Site icon SumutPos

Viostin DS Mengandung DNA Babi

SUMUTPOS.CO – Sejak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) merilis Viostin DS dan Enzyplex mengandung deoxyribosenucleic acid (DNA) babi, sejumlah apotek di Kota Medan tak lagi menjual kedua produk suplemen tersebut. Sejumlah apotek di seputaran Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan, tidak lagi memajang Viostin DS dan Enzyplex.

“Ya, semenjak berita kemarin itu, kita juga sudah mendapat surat edaran dari distributor untuk tidak menjual barang. Katanya produk itu mau ditarik, semenjak ada informasi kandungan DNA babi di dalamnya,” ungkap seorang apoteker yang tak mau menyebut indetitasnya, kepada Sumut Pos, Jumat (2/1). Meski tak lagi dipajang, stok barang sebenarnya masih ada, tapi tidak dijual lagi.

Demikian juga di apotek-apotek di Jalan Setia Budi, Tanjungrejo, Medan. Apotek dengan nama toko berawal P ini sudah tidak menjual dua jenis produk suplemen makanan itu lagi. Pihak apotek mengaku, mereka tak mau cari masalah. “Penjualannya juga berkurang. Sejak kemarin, sudah tak ada lagi yang datang untuk membeli,” kata wanita keturunan Tionghoa, pemilik apotek.

Terkait temuan suplemen mengandung dna babi ini, Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menilai, itu menjadi tamparan telak buat pemerintah. “Fakta ini menjadi bukti selama ini BBPOM dan Kemenkes tidak melakukan pengawasan produk obat-obatan yang beredar di pasaran. Viostin DS dan Enzyplex yang mengandung DNA babi harusnya menjadi tamparan telak bagi pejabat di BBPOM dan Kemenkes,” kata Sekretaris LAPK Sumut, Pandian Adi Siregar kepada Sumut Pos, Jumat (2/2).

Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah melakukan kriminalisasi terhadap pelaku usaha makanan dan obat-obatan nakal. Seperti contoh kasus soal adanya kandungan DNA babi. Seharusnya produsen yang menyalah ini tak cuma diberi sanksi andministrasi, tapi juga sanksi pidana. “Pemerintah dinilai tidak tegas dalam memberikan sanksi yang hanya melakukan penarikan barang tetapi tidak pernah mempertimbangkan konsumen jadi korban. Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan tidak pernah dilakukan sehingga sangat tidak berkeadilan karena konsumen tidak mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dialami,” ketusnya.

Pandian menyebut, langkah pemerintah yang hadir ketika ada masalah sungguh melanggar logika perlindungan negara terhadap rakyat. Bagaimana negara membiarkan rakyatnya menjadi korban “praktik curang” pelaku usaha obat dan makanan. “Pemerintah kecolongan melakukan pengawasan bahkan mengeluarkan izin Viostin DS dan Enzyplek atau produk lainnya, karena pemerintah selama ini bekerja berbasis anggaran dan di beberapa kesempatan kritik yang diajukan publik lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah karena keterbatasan jumlah SDM dan anggaran,” ujarnya.

Bahkan, lanjutnya, BBPOM dan Kemenkes selama ini bertindak hanya ‘sekadar tukang tandatangan’ dalam menerbitkan izin produk obat-obatan tanpa melakukan kajian dan mengevaluasi produk yang diterbitkan izinnya.

Agar permasalahan ini tidak terjadi lagi, LAPK menegaskan, pemerintah harus melakukan evaluasi secara periodik terhadap produk yang telah diterbitkan izinnya. “Bisa jadi dalam permohonan izin, pelaku usaha mematuhi uji kelayakan sebuah produk tetapi setelah diproduksi, dilakukan penyimpangan seperti yang terjadi pada Viostin DS dan Enzyplex. BBPOM dan Kemenkes harus turun langsung menguji sampel produk bukan malah menunggu pelaku usaha yang penuh kesadaran diri menguji produknya,” tegasnya.

Selain itu, pendekatan pemidanaan akan menjadi solusi terbaik terhadap pelaku usaha yang memasukkan zat yang dilarang dalam makanan dan obat-obatan. “Dalam hal ini, DNA babi dalam Viostin DS dan Enzyplex juga harus dipidana bukan karena berbahaya, tetapi adanya unsur penipuan informasi yang dilakukan pelaku usaha sehingga tubuh konsumen terkontaminasi dengan zat yang tidak seharusnya masuk dalam tubuhnya,” pungkasnya.

Sementara MUI Kota Medan telah mengeluarkan imbauan kepada umat Islam agar tidak mengkonsumsi kedua suplemen yang mengandung DNA babi itu. “Kita sudah mengimbau umat Islam untuk tidak mengkonsumsi jenis obat-obatan dan lainnya yangg tidak disertifikasi halal, khususnya Viostin DS. Karena itu berbahaya,” kata Ketua MUI Kota Medan, Prof M Hatta kepada Sumut Pos, kemarin.

