus/adz)

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hingga hari ini, pengumuman harga baru BBM bersubsidi masih belum jelas. Berapa besaran kenaikan harganya pun masih menjadi tanda tanya. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengimbau pemerintah agar menunda wacana kenaikan BBM bersubsidi.

APALAGI dinamika di lapangan menunjukkan, harga minyak dunia mengalami penurunan. “Bahkan penurunan ini diprediksi masih berlanjut, penurunan harga minyak mentah atau crude oil ini bisa berpengaruh terhadap beban subsidi yang berkurang,” jelasnya kepada Jawa Pos, kemarin.

Bhima mengimbau pemerintah harus bisa lebih tegas dalam bersikap, terutama jika ingin melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Aturan, mekanisme, maupun kriteria kendaraan apa saja yang boleh dan tidak boleh mengkonsumsi BBM bersubsidi harus jelas.

Namun, jika pemerintah jadi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, maka bansos yang disiapkan juga harus mumpuni. “Karena ada ketidakjelasan, pemerintah ini seperti ping pong ke sana kemari, akibatnya terjadi antrean yang justru mempercepat BBM habis. Ini karena komunikasi pemerintah yang tidak clear terkait harga BBM,” urainya.

Bhima mengingatkan, sebelum ada isu kenaikan harga BBM bersubsidi, beban hidup masyarakat sudah sangat berat. Terutama jika dikaitkan dengan inflasi karena kenaikan harga bahan pangan.

Di saat yang sama, dinamika inflasi inti (core inflation) masih minim dan hal itu notabene menjadi cerminan permintaan yang masih kecil. Sehingga, jika ada kenaikan harga BBM bersubsidi tentu akan makin menambah beban hidup masyarakat.

Dia juga menyoroti alokasi bansos yang mencapai Rp24 triliun yang disebutnya terbilang kecil. Jumlah itu tentu tidak cukup mengkompensasi beban yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. “Harus ada ketegasan juga, jangan semua menteri berbicara. Harusnya cukup menteri ESDM atau ibu Menkeu saja, selain itu lebih baik jangan. Ini yang terjadi Menko Marinves berbicara, Kepala BKPM/Menteri Investasi bicara juga. Akibatnya malah bisa dimanfaatkan oleh bisnis penimbunan di tengah antrean yang terjadi, ini yang memberatkan Pertamina dan APBN karena ping pong kebijakan yang tidak clear,” jelas Bhima.

Lalu, apakah harga BBM bersubsidi akan naik? Sejauh ini pemerintah belum tegas mengumumkan. Presiden Joko Widodo memilih untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) BBM kepada 20,6 juta masyarakat tidak mampu dan 16 juta pekerja. Kemarin (1/9), Jokowi mengumumkan bahwa belum ada ketok palu soal harga anyar BBM. “Semuanya masih pada proses dihitung,” ungkapnya.

Dia menambahkan, pemerintah tidak ingin gegabah. Untuk itu perlu kalkulasi yang tepat. “Dengan penuh kehati-hatian ya,” bebernya.

Sementara, Presiden PKS Ahmad Syaikhu secara tegas menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Penolakan dilakukan karena kebijakan itu bakal menurunkan daya beli masyarakat dan akan menambah jumlah orang miskin. “Berangkat dari jeritan hati dan suara rakyat, demi menyuarakan rasa keadilan rakyat, DPP PKS menyatakan dengan tegas menolak kebijakan kenaikan harga BBM dan Solar Bersubsidi. Semoga pemerintah meninjau kembali rencana kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Rakyat membutuhkan keberpihakan dan kepedulian yang nyata dari Pemimpinnya,” kata Syaikhu dalam pernyataannya, Kamis (1/9).

Menurut Syaikhu, mereka yang terkena dampak merupakan masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih pasca pandemi. Seperti di antaranya tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang bakso, supir truk dan angkot, buruh, UMKM, emak-emak, pelajar, petani, peternak, nelayan dan elemen masyarakat lainnya akan menjerit. “Mereka akan terpukul ekonominya dan sulit bangkit kembali dari keterpurukan,” tegas Syaikhu.

