JAKARTA- Penundaan pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai gubernur Sumut definitif, yang sedianya dilakukan Kamis (28/2) lalu, masih terus menjadi polemik. Sebagian kalangan berpendapat, pelantikan Gatot sangat penting agar roda pemerintahan Pemprov Sumut berjalan secara normal.
Alasannya, kewenangan Gatot sebagai pelaksana tugas (plt) gubernur Sumut, tidak sebesar kewenangan seorang gubernur definitif. Namun, anggapan itu dibantah Mendagri Gamawan Fauzi.
Menurut mantan gubernur Sumbar itu, sebenarnya kewenangan yang dimiliki Gatot saat ini, sudah seperti kewenangan yang dimiliki seorang gubernur definitif.
Gamawan menyodorkan alasannya. Katanya, dalam Keputusan Presiden (Kepres) mengenai pengangkatan Gatot sebagai pengganti Syamsul Arifin, tidak secara tersirat menyebut bahwa Gatot menjalankan tugas sebagai plt gubernur.
Di Kepres itu, kata Gamawan, Gatot diperintahkan menjalankan tugas-tugas gubernur. “Jadi sebenarnya di Kepres itu disebutkan ‘melaksanakan tugas-tugas gubernur’,” ujar Gamawan Fauzi kepada wartawan di kantornya, akhir pekan lalu.
Jadi, apa dong pengertian plt itu? Gamawan tidak menjawab. Dia dengan nada bercanda menyebut, sebenarnya yang tepat bukan plt, melainkan mlt.
“Kalau gubernur berhalangan tetap, wakilnya melaksanakan tugas-tugas gubernur, mlt, ha..ha..ha..,” ujar Gamawan. Sejumlah wartawan ikut tertawa karena “mlt” merupakan istilah baru.
Meski demikian, saat ditanya apa saja kewenangan yang bisa dijalankan Gatot saat ini, yang meski belum dilantik menjadi gubernur definitif, Gamawan menyebut, harus tetap merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerh.
Di pasal 132 A PP tersebut dijelaskan bahwa seorang penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, dan terakhir dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Hanya saja, kewenangan seorang penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah tetap bisa sama dengan kewenangan seorang gubernur definitif. Syaratnya gampang, yakni asalkan mendapat persetujuan dari mendagri.
Hal ini merujuk pasal 132 A ayat (2) yang berbunyi, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri”.
“Jadi sebenarnya kewenangannya hampir sama (dengan gubernur definitif, red),” pungkas Gamawan. (sam)