26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

BK Kesulitan Periksa Politisi

Anggota DPR Pintar Berargumentasi

JAKARTA-Badan Kehormatan (BK) DPR mengaku proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etika yang melibatkan anggota dewan cukup rumit. Tantangannya, bukan soal mendapatkan bukti atau data, melainkan pintarnya politisi berkilah dengan argumentasi yang sangat rasional.

“Politisi itu punya rasa confident atau kepercayaan diri yang besar sekali. Bohong pun bisa membuat orang yakin. Mereka juga pandai berargumentasi dan mencari alasan. Selain itu, punya backing,” kata Wakil Ketua BK Siswono Yudohusodo dalam diskusi Praktik Kongkalingkong dan Upaya Pemberantasan Korupsi di gedung parlemen, Senin (3/12).

Meski begitu, Siswono memastikan BK terus bekerja secara profesional. Dia memastikan tidak ada satu pun laporan dugaan pelanggaran etika anggota dewan yang tidak diproses BK. Bahkan, tiga tahun terakhir BK sudah mengeluarkan banyak sanksi.

Di antaranya, dua anggota mendapat sanksi berat berupa pemberhentian tetap, enam anggota mengundurkan diri saat diperiksa BK, dan tujuh anggota diberhentikan sementara. Untuk kategori sanksi sedang, dua anggota dilarang menjadi pimpinan alat kelengkapan dewan, seperti komisi, pansus, atau panja; dan empat orang dipindah dari alat kelengkapannya. Untuk kategori sanksi ringan, lima anggota diberi sanksi teguran tertulis dan dua anggota dikenai teguran lisan.

Sebagian pelanggaran etika itu memang terkait dengan kongkalikong anggaran. Tapi, Siswono mengingatkan secara kuantitas jumlahnya hanya segelintir. BK tidak terima kalau gara-gara itu institusi DPR secara keseluruhan menanggung stigma negatif.

“Memang ada anggota DPR yang kotor atau berperilaku menyimpang. Apalagi, kalau kita lihat ukurannya yang sudah megaskandal. Ada yang puluhan miliar atau ratusan miliar. Tapi, tidak fair jika kejadian itu digeneralisasi pada seluruh anggota atau menjadi stigma pada lembaga DPR. Jangan gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga,” katanya.

Penyimpangan yang terjadi di parlemen, menurut Siswono, dipicu oleh semakin besarnya kewenangan DPR. Di masa Orba, DPR sebatas tukang stempel. Bisa dimaklumi kalau di era itu tidak ada korupsi di DPR. Tapi, setelah reformasi, pendulum kekuasaan bergeser ke DPR. “Bersama itu bergeser juga bandul korupsi ke DPR,” ujarnya.

Siswono mencontohkan, kewenangan besar DPR itu terdapat dalam pembahasan APBN. Setiap komisi di DPR, kata dia, terlibat pembahasan anggaran bersama mitra masing-masing, yakni kementerian dan lembaga negara, sampai satuan tiga atau proyek. Ini membuka kesempatan terjadinya permainan antara anggota dewan dan kontraktor.

Menurut dia, sebaiknya DPR hanya membahas anggaran sampai satuan dua, yakni alokasi kementerian sebatas anggaran level eselon I. Persoalannya, pembahasan sampai satuan tiga itu diatur UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara. “Makanya, salah satu cara memperbaiki proses anggaran ini dengan menyempurnakan UU tentang Keuangan Negara itu,” ujar politikus Partai Golkar itu.

Modus operandi kongkalikong juga terbatas sekali. Siswono menuturkan, modusnya hanya tiga. Pertama, mengegolkan pos anggaran tertentu dalam penyusunan APBN. Kedua, meminta jatah dalam anggaran alokasi ke daerah dengan klaim telah memperjuangkannya. Ketiga, memainkan realokasi atau penggeseran anggaran.

Namun, praktik kongkalingkong itu tidak terjadi kalau pejabat pemerintahan tidak mau melakukannya. Siswono menyebut, dalam menindaklanjuti laporan Menteri BUMN Dahlan Iskan ke BK, terungkap adanya keberanian beberapa direksi BUMN untuk menolak memberikan sesuatu kepada oknum anggota dewan. Siswono sangat mengapresiasinya. “Saya anggap ini perkembangan yang positif,” tegas Siswono.

