29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Siap Bongkar Nama Mafia PCR, Menteri Terlibat Harus Mundur

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Jokowi Mania (JoMan) Imanuel Ebenezer mengaku memiliki data sejumlah menteri yang bertanggung jawab urusan pengadaan PCR. Ia sangat marah setelah membaca laporan tentang persekongkolan elite dalam pengadaan alat tes PCR.

TES PCR: Petugas medis melakukan tes Covid-19 dengan metode RT-PCR.

“Data saya ada menteri terlibat. Beruntung bagi kita, Indonesia memiliki Jokowi yang cepat tanggap menurunkan harga PCR hingga di bawah 300 ribu. Di India saja bisa 200 ribu, kenapa di Indonesia tidak bisa,” ucap kata aktivis yang biasa disapa Noel itu, Selasa (2/11).

Menurut dia, para pejabat pemerintah dan konglomerat yang terlibat harus dihukum seberat-beratnya. “Satu setengah tahun lalu harga PCR mahal. Bahkan pernah di atas 1.2 juta di awal Pandemi. Sekarang terbongkar semua, ada kongsi pengusaha dan politisi cari cuan,” kata Noel itu.

Dia menegaskan dalang dan mafia bisnis kesehatan ini harus menyetop aksi cari cuan mereka. Mereka bisa berbisnis energi, tambang, sawit dll yang tidak merugikan masyarakat terdampak pandemi. “Apalagi menterinya yang terlibat. Dia harus mundur,” kata Noel.

Noel mengaku akan mempertanggungjawabkan pernyataannya ini dengan merilis nama para pejabat dan pengusaha yang bikin harga tes PCR mahal. Dirinya menegaskan akan membawa data tersebut ke lembaga hukum. “Dari kepala sampai ekor harus tanggung jawab. Siapa pun yang memiskinkan rakyat terdampak pandemik harus dihukum mati. Saya akan kawal itu apa pun resikonya,” pungas Noel.

Seperti dikeathui, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan sejumlah pejabat kabinet Presiden Jokowi seperti Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dicurigai bisnis tes PCR di Indonesia.

PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang menjadi perusahaan penyedia tes Covid di RI itu disebut didirikan Luhut dan 8 pemegang saham lainnya. Namun, Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi menegaskan tak ada konflik kepentingan dari keterlibatan Luhut di PT GSI. 

Jodi mengakui memang sebelumnya ada sejumlah pengusaha yang berniat membantu penanganan pandemi pada awal 2020. Para pengusaha tersebut mengajak Luhut mendirikan PT GSI yang fokus melayani tes Covid-19. Jodi menyampaikan PT GSI tidak pernah membagikan deviden, termasuk untuk Luhut. Keuntungan digunakan untuk menggelar tes Covid-19 gratis secara massal. “GSI ini tujuannya bukan untuk mencari profit bagi para pemegang saham. Sesuai namanya, GSI ini Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial,” ujar Jodi.

Sedangkan beredar kabar terkait Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terlibat dalam bisnis tes PCR, hal itu ditepis oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Menurutnya, isu tersebut sangat tendensius.”Isu bahwa pak Erick bermain tes PCR itu isunya sangat tendensius. Bisa kita lihat dari data, sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (2/11).

Sementara PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang dikaitkan ada keterlibatan Erick Thohir tersebut, tes PCR yang dilakukan sebanyak 700 ribu. “Jadi bisa dikatakan hanya 2,5 persen dari total tes PCR yang sudah dilakukan di Indonesia, hanya 2,5 persen jadi 97,5 persen lainnya dilakukan pihak lain,” ucapnya.

Arya menekankan, jika ada pihak yang mengatakan Erick Thohir terlibat permainan bisnis PCR sangat aneh. “Jadi kalau dikatakan bermain, kan lucu ya, 2,5 persen gitu. Kalau mencapai 30 persen, 50 persen itu oke lah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main. Tapi hanya 2,5 persen,” ucapnya.

Kemudian, Arya melanjutkan, dalam tubuh GSI sendiri, memang ada yayasan perusahaan besar yaitu Adaro sebagai pemegang saham. Namun, hal tersebut merupakan bentuk kemanusiaan karena sahamnya hanya 6 persen. “Jadi bayangkan, GSI itu hanya 2,5 persen melakukan tes PCR di Indonesia, setelah itu Yayasan kemanusiaan Adaronya hanya 6 persen. Jadi bisa dikatakan yayasan kemanusiaan Adaro ini sangat minim berperan di tes PCR,” jelasnya.

Kemudian dalam yayasan kemanusiaan Adaro ini, Arya menambahkan, Erick Thohir sejak menjabat sebagai menteri sudah tidak aktif lagi pada urusan bisnis dan yayasan.”Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR jauh sekali. Jadi jangan tendensius seperi itu kita harus lebih clear melihat semua,” pungkasnya.

Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR Achmad Baidowi alias Baidowi, mendesak agar dugaan keterlibatan pejabat pemerintah dalam bisnis tes PCR untuk dibuka ke publik.

“Harus diungkap secara gamblang benar tidaknya, apakah kemudian pejabat itu melanggengkan ada kepentingan bisnis di balik itu. Kalau kemudian publik mencurigai, ya wajar publik curiga. kecurigaan publik harus dijawab secara profesional, benar atau tidak yang dicurigai publik,” ujar Awiek kepada wartawan, Selasa (2/11).

