28 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Megawati-SBY Gagal Bertemu

sby-megaSUMUTPOS.CO- Kekalahan Koalisi Indonesia Hebat yang menjadi pendukung Jokowi-JK dalam pemilihan paket pimpinan DPR 2014-2019 adalah yang keempat kalinya pasca-proses Pilpres 2014 bergulir. Kekalahan koalisi yang hanya diisi oleh empat parpol (lolos ke DPR) ini tak akan mungkin terjadi apabila Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu.

Demikia analisis pakar komunikasi politik Heri Budianto di Jakarta, Kamis (2/10), menyikapi parpol Koalisi Indonesia Hebat yang tidak mendapat kursi pimpinan DPR.

“Jika Bu Mega dan Pak SBY sudah dipertemukan jauh-jauh hari, PDIP dan koalisi tidak akan mengalami kegagalan bertubi-tubi seperti ini,” ujar Heri.

Heri mencatat, setidaknya tiga kegagalan lain yang dialami koalisi pendukung Jokowi-JK, yakni terkait dengan pengesahan Undang-undang MD3, Tata Tertib DPR, dan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Rentetan kegagalan itu, kata Heri, bukanlah peristiwa politik yang tiba-tiba muncul.

“Ini merupakan kronologi politik yang sudah berjalan sejak lama. Kekalahan kali keempat yang dialami oleh koalisi pemerintahan terpilih Jokowi-JK di paripurna DPR menunjukkan kubu Koalisi Indonesia Hebat ini lamban dalam merespons sinyal politik dan dinamika yang berkembang,” kata dia.

Jika PDIP bisa mendesak Megawati sejak dulu untuk membuka ruang komunikasi politik terhadap elite parpol kubu Koalisi Merah Putih, kata Heri, maka peta politik akan berubah. “Termasuk berkomunikasi kepada Presiden SBY,” imbuhnya.

Menurut Heri, saat ini sudah terlambat bagi koalisi Jokowi-JK untuk menarik Partai Demokrat bergabung dalam koalisi di parlemen. Pasalnya, Demokrat sudah menunjukkan sikap merapat ke Koalisi Merah Putih.

Politikus PDIP Pramono Anung mengungkapkan Megawati Soekarnoputri sudah membuka jalur komunikasi dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, SBY. Menurut dia, Mega sudah mengutus tim yang terdiri dari Jokowi, JK, Puan Maharani dan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh meminta waktu untuk bertemu. “Jadi bukan ibu Mega yang tidak mau bertemu,” elak Pramono, Kamis (2/10) dini hari.

Ketua DPP PDIP Puan Maharani juga membantah pihaknya menutup komunikasi dengan SBY. Puan justru menyebut SBY lah yang enggan berkomunikasi dengan PDIP. “Dari pagi saya berusaha menghubungi Pak SBY, juga melalui orang-orang dekat beliau tapi tidak direspon. Dari pagi Puan Maharani ingin bertemu Pak SBY!” ujarnya dengan suara meninggi di gedung DPR RI, Kamis (2/10) dini hari.

Puan mengaku mendapat mandat dari Mega untuk menemui SBY sebagai respons atas permintaan tersebut. Tidak hanya dirinya, presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-JK juga ikut turun tangan menyambung komunikasi dengan SBY. “Saya, Pak Jokowi, Pak JK, Pak Surya Paloh semua berusaha bertemu Pak SBY. Tapi mungkin Tuhan berkehendak lain,” tukas putri Megawati ini.

Juru Bicara DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan bahwa SBY sangat ingin bertemu dengan Megawati. Menurut Ruhut, SBY menolak jika Megawati hanya diwakili tokoh tertentu. Cara komunikasi dengan perwakilan itu, menurut dia, tak akan berjalan efektif dan dapat mengecewakan SBY.

“Pak SBY tidak ingin kehadiran Bu Megawati diwakili. Yang dikirim JK (wakil presiden terpilih Jusuf Kalla) dan SP (Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem). Inginnya bertemu langsung (Megawati) supaya lebih tulus,” kata Ruhut, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (2/10).

“Pak SBY ini santun, tapi tetap manusia. Kurang merendah apa? Pak SBY kan presiden. Dia ingin ketemu Bu Megawati, tapi Megawati-nya itu yang begitu,” tambahnya.

Selain itu, Ruhut juga menyarankan Megawati atau pihak yang mewakili PDI-P tidak mengajak bertemu hanya pada saat-saat genting. “Pak SBY pasti bersedia, tapi jangan mau ketemu pas SOS saja, ya tidak baik juga kalau begitu,” pungkas Ruhut.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, menyebutkan, penyebab utama kesulitan PDI-P mengajak Partai Demokrat berkoalisi adalah kegagalan upaya mengharmonisasi hubungan antara Mega dan SBY sebagai veto player di kedua partai tersebut. ”Hal ini menyebabkan jarak psikologis yang mengganggu proses komunikasi dan hubungan yang diwarnai praduga-praduga di masa lalu,” katanya.

Menurut Yunarto, PDIP sepertinya masih membutuhkan waktu untuk memahami posisi barunya. Posisi barunya saat ini membutuhkan sikap dan perilaku yang berbeda. Pada saat yang sama, Demokrat juga seperti masih mengalami ‘kejutan’ budaya sebagai partai yang mengalami kekalahan. Padahal, politik itu seni untuk mengelola berbagai kemungkinan.