Di tempat yang sama, anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) Eva Kusuma Sundari mengatakan, proses pembahasan anggaran di badan anggaran (banggar) perlu diperbaiki. Terutama iklim ketertutupan dalam proses rapat banggar. Padahal, UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD telah mengatur pada dasarnya semua rapat terbuka, kecuali yang dinyatakan tertutup. “Membahas subsidi energi, subsidi listrik, raskin tertutup semua. Ini membuat proses politik dalam banggar dan DPR tidak akuntabel,” kata Eva.

Di lain sisi, Eva tidak mempersoalkan pembahasan anggaran sampai satuan tiga. Dia justru mengkritik pemerintah yang belum menampilkan semua perincian anggaran sampai satuan tiga melalui website masing-masing. Padahal, kementerian keuangan sudah mendapatkan dana dari World Bank untuk merealisasikannya pada 2011. “Tapi, sampai 2012 ini tidak terpasang. Saya tidak takut satuan tiga asal itu transparan dan bisa diakses publik,” kata Eva.
Peneliti The Indonesian Institute Hanta Yudha mengatakan, motif di balik korupsi politik sangat beragam. Mulai memperkaya diri, membalas budi terhadap pihak yang mensponsori proses electoral seorang calon, mengembalikan modal kampanye, dan mengisi pundi-pundi partai. “Politisi mendapat beban ini karena problem pendanaan parpol yang rapuh,” ujarnya. (pri/c2/agm/jpnn)

Data Kasus Legislator Pelanggar Etik

  • Total, ada 28 anggota DPR yang dijatuhi sanksi oleh BK DPR.
  • Semuanya terbukti melakukan pelanggaran etika ringan hingga berat.
  • Rinciannya, dua anggota diberhentikan tetap, enam mengundurkan diri, tujuh diberhentikan sementara, dua dicopot dari jabatan pimpinan alat kelengkapan DPR, empat digeser dari komisi, lima mendapat teguran tertulis, dan dua lainnya mendapat teguran lisan.
  • Kasus etik yang masuk BK, antara lain, kasus menonton video porno saat paripurna, penghilangan ayat-ayat tembakau, konflik kepentingan dalam pengelolaan haji, penyalahgunaan wewenang menjenguk tahanan korupsi, dan pemerasan BUMN.

Sumber: BK DPR, 2012

Anggota DPR Pintar Berargumentasi

JAKARTA-Badan Kehormatan (BK) DPR mengaku proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etika yang melibatkan anggota dewan cukup rumit. Tantangannya, bukan soal mendapatkan bukti atau data, melainkan pintarnya politisi berkilah dengan argumentasi yang sangat rasional.

“Politisi itu punya rasa confident atau kepercayaan diri yang besar sekali. Bohong pun bisa membuat orang yakin. Mereka juga pandai berargumentasi dan mencari alasan. Selain itu, punya backing,” kata Wakil Ketua BK Siswono Yudohusodo dalam diskusi Praktik Kongkalingkong dan Upaya Pemberantasan Korupsi di gedung parlemen, Senin (3/12).

Meski begitu, Siswono memastikan BK terus bekerja secara profesional. Dia memastikan tidak ada satu pun laporan dugaan pelanggaran etika anggota dewan yang tidak diproses BK. Bahkan, tiga tahun terakhir BK sudah mengeluarkan banyak sanksi.

Di antaranya, dua anggota mendapat sanksi berat berupa pemberhentian tetap, enam anggota mengundurkan diri saat diperiksa BK, dan tujuh anggota diberhentikan sementara. Untuk kategori sanksi sedang, dua anggota dilarang menjadi pimpinan alat kelengkapan dewan, seperti komisi, pansus, atau panja; dan empat orang dipindah dari alat kelengkapannya. Untuk kategori sanksi ringan, lima anggota diberi sanksi teguran tertulis dan dua anggota dikenai teguran lisan.

Sebagian pelanggaran etika itu memang terkait dengan kongkalikong anggaran. Tapi, Siswono mengingatkan secara kuantitas jumlahnya hanya segelintir. BK tidak terima kalau gara-gara itu institusi DPR secara keseluruhan menanggung stigma negatif.

“Memang ada anggota DPR yang kotor atau berperilaku menyimpang. Apalagi, kalau kita lihat ukurannya yang sudah megaskandal. Ada yang puluhan miliar atau ratusan miliar. Tapi, tidak fair jika kejadian itu digeneralisasi pada seluruh anggota atau menjadi stigma pada lembaga DPR. Jangan gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga,” katanya.

