29 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Tiga Anak Warga Rohingya Divonis Bebas

 Menangis Berpelukan Usai Bebas dari Tuntutan

Menangis Berpelukan Usai Bebas dari Tuntutan

MEDAN- Majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada tiga orang anak suku Rohingya yang didakwa membunuh delapan nelayan warga Myanmar. Usai sidang yang digelar terpisah itu, ratusan massa dari Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Umat Islam (LUI) seketika meneriakkan takbir. Mereka memeluk para terdakwa di antaranya MY (15), MH (16) dan IKH (16). Diselimuti rasa haru, ketiganya lantas menangis.
“Menyatakan, membebaskan terdakwa dari segala tuntutan jaksa,” ucap majelis hakim yang diketuai Asban Panjaitan pada persidangan yang digelar terbuka untuk umum di ruang utama, Rabu (3/6). Begitu mendengar putusan bebas dari majelis hakim, ratusan massa berpakaian serba putih dari FPI dan LUI yang sejak awal terus mengawal persidangan langsung meneriakkan takbir. “Allahu Akbar, Allahu Akbar,” teriak massa dari FPI dan LUI.
Putusan tersebut berbanding jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Evi yang sebelumnya menuntut ketiga terdakwa agar dijatuhi hukuman masing-masing 2 tahun penjara. Karena menurut jaksa, ketiganya dianggap terbukti bersalah melanggar Pasal 170 ayat (2) KUHPidana tentang pembunuhan. Usai mendengar vonis hakim, ratusan massa dari FPI dan LUI langsung membubarkan diri dengan kembali meneriakkan takbir.
Berdasarkan dakwaan jaksa sebelumnya, disebutkan kejadian pembunuhan itu bermula pada Jum’at 5 April 2013 lalu. Kala itu, suku Rohingya yang tengah tertidur pulas di lantai 2, Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan Jalan Selebes, Lorong Pekong, Kelurahan Belawan II, Medan didatangi oleh 8 orang kelompok nelayan asal Myanmar. Karena sebelumnya terlibat cekcok lantaran kubu nelayan Myanmar tak terima anggotanya bernama Budha dituding sebagai dalang pelecehan seksual terhadap salah seorang wanita suku Rohingya.
Salah seorang nelayan Myanmar bernama Nawe, datang membawa sebilah pisau menantang dan mengancam suku Rohingya untuk berkelahi.
Mendengar suara gaduh, sejumlah suku Rohingya yang kebetulan tengah tertidur lantas terbangun dan mendatangi asal suara gaduh tersebut. Merasa disepelekan, suku Rohingya yang kala itu tengah emosi karena sebelumnya telah terjadi pelecehan seksual terhadap salah satu wanita sukunya, kemudian melawan dan menghabisi komplotan yang dipimpin oleh Nawe. Akibat kejadian itu, 8 orang nelayan Myanmar tewas dengan luka tusukan dan memar akibat hantaman benda tumpul. Adapun nama-nama korban tewas, masing-masing Aye Win (23), warga Desa Yekata, Thinninharge; Myo Oo(20) warga Desa Palouktoke, Kakthaung; San Lwin (45) warga Desa Aung See Moe, Dikoo Town; Aung Thu Win (24) warga Desa Aung Nyitar, Ye Town; Aung Than (44) warga Kota Pauk Taw, No 5 Station Pakhine; Min Min (42) warga Kota Ming Aladon, Yangoon; Win Tun (32) warga Desa Chaingwa, Naputau Inawddy; dan Nawe (23) warga Desa Pautuk, Kawa Pegu. (far)

 Menangis Berpelukan Usai Bebas dari Tuntutan

Menangis Berpelukan Usai Bebas dari Tuntutan

MEDAN- Majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada tiga orang anak suku Rohingya yang didakwa membunuh delapan nelayan warga Myanmar. Usai sidang yang digelar terpisah itu, ratusan massa dari Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Umat Islam (LUI) seketika meneriakkan takbir. Mereka memeluk para terdakwa di antaranya MY (15), MH (16) dan IKH (16). Diselimuti rasa haru, ketiganya lantas menangis.
“Menyatakan, membebaskan terdakwa dari segala tuntutan jaksa,” ucap majelis hakim yang diketuai Asban Panjaitan pada persidangan yang digelar terbuka untuk umum di ruang utama, Rabu (3/6). Begitu mendengar putusan bebas dari majelis hakim, ratusan massa berpakaian serba putih dari FPI dan LUI yang sejak awal terus mengawal persidangan langsung meneriakkan takbir. “Allahu Akbar, Allahu Akbar,” teriak massa dari FPI dan LUI.
Putusan tersebut berbanding jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Evi yang sebelumnya menuntut ketiga terdakwa agar dijatuhi hukuman masing-masing 2 tahun penjara. Karena menurut jaksa, ketiganya dianggap terbukti bersalah melanggar Pasal 170 ayat (2) KUHPidana tentang pembunuhan. Usai mendengar vonis hakim, ratusan massa dari FPI dan LUI langsung membubarkan diri dengan kembali meneriakkan takbir.
Berdasarkan dakwaan jaksa sebelumnya, disebutkan kejadian pembunuhan itu bermula pada Jum’at 5 April 2013 lalu. Kala itu, suku Rohingya yang tengah tertidur pulas di lantai 2, Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan Jalan Selebes, Lorong Pekong, Kelurahan Belawan II, Medan didatangi oleh 8 orang kelompok nelayan asal Myanmar. Karena sebelumnya terlibat cekcok lantaran kubu nelayan Myanmar tak terima anggotanya bernama Budha dituding sebagai dalang pelecehan seksual terhadap salah seorang wanita suku Rohingya.
Salah seorang nelayan Myanmar bernama Nawe, datang membawa sebilah pisau menantang dan mengancam suku Rohingya untuk berkelahi.
Mendengar suara gaduh, sejumlah suku Rohingya yang kebetulan tengah tertidur lantas terbangun dan mendatangi asal suara gaduh tersebut. Merasa disepelekan, suku Rohingya yang kala itu tengah emosi karena sebelumnya telah terjadi pelecehan seksual terhadap salah satu wanita sukunya, kemudian melawan dan menghabisi komplotan yang dipimpin oleh Nawe. Akibat kejadian itu, 8 orang nelayan Myanmar tewas dengan luka tusukan dan memar akibat hantaman benda tumpul. Adapun nama-nama korban tewas, masing-masing Aye Win (23), warga Desa Yekata, Thinninharge; Myo Oo(20) warga Desa Palouktoke, Kakthaung; San Lwin (45) warga Desa Aung See Moe, Dikoo Town; Aung Thu Win (24) warga Desa Aung Nyitar, Ye Town; Aung Than (44) warga Kota Pauk Taw, No 5 Station Pakhine; Min Min (42) warga Kota Ming Aladon, Yangoon; Win Tun (32) warga Desa Chaingwa, Naputau Inawddy; dan Nawe (23) warga Desa Pautuk, Kawa Pegu. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/