25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

33 TKI dari Jordania Dipulangkan

JAKARTA – Selama ini pemulangan para tenaga kerja Indonesia penata laksana rumah tangga (TKI PLRT) selalu terkendala beberapa hal. Salah satunya izin dari majikan. Namun, pemerintah secara bertahap akhirnya berhasil memulangkan sejumlah TKI PLRT dari Amman, Jordania.

Kemarin (3/3), 13 orang di antara total 33 TKI PLRT yang bermasalah berhasil dipulangkan ke tanah air. “KBRI Amman berhasil memulangkan total 33 WNI TKI yang bermasalah,” ujar Direktur Informasi dan Media Kemenlu P.L.E. Priatna di Jakarta kemarin.

Priatna menuturkan, para TKI PLRT tersebut dipulangkan dalam tiga gelombang. Gelombang pertama dilakukan kemarin, memulangkan 13 TKI. Sementara itu, sebelas orang dipulangkan pada gelombang kedua pada hari ini. Gelombang ketiga, sembilan orang, akan tiba pada 5 Maret.
“Sembilan TKI yang bermasalah berhasil dipulangkan dari Amman Senin (5/3) menggunakan jasa penerbangan Emirates Airways EK 904. Rombongan tiba di Jakarta  pukul 21.35,” lanjut Priatna.

Priatna menuturkan, hingga 1 Maret, 332 orang TKI PLRT di penampungan KBRI Amman meminta perlindungan. KBRI Amman dan Kemenlu pun, lanjut dia, terus berupaya untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi TKI di Jordania yang jumlahnya terus bertambah. Menurut dia, kendala utama yang dihadapi oleh KBRI Amman adalah sistem kafalah yang berlaku di Jordania dan di Timur Tengah pada umumnya. Dengan adanya sistem tersebut, imigrasi Jordania akan mengecek pengguna jasa/majikan sebelum memberikan exit permit kepada TKI. Jika majikan tidak memberikan izin karena alasan satu dan lain hal, exit permit tidak akan dikeluarkan sehingga TKI akan tertahan di KBRI.

Umumnya, menurut Priatna, persoalan yang dihadapi KBRI di Timur Tengah adalah banyak pengguna jasa/majikan yang menahan para TKI dengan alasan kontrak belum selesai atau tuduhan pencurian. Karena itu, KBRI dan tim dari Jakarta berulang-ulang mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak terkait di Jordania untuk mengatasi masalah tersebut. “Pemerintah RI terus mengupayakan proses penyelesaian dan pemulangan TKI di Jordania dan diharapkan dalam beberapa bulan ke depan, shelter KBRI ditekan seminimal mungkin, bahkan ke arah zero shelter,” jelas Priatna.

Priatna melanjutkan, 200 di antara 332 TKI PLRT yang meminta perlindungan ke KBRI adalah mereka yang datang setelah kebijakan moratorium ke Jordania yang diterapkan pada 29 Juli 2010. Mereka dikirim oleh PPTKIS (pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta) dan individu yang tidak bertanggung jawab.

KBRI Amman mengeluarkan biaya lebih dari Rp3 miliar setiap tahun untuk biaya konsumsi para TKI yang berada di penampungan tersebut.
Sementara itu, sepanjang 2011, KBRI Amman sudah menampung, memulangkan, dan menyelesaikan 599 kasus TKI PLRT. Di antaranya, kasus gaji yang tidak dibayar, penyiksaan, pelecehan seksual, masa kerja melebihi/kurang. (ttg/jpnn)

JAKARTA – Selama ini pemulangan para tenaga kerja Indonesia penata laksana rumah tangga (TKI PLRT) selalu terkendala beberapa hal. Salah satunya izin dari majikan. Namun, pemerintah secara bertahap akhirnya berhasil memulangkan sejumlah TKI PLRT dari Amman, Jordania.

Kemarin (3/3), 13 orang di antara total 33 TKI PLRT yang bermasalah berhasil dipulangkan ke tanah air. “KBRI Amman berhasil memulangkan total 33 WNI TKI yang bermasalah,” ujar Direktur Informasi dan Media Kemenlu P.L.E. Priatna di Jakarta kemarin.

Priatna menuturkan, para TKI PLRT tersebut dipulangkan dalam tiga gelombang. Gelombang pertama dilakukan kemarin, memulangkan 13 TKI. Sementara itu, sebelas orang dipulangkan pada gelombang kedua pada hari ini. Gelombang ketiga, sembilan orang, akan tiba pada 5 Maret.
“Sembilan TKI yang bermasalah berhasil dipulangkan dari Amman Senin (5/3) menggunakan jasa penerbangan Emirates Airways EK 904. Rombongan tiba di Jakarta  pukul 21.35,” lanjut Priatna.

Priatna menuturkan, hingga 1 Maret, 332 orang TKI PLRT di penampungan KBRI Amman meminta perlindungan. KBRI Amman dan Kemenlu pun, lanjut dia, terus berupaya untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi TKI di Jordania yang jumlahnya terus bertambah. Menurut dia, kendala utama yang dihadapi oleh KBRI Amman adalah sistem kafalah yang berlaku di Jordania dan di Timur Tengah pada umumnya. Dengan adanya sistem tersebut, imigrasi Jordania akan mengecek pengguna jasa/majikan sebelum memberikan exit permit kepada TKI. Jika majikan tidak memberikan izin karena alasan satu dan lain hal, exit permit tidak akan dikeluarkan sehingga TKI akan tertahan di KBRI.

Umumnya, menurut Priatna, persoalan yang dihadapi KBRI di Timur Tengah adalah banyak pengguna jasa/majikan yang menahan para TKI dengan alasan kontrak belum selesai atau tuduhan pencurian. Karena itu, KBRI dan tim dari Jakarta berulang-ulang mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak terkait di Jordania untuk mengatasi masalah tersebut. “Pemerintah RI terus mengupayakan proses penyelesaian dan pemulangan TKI di Jordania dan diharapkan dalam beberapa bulan ke depan, shelter KBRI ditekan seminimal mungkin, bahkan ke arah zero shelter,” jelas Priatna.

Priatna melanjutkan, 200 di antara 332 TKI PLRT yang meminta perlindungan ke KBRI adalah mereka yang datang setelah kebijakan moratorium ke Jordania yang diterapkan pada 29 Juli 2010. Mereka dikirim oleh PPTKIS (pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta) dan individu yang tidak bertanggung jawab.

KBRI Amman mengeluarkan biaya lebih dari Rp3 miliar setiap tahun untuk biaya konsumsi para TKI yang berada di penampungan tersebut.
Sementara itu, sepanjang 2011, KBRI Amman sudah menampung, memulangkan, dan menyelesaikan 599 kasus TKI PLRT. Di antaranya, kasus gaji yang tidak dibayar, penyiksaan, pelecehan seksual, masa kerja melebihi/kurang. (ttg/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/