Anggota Komisi VI DPR ini menuturkan, wajar masyarakat punya kecurigaan bahwa tes PCR ini dijadikan ladang bisnis bagi pejabat pemerintah. Hal ini lantaran berubah-ubahnya aturan pemerintah mengenai syarat penerbangan. (jpnn/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Jokowi Mania (JoMan) Imanuel Ebenezer mengaku memiliki data sejumlah menteri yang bertanggung jawab urusan pengadaan PCR. Ia sangat marah setelah membaca laporan tentang persekongkolan elite dalam pengadaan alat tes PCR.

TES PCR: Petugas medis melakukan tes Covid-19 dengan metode RT-PCR.

“Data saya ada menteri terlibat. Beruntung bagi kita, Indonesia memiliki Jokowi yang cepat tanggap menurunkan harga PCR hingga di bawah 300 ribu. Di India saja bisa 200 ribu, kenapa di Indonesia tidak bisa,” ucap kata aktivis yang biasa disapa Noel itu, Selasa (2/11).

Menurut dia, para pejabat pemerintah dan konglomerat yang terlibat harus dihukum seberat-beratnya. “Satu setengah tahun lalu harga PCR mahal. Bahkan pernah di atas 1.2 juta di awal Pandemi. Sekarang terbongkar semua, ada kongsi pengusaha dan politisi cari cuan,” kata Noel itu.

Dia menegaskan dalang dan mafia bisnis kesehatan ini harus menyetop aksi cari cuan mereka. Mereka bisa berbisnis energi, tambang, sawit dll yang tidak merugikan masyarakat terdampak pandemi. “Apalagi menterinya yang terlibat. Dia harus mundur,” kata Noel.

Noel mengaku akan mempertanggungjawabkan pernyataannya ini dengan merilis nama para pejabat dan pengusaha yang bikin harga tes PCR mahal. Dirinya menegaskan akan membawa data tersebut ke lembaga hukum. “Dari kepala sampai ekor harus tanggung jawab. Siapa pun yang memiskinkan rakyat terdampak pandemik harus dihukum mati. Saya akan kawal itu apa pun resikonya,” pungas Noel.

Seperti dikeathui, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan sejumlah pejabat kabinet Presiden Jokowi seperti Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dicurigai bisnis tes PCR di Indonesia.

PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang menjadi perusahaan penyedia tes Covid di RI itu disebut didirikan Luhut dan 8 pemegang saham lainnya. Namun, Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi menegaskan tak ada konflik kepentingan dari keterlibatan Luhut di PT GSI. 

Jodi mengakui memang sebelumnya ada sejumlah pengusaha yang berniat membantu penanganan pandemi pada awal 2020. Para pengusaha tersebut mengajak Luhut mendirikan PT GSI yang fokus melayani tes Covid-19. Jodi menyampaikan PT GSI tidak pernah membagikan deviden, termasuk untuk Luhut. Keuntungan digunakan untuk menggelar tes Covid-19 gratis secara massal. “GSI ini tujuannya bukan untuk mencari profit bagi para pemegang saham. Sesuai namanya, GSI ini Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial,” ujar Jodi.

Sedangkan beredar kabar terkait Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terlibat dalam bisnis tes PCR, hal itu ditepis oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Menurutnya, isu tersebut sangat tendensius.”Isu bahwa pak Erick bermain tes PCR itu isunya sangat tendensius. Bisa kita lihat dari data, sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (2/11).

Sementara PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang dikaitkan ada keterlibatan Erick Thohir tersebut, tes PCR yang dilakukan sebanyak 700 ribu. “Jadi bisa dikatakan hanya 2,5 persen dari total tes PCR yang sudah dilakukan di Indonesia, hanya 2,5 persen jadi 97,5 persen lainnya dilakukan pihak lain,” ucapnya.

Arya menekankan, jika ada pihak yang mengatakan Erick Thohir terlibat permainan bisnis PCR sangat aneh. “Jadi kalau dikatakan bermain, kan lucu ya, 2,5 persen gitu. Kalau mencapai 30 persen, 50 persen itu oke lah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main. Tapi hanya 2,5 persen,” ucapnya.

Kemudian, Arya melanjutkan, dalam tubuh GSI sendiri, memang ada yayasan perusahaan besar yaitu Adaro sebagai pemegang saham. Namun, hal tersebut merupakan bentuk kemanusiaan karena sahamnya hanya 6 persen. “Jadi bayangkan, GSI itu hanya 2,5 persen melakukan tes PCR di Indonesia, setelah itu Yayasan kemanusiaan Adaronya hanya 6 persen. Jadi bisa dikatakan yayasan kemanusiaan Adaro ini sangat minim berperan di tes PCR,” jelasnya.

Kemudian dalam yayasan kemanusiaan Adaro ini, Arya menambahkan, Erick Thohir sejak menjabat sebagai menteri sudah tidak aktif lagi pada urusan bisnis dan yayasan.”Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR jauh sekali. Jadi jangan tendensius seperi itu kita harus lebih clear melihat semua,” pungkasnya.

Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR Achmad Baidowi alias Baidowi, mendesak agar dugaan keterlibatan pejabat pemerintah dalam bisnis tes PCR untuk dibuka ke publik.

“Harus diungkap secara gamblang benar tidaknya, apakah kemudian pejabat itu melanggengkan ada kepentingan bisnis di balik itu. Kalau kemudian publik mencurigai, ya wajar publik curiga. kecurigaan publik harus dijawab secara profesional, benar atau tidak yang dicurigai publik,” ujar Awiek kepada wartawan, Selasa (2/11).

Anggota Komisi VI DPR ini menuturkan, wajar masyarakat punya kecurigaan bahwa tes PCR ini dijadikan ladang bisnis bagi pejabat pemerintah. Hal ini lantaran berubah-ubahnya aturan pemerintah mengenai syarat penerbangan. (jpnn/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/