Kenaikan harga pangan dan energi secara langsung akan berdampak pada meningkatnya jumlah orang miskin. Karena mayoritas masyarakat kita berada dalam kategori rentan miskin. Sedikit saja ada guncangan ekonomi akibat kenaikan harga BBM, maka itu akan membuat mayoritas masyarakat rentan miskin tersebut menjadi miskin.

Syaikhu menjelaskan, saat ini rakyat masih berjuang bangkit kembali setelah terdampak secara ekonomi akibat Pandemi Covid-19. Tapi ironisnya, pemerintah justru akan menaikkan harga BBM dan solar bersubsidi. “Kebijakan ini sungguh tidak berempati dengan kondisi masyarakat yang masih dalam kesulitan ekonomi,” tegas Syaikhu.

Dia menyinggung soal Ibu Kota Negara (IKN) dan proyek kereta cepat Jakarta -Bandung. Menurut Syaikhu, kenaikan harga BBM bersubsidi dan solar mengundang pertanyaan besar di benak masyarakat. “Mengapa untuk membangun IKN pemerintah ada dana? Namun, untuk memastikan harga BBM tetap terjangkau sebagai kebutuhan mendasar justru tidak sanggup?,” paparnya.

Buruh Sumut Bakal Gelar Aksi

Penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi juga disuarakan kaum buruh di Sumut. Partai Buruh bersama Serikat Pekerja Serikat Buruh (SPSB), petani, nelayan dan rakyat miskin kota se-Sumatera Utara dan elemen rakyat lainnya, berencana menggelar aksi besar-besaran di Kantor Gubsu dan gedung DPRD Sumut pada Selasa (6/9), pekan depan.

Ketua Exco Partai Buruh Sumut, Willy Agus Utomo mengaku akan mengerahkan seribuan buruh dan elemen lainnya pada aksi tersebut. “Kami sangat kecewa, pemerintah tidak punya hati nurani. Jika benar menaikan harga Pertalite Rp10 Ribu, kebijakan itu sangat memiskinkan rakyat. Kami tegas menolak,” kata Willy kepada wartawan, Kamis (1/9).

Dia mengungkapkan, rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dapat mengancam kehidupan para buruh dan pekerja, yang hanya mendapat kenaikan gaji 1 persen setiap tahunnya. Bahkan, di tahun ini Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan hanya menaikkan upah minimum sebesar 1,09 persen. Untuk 2023 pun kenaikan upah diprediksi sama dengan 2022 yang mengacu pada Pasal 26 PP Nomor 36/2021. “Apabila harga BBM dipaksa naik akan memicu peningkatan inflasi dan berujung pada terpukulnya daya beli rakyat kecil seperti buruh, petani, dan nelayan,” ungkapnya.

BBM Nonsubsidi Turun Harga

Sementara, di tengah kabar bakal naiknya harga BBM bersubsidi, Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian berupa penurunan harga untuk produk bahan bakar khusus (BBK) yang merupakan BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax Turbo, dan Dexlite Series. Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara, Taufikurachman menjelaskan, mekanisme penyesuaian harga BBM nonsubsidi ini kembali dilakukan.

Menurutnya, harga BBM nonsubsidi saat ini cukup fluktuatif, mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas, terutama harga minyak dunia dan Indonesian Crude Price (ICP). Penyesuian harga mengimplementasikan regulasi Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

“Penyesuaian harga BBM Pertamax Turbo dan Dex Series merupakan komitmen Pertamina memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Sekaligus, upaya kami mendorong masyarakat untuk dapat menggunakan produk-produk BBM Pertamina yang berkualitas dengan nilai angka oktan dan cetane yang tinggi, serta lebih ramah lingkungan,” kata Taufikurachman, Kamis (1/9).

Khusus di Sumut, harga Pertamax Turbo (RON 98) ada penyesuaian harga dari yang Rp18.250 per liter menjadi Rp16.250 per liter, Pertamina Dex (CN 53) dari Rp19.250 per liter menjadi Rp17.750 per liter. Sedangkan untuk Dexlite disesuaikan menjadi Rp17.450 per liter dari yang sebelumnya diangka Rp18.150 per liter. (dee/lyn/jpc/dwi/gus/adz)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/