”Perlu disiapkan berbagai skenario kemungkinan dan karena itu juga ada rencana mitigasinya. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila koalisi Jokowi-JK, terutama PDIP, mulai melepaskan diri dari ketergantungan berlebih pada sosok Mega dan memberdayakan orang-orang terbaiknya dalam melakukan lobi politik,” ungkapnya. (dil/jpnn/bbs/val)

sby-megaSUMUTPOS.CO- Kekalahan Koalisi Indonesia Hebat yang menjadi pendukung Jokowi-JK dalam pemilihan paket pimpinan DPR 2014-2019 adalah yang keempat kalinya pasca-proses Pilpres 2014 bergulir. Kekalahan koalisi yang hanya diisi oleh empat parpol (lolos ke DPR) ini tak akan mungkin terjadi apabila Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu.

Demikia analisis pakar komunikasi politik Heri Budianto di Jakarta, Kamis (2/10), menyikapi parpol Koalisi Indonesia Hebat yang tidak mendapat kursi pimpinan DPR.

“Jika Bu Mega dan Pak SBY sudah dipertemukan jauh-jauh hari, PDIP dan koalisi tidak akan mengalami kegagalan bertubi-tubi seperti ini,” ujar Heri.

Heri mencatat, setidaknya tiga kegagalan lain yang dialami koalisi pendukung Jokowi-JK, yakni terkait dengan pengesahan Undang-undang MD3, Tata Tertib DPR, dan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Rentetan kegagalan itu, kata Heri, bukanlah peristiwa politik yang tiba-tiba muncul.

“Ini merupakan kronologi politik yang sudah berjalan sejak lama. Kekalahan kali keempat yang dialami oleh koalisi pemerintahan terpilih Jokowi-JK di paripurna DPR menunjukkan kubu Koalisi Indonesia Hebat ini lamban dalam merespons sinyal politik dan dinamika yang berkembang,” kata dia.

Jika PDIP bisa mendesak Megawati sejak dulu untuk membuka ruang komunikasi politik terhadap elite parpol kubu Koalisi Merah Putih, kata Heri, maka peta politik akan berubah. “Termasuk berkomunikasi kepada Presiden SBY,” imbuhnya.

Menurut Heri, saat ini sudah terlambat bagi koalisi Jokowi-JK untuk menarik Partai Demokrat bergabung dalam koalisi di parlemen. Pasalnya, Demokrat sudah menunjukkan sikap merapat ke Koalisi Merah Putih.

Politikus PDIP Pramono Anung mengungkapkan Megawati Soekarnoputri sudah membuka jalur komunikasi dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, SBY. Menurut dia, Mega sudah mengutus tim yang terdiri dari Jokowi, JK, Puan Maharani dan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh meminta waktu untuk bertemu. “Jadi bukan ibu Mega yang tidak mau bertemu,” elak Pramono, Kamis (2/10) dini hari.

Ketua DPP PDIP Puan Maharani juga membantah pihaknya menutup komunikasi dengan SBY. Puan justru menyebut SBY lah yang enggan berkomunikasi dengan PDIP. “Dari pagi saya berusaha menghubungi Pak SBY, juga melalui orang-orang dekat beliau tapi tidak direspon. Dari pagi Puan Maharani ingin bertemu Pak SBY!” ujarnya dengan suara meninggi di gedung DPR RI, Kamis (2/10) dini hari.

Puan mengaku mendapat mandat dari Mega untuk menemui SBY sebagai respons atas permintaan tersebut. Tidak hanya dirinya, presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-JK juga ikut turun tangan menyambung komunikasi dengan SBY. “Saya, Pak Jokowi, Pak JK, Pak Surya Paloh semua berusaha bertemu Pak SBY. Tapi mungkin Tuhan berkehendak lain,” tukas putri Megawati ini.

Juru Bicara DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan bahwa SBY sangat ingin bertemu dengan Megawati. Menurut Ruhut, SBY menolak jika Megawati hanya diwakili tokoh tertentu. Cara komunikasi dengan perwakilan itu, menurut dia, tak akan berjalan efektif dan dapat mengecewakan SBY.

“Pak SBY tidak ingin kehadiran Bu Megawati diwakili. Yang dikirim JK (wakil presiden terpilih Jusuf Kalla) dan SP (Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem). Inginnya bertemu langsung (Megawati) supaya lebih tulus,” kata Ruhut, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (2/10).

“Pak SBY ini santun, tapi tetap manusia. Kurang merendah apa? Pak SBY kan presiden. Dia ingin ketemu Bu Megawati, tapi Megawati-nya itu yang begitu,” tambahnya.

Selain itu, Ruhut juga menyarankan Megawati atau pihak yang mewakili PDI-P tidak mengajak bertemu hanya pada saat-saat genting. “Pak SBY pasti bersedia, tapi jangan mau ketemu pas SOS saja, ya tidak baik juga kalau begitu,” pungkas Ruhut.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, menyebutkan, penyebab utama kesulitan PDI-P mengajak Partai Demokrat berkoalisi adalah kegagalan upaya mengharmonisasi hubungan antara Mega dan SBY sebagai veto player di kedua partai tersebut. ”Hal ini menyebabkan jarak psikologis yang mengganggu proses komunikasi dan hubungan yang diwarnai praduga-praduga di masa lalu,” katanya.

Menurut Yunarto, PDIP sepertinya masih membutuhkan waktu untuk memahami posisi barunya. Posisi barunya saat ini membutuhkan sikap dan perilaku yang berbeda. Pada saat yang sama, Demokrat juga seperti masih mengalami ‘kejutan’ budaya sebagai partai yang mengalami kekalahan. Padahal, politik itu seni untuk mengelola berbagai kemungkinan.

”Perlu disiapkan berbagai skenario kemungkinan dan karena itu juga ada rencana mitigasinya. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila koalisi Jokowi-JK, terutama PDIP, mulai melepaskan diri dari ketergantungan berlebih pada sosok Mega dan memberdayakan orang-orang terbaiknya dalam melakukan lobi politik,” ungkapnya. (dil/jpnn/bbs/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/