JAKARTA-Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan verifikasi data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para cagub-cawagub Sumut dinilai hanya sia-sia saja, dianggap tidak ada manfaatnya sama sekali.
Pasalnya, KPK sama sekali tidak menguber darimana harta para calon pemimpin Sumut itu didapatkan. Koordinator Investigasi Forum Indonesia untuk Transpransi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, mengatakan, tidak penting berapa harga para cagub-cawagub. Yang sangat penting untuk diketahui publik adalah asal muasal harta tersebut. “Punya harta berapa triliun silakan, kita nggak ngiri. Tapi dari mana harta itu? “ cetus Uchok Sky Khadafi kepada koran ini di Jakarta.
Seperti diberitakan, KPK sejak Senin (28/1) mengirimkan tim ke rumah para cagub dan cawagub Sumut. Pada hari pertama ini, didatangi rumah Effendi Simbolon di Jakarta, dan rumah Gus Irawan di Medan.
Dari hasil verifikasi, diketahui harga Gus Irawan Rp34,9 miliar. Sedang harga Effendi mencapai Rp57,7 miliar. Padahal, data harta Effendi yang dicantumkan di LHKPN dan diserahkan KPK pada 20 November 2012 lalu hanya berkisar Rp16,8 Miliar. Dengan demikian terdapat selisih yang mencapai Rp40,9 miliar.
Sehari kemudian, giliran Cawagubsu Jumiran Abdi dan Soekirman. Jumiran Abdi diketahui memiliki harta sebanyak Rp615,9 juta. Angka ini malah lebih rendah dibanding laporan Jumiran pada November 2012 lalu yang dilaporkan Jumiran ke KPK senilai Rp671,6 juta. Sedangkan Soekirman, memiliki Rp3,9 miliar atau naik dari Rp2,8 miliar data kekayaan Soekirman pada 2008.
Pada Rabu, tim KPK kerja ekstra dengan mendatangi empat calon. Adalah Gatot Pujo Nugroho, Amri Tambunan, RE Nainggolan, dan Fadly Nurzal. Hasilnya? Gatot, persis dengan Jumiran, hartanya malah berkurang dari laporannya pada 2012. Harta Gatot kini Rp3,8 miliar, padahal Plt Gubsu itu melaporkan hartanya senilai Rp4,6 miliar. Sementara Bupati Deliserdang, Amri Tambunan, hartanya menjadi Rp8,22 miliar dari yang dilaporkannya sebanyak Rp6,34 miliar. RE dan Fadly juga menunjukkan kenaikan soal kekayaannya. RE yang melaporkan harta pada November 2012 senilai Rp1,3 miliar menjadi Rp3,1 miliar setelah diklarifikasi. Sedangkan Fadly, dari Rp3,2 miliar menjadi Rp6,3 miliar.
Uchok mengaku tidak berani menilai wajar atau tidak jumlah harta para cagub dan cawagub Sumut itu. Alasannya, ya, itu tadi, baik si calon maupun KPK, sama sekali tidak membeberkan dari mana sumber harta itu.
“KPK tidak serius. Kalau cuma angka-angka yang dipublikasikan, tidak jelas sumbernya, itu hanya membuat publik gemes,” ujar Uchok. Mestinya dibeber secara detil. Jika sumber harta dari gaji, harus disebutkan berapa gaji bulanannya. Jika punya usaha, harus disebutkan apa usahanya dan berapa pendapatan per bulannya dari usaha itu.
Diterangkan Uchok, pemeriksaan harta para cagub-cawagub itu sebenarnya bisa menjadi bagian menyeleksi calon pemimpin, mana yang korup dan mana yang tidak. Hal itu bisa diketahui jika sumber hartanya juga bisa diketahui. “Kalau sumber hartanya tak diketahui, ya sulit membedakan mana yang berjiwa penyamun dan mana yang bersih,” cetusnya.(sam)