30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Soal Motif Kasus Novel Baswedan, Pengamat: Pelaku Salah Artikan Jiwa Korsa

PELAKU: Seorang pelaku tersangka penyiram Novel Basweda di giring. 
JPNN
PELAKU: Seorang pelaku tersangka penyiram Novel Basweda di giring. JPNN

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penyerangan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan diduga dilatarbelakangi oleh ketidaksukaan pribadi. Sebab, pelaku penyiraman yang juga rekan sesama polisi sempat menuding Novel seorang pengkhianat.

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai penyerangan kepada Novel merupakan tindakan di luar batas. Bahkan dia menganggap sang oknum polisi tersebut melontarkan kata pengkhianat sebagai bentuk jiwa korsa Polri. “Tentu saja implementasi yang benar dari jiwa korsa tak seperti itu,” kata Khairul kepada wartawan, Kamis (2/1).

Dia menilai jiwa korsa memang penting dimiliki oleh seorang anggota polri. Namun, pada penerapannya harus sesuai. Sehingga melambangkan sebuah kebenaran. “Masalahnya adalah penerapan yang membabi-buta. Wajar saja, indoktrinasi dan ideologisasi memang tak membutuhkan keberpikiran,” imbuhnya.

Khairul menyebut jiwa korsa kemudian ditangkap semata-mata soal keseragaman, kekompakan dan solidaritas. Tanpa melihat, apalagi menelaah kondisi objektif secara kritis. “Pokoknya hantam dulu, sikat dulu. Apalagi ketika ada keyakinan bahwa kehormatan korps telah tercoreng, lembaga telah dipermalukan,” ucapnya.

Apalagi, menurutnya, jika korbannya dianggap sebagai bagian dari dirinya, maka cap pengkhianat langsung melekat, tanpa melihat duduk perkara. “Dan pembalasan atau penghukuman dianggap layak dan setimpal dilakukan pada siapapun yang telah mempermalukan, menghina apalagi mengkhianati,” terangnya.

Lebih lanjut Khairul mengatakan, Jiwa korsa selalu menjadi klaim dan pembenaran ketika suatu peristiwa, entah itu bentrok antarsatuan, antarinstitusi, bahkan kekerasan yang melibatkan personel-personel satuan tertentu terhadap pihak di luar kesatuannya atau bahkan masyarakat umum.

“Tentunya jangankan perbuatan yang jelas tindak pidana seperti peyiraman air keras ini, jiwa korsa mestinya bahkan tak membuat pelanggaran disiplin atas nama solidaritas dan kekompakan dapat ditolerir,” pungkasnya.

Sebelumnya, 2 tersangka penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, RM dan RB dipindahkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya ke Rutan Bareskrim Polri. Keduanya terlihat keluar dari Polda Metro Jaya sekitar pukul 14.35 WIB.

Dua tersebut tersebut terlihat mengenakan rompi tahanan berwarna orange. Tangan kedua terborgol rapat. Sejumlah aparat kepolisian tampak mengawal pemindakan tahanan tersebut. Tak banyak kata yang dilontarkan oleh mereka saat diserbu pertanyaan oleh awak media. Mereka langsung bergegas diring ke mobil petugas. Namun, RB sempat berujar bahwa dia tega menyerang Novel atas dasar ketidaksukaan.

“Tolong di catat saya enggak suka sama Novel karena dia pengkhianat,” kata RB, Sabtu (28/12). Namun, dia tak menjelaskan kata pengkhianat yang diucapkannya. (jpnn/btr)

PELAKU: Seorang pelaku tersangka penyiram Novel Basweda di giring. 
JPNN
PELAKU: Seorang pelaku tersangka penyiram Novel Basweda di giring. JPNN

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penyerangan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan diduga dilatarbelakangi oleh ketidaksukaan pribadi. Sebab, pelaku penyiraman yang juga rekan sesama polisi sempat menuding Novel seorang pengkhianat.

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai penyerangan kepada Novel merupakan tindakan di luar batas. Bahkan dia menganggap sang oknum polisi tersebut melontarkan kata pengkhianat sebagai bentuk jiwa korsa Polri. “Tentu saja implementasi yang benar dari jiwa korsa tak seperti itu,” kata Khairul kepada wartawan, Kamis (2/1).

Dia menilai jiwa korsa memang penting dimiliki oleh seorang anggota polri. Namun, pada penerapannya harus sesuai. Sehingga melambangkan sebuah kebenaran. “Masalahnya adalah penerapan yang membabi-buta. Wajar saja, indoktrinasi dan ideologisasi memang tak membutuhkan keberpikiran,” imbuhnya.

Khairul menyebut jiwa korsa kemudian ditangkap semata-mata soal keseragaman, kekompakan dan solidaritas. Tanpa melihat, apalagi menelaah kondisi objektif secara kritis. “Pokoknya hantam dulu, sikat dulu. Apalagi ketika ada keyakinan bahwa kehormatan korps telah tercoreng, lembaga telah dipermalukan,” ucapnya.

Apalagi, menurutnya, jika korbannya dianggap sebagai bagian dari dirinya, maka cap pengkhianat langsung melekat, tanpa melihat duduk perkara. “Dan pembalasan atau penghukuman dianggap layak dan setimpal dilakukan pada siapapun yang telah mempermalukan, menghina apalagi mengkhianati,” terangnya.

Lebih lanjut Khairul mengatakan, Jiwa korsa selalu menjadi klaim dan pembenaran ketika suatu peristiwa, entah itu bentrok antarsatuan, antarinstitusi, bahkan kekerasan yang melibatkan personel-personel satuan tertentu terhadap pihak di luar kesatuannya atau bahkan masyarakat umum.

“Tentunya jangankan perbuatan yang jelas tindak pidana seperti peyiraman air keras ini, jiwa korsa mestinya bahkan tak membuat pelanggaran disiplin atas nama solidaritas dan kekompakan dapat ditolerir,” pungkasnya.

Sebelumnya, 2 tersangka penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, RM dan RB dipindahkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya ke Rutan Bareskrim Polri. Keduanya terlihat keluar dari Polda Metro Jaya sekitar pukul 14.35 WIB.

Dua tersebut tersebut terlihat mengenakan rompi tahanan berwarna orange. Tangan kedua terborgol rapat. Sejumlah aparat kepolisian tampak mengawal pemindakan tahanan tersebut. Tak banyak kata yang dilontarkan oleh mereka saat diserbu pertanyaan oleh awak media. Mereka langsung bergegas diring ke mobil petugas. Namun, RB sempat berujar bahwa dia tega menyerang Novel atas dasar ketidaksukaan.

“Tolong di catat saya enggak suka sama Novel karena dia pengkhianat,” kata RB, Sabtu (28/12). Namun, dia tak menjelaskan kata pengkhianat yang diucapkannya. (jpnn/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/