Penyimpangan yang terjadi di parlemen, menurut Siswono, dipicu oleh semakin besarnya kewenangan DPR. Di masa Orba, DPR sebatas tukang stempel. Bisa dimaklumi kalau di era itu tidak ada korupsi di DPR. Tapi, setelah reformasi, pendulum kekuasaan bergeser ke DPR. “Bersama itu bergeser juga bandul korupsi ke DPR,” ujarnya.

Siswono mencontohkan, kewenangan besar DPR itu terdapat dalam pembahasan APBN. Setiap komisi di DPR, kata dia, terlibat pembahasan anggaran bersama mitra masing-masing, yakni kementerian dan lembaga negara, sampai satuan tiga atau proyek. Ini membuka kesempatan terjadinya permainan antara anggota dewan dan kontraktor.

Menurut dia, sebaiknya DPR hanya membahas anggaran sampai satuan dua, yakni alokasi kementerian sebatas anggaran level eselon I. Persoalannya, pembahasan sampai satuan tiga itu diatur UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara. “Makanya, salah satu cara memperbaiki proses anggaran ini dengan menyempurnakan UU tentang Keuangan Negara itu,” ujar politikus Partai Golkar itu.

Modus operandi kongkalikong juga terbatas sekali. Siswono menuturkan, modusnya hanya tiga. Pertama, mengegolkan pos anggaran tertentu dalam penyusunan APBN. Kedua, meminta jatah dalam anggaran alokasi ke daerah dengan klaim telah memperjuangkannya. Ketiga, memainkan realokasi atau penggeseran anggaran.

Namun, praktik kongkalingkong itu tidak terjadi kalau pejabat pemerintahan tidak mau melakukannya. Siswono menyebut, dalam menindaklanjuti laporan Menteri BUMN Dahlan Iskan ke BK, terungkap adanya keberanian beberapa direksi BUMN untuk menolak memberikan sesuatu kepada oknum anggota dewan. Siswono sangat mengapresiasinya. “Saya anggap ini perkembangan yang positif,” tegas Siswono.

Di tempat yang sama, anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) Eva Kusuma Sundari mengatakan, proses pembahasan anggaran di badan anggaran (banggar) perlu diperbaiki. Terutama iklim ketertutupan dalam proses rapat banggar. Padahal, UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD telah mengatur pada dasarnya semua rapat terbuka, kecuali yang dinyatakan tertutup. “Membahas subsidi energi, subsidi listrik, raskin tertutup semua. Ini membuat proses politik dalam banggar dan DPR tidak akuntabel,” kata Eva.

Di lain sisi, Eva tidak mempersoalkan pembahasan anggaran sampai satuan tiga. Dia justru mengkritik pemerintah yang belum menampilkan semua perincian anggaran sampai satuan tiga melalui website masing-masing. Padahal, kementerian keuangan sudah mendapatkan dana dari World Bank untuk merealisasikannya pada 2011. “Tapi, sampai 2012 ini tidak terpasang. Saya tidak takut satuan tiga asal itu transparan dan bisa diakses publik,” kata Eva.
Peneliti The Indonesian Institute Hanta Yudha mengatakan, motif di balik korupsi politik sangat beragam. Mulai memperkaya diri, membalas budi terhadap pihak yang mensponsori proses electoral seorang calon, mengembalikan modal kampanye, dan mengisi pundi-pundi partai. “Politisi mendapat beban ini karena problem pendanaan parpol yang rapuh,” ujarnya. (pri/c2/agm/jpnn)

Data Kasus Legislator Pelanggar Etik

  • Total, ada 28 anggota DPR yang dijatuhi sanksi oleh BK DPR.
  • Semuanya terbukti melakukan pelanggaran etika ringan hingga berat.
  • Rinciannya, dua anggota diberhentikan tetap, enam mengundurkan diri, tujuh diberhentikan sementara, dua dicopot dari jabatan pimpinan alat kelengkapan DPR, empat digeser dari komisi, lima mendapat teguran tertulis, dan dua lainnya mendapat teguran lisan.
  • Kasus etik yang masuk BK, antara lain, kasus menonton video porno saat paripurna, penghilangan ayat-ayat tembakau, konflik kepentingan dalam pengelolaan haji, penyalahgunaan wewenang menjenguk tahanan korupsi, dan pemerasan BUMN.

Sumber: BK DPR, 2012

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/