Pihaknya juga meminta umat untuk tidak mudah terpedaya oleh iklan melalui media yang ada. Sebab, selama ini iklan membuat masyarakat tertarik mengkonsumsi satu produk, tanpa melihat halal atau haram. “Kami juga meminta kepada perusahaan yang memproduksi untuk segera meminta maaf, khusus kepada umat Islam dan menarik seluruh obat yang sudah beredar. Pemerintah harus melakukan tindakan tegas,” tegasnya.

Sebelumnya, pada Rabu (31/1) lalu, BPOM merilis dua suplemen yang mengandung DNA babi. Hal itu berdasarkan hasil pengujian sampel uji rujuk suplemen dari Balai Besar POM Mataram kepada Balai POM di Palangkaraya. ”Sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H, dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101,” tutur Penny Lukito Kepala BPOM.

Dia menjelaskan, jika sebelum menyatakan bahwa dua suplemen makanan itu mengandung DNA babi, pihak BBPOM mengambil sampel produk yang sudah beredar di pasaran atau post market vigilance. Selanjutnya sampel tersebut diuji di laboratorium.

Pengujian yang dilakukan memang untuk melihat adanya kandungan babi. Berdasarkan uji parameter DNA babi, ditemukan bahwa produk tersebut terbukti positif mengandung DNA babi.

Melihat hal itu, BPOM telah menginstruksikan PT Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan distribusi produk dengan nomor bets tersebut. Penny telah menerima laporan jika PT Pharos Indonesia telah menarik seluruh produk Viostin DS dengan NIE POM SD.051523771 dan nomor bets BN C6K994H dari pasaran. Begitu juga dengan PT Mediafarma Laboratories. ”Sebagai langkah antisipasi dan perlindungan konsumen, Badan POM RI menginstruksikan Balai Besar atau Balai POM di seluruh Indonesia untuk terus memantau,” ucapnya.

Selain itu jika menemukan produk yang tidak mematuhi ketentuan, termasuk positif DNA babi, maka harus ditarik. Apalagi yang tidak mencantumkan peringatan jika mengandung DNA babi. ”Badan POM RI secara rutin melakukan pengawasan terhadap keamanan, khasiat atau manfaat, dan mutu produk,” beber Penny.

Sementara itu, Menkes Nila F Moeloek tidak banyak berkomentar atas temuan BPOM tersebut. ’’Saya sudah menghubungi Kepala BPOM untuk minta klarifikasi. Masih akan saya pelajari dulu,’’ terangnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin. Mengingat, kasus tersebut juga ada kemungkinan bersinggungan dengan kewenangan kementeriannya.

Nila mengaku kaget atas temuan BPOM tersebut. Kedua jenis suplemen itu sudah beredar sejak lama. Namun, tiba-tiba sekarang dilarang oleh BPOM. Apalagi, dia juga pernah mengonsumsi suplemen tersebut beberapa tahun silam, dan merasa puas dengan kualitasnya.

Sementara, produsen Viostin DS akhirnya memberikan pernyataan mengenai surat yang dikeluarkan BPOM terkait kandungan DNA babi dalam produknya. Chondroitin Sulfat yang dipasok dari luar negeri diduga menjadi biangnya. Direktur Komunikasi Korporat PT Pharos Indonesia Ida Nurtika mengatakan, pihaknya sudah melakukan penelusuran sumber kontaminasi. Kontaminasi itu menyebabkan adanya DNA babi pada Viostin DS dengan izin edar nomor SD051523771. ”Beberapa sumber dugaan, dari mulai lokasi produksi jadi, kualitas bahan baku, tempat penyimpanan bahan baku, produsen bahan baku, dan juga yang lain yang memungkinkan terjadi kontaminasi,” katanya menjelaskan penelusuran terhadap sumber kontaminan DNA babi.

”Kami menemukan, salah satu bahan baku pembuatan Viostin DS, Chondroitin Sulfat, yang kami datangkan dari pemasok luar negeri dan digunakan untuk produksi bets tertentu, belakangan diketahui mengandung kontaminan,” kata imbuh Ida.

Menurut Ida, sebenarnya kabar bahwa ada produknya yang terdapat kontaminasi DNA babi sudah dia dapat sejak akhir November lalu. Pemberitahuan itu diumumkan langsung oleh BPOM. Sejak saat itu diintruksikan untuk menarik Viostin DS dengan izin edar nomor SD051523771.

Selain itu mereka juga telah menghentikan produksi dan penjualan produk Viostin DS. Hal itu sesuai dengan intruksi dari BPOM. Produk yang sudah diamankan pun dimusnahkan. Harapannya tidak akan digunakan lagi. “Kami telah menyiapkan alternatif pemasok bahan baku dari negara lain yang telah bersertifikat halal di negara asalnya, dan telah lulus uji Polymerase Chain Reaction (PCR),” jelasnya. Hal itu dilakukan agar tidak ada lagi kontaminasi DNA babi.

Kasus suplemen mengandung DNA babi ini mencuat karena adanya surat dari BBPOM Mataram kepada BBPOM Palangkaraya yang bocor. Pada 30 Januari lalu, BPOM menbenarkan. Selain Viostin DS, sumplemen lain yang mengandung DNA babi menurut uji yang dilakukan BBPOM Mataram adalah Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101. (lyn/byu/jpg/dvs/ain/adz)

Exit mobile version