Insiden Penembakan di Papua
JAKARTA- Anggota TNI menjadi sasaran penembakan di Puncak Senyum, Kabupaten Puncak Jaya. Namun Panglima TNI Agus Suhartono enggan menyimpulkan bahwa aksi tersebut dilakukan oleh kelompok separatis atau Organisasi Papua Merdeka (OPM).
“(Penembakan) oleh seluruh kelompok bersenjata. Maaf, saya bukan menyebut kelompok separatis,” kata Agus di komplek Istana Kepresidenan, kemarin (4/8). Dia menegaskan, pihaknya terus melakukan pengejaran terhadap pelaku penembakan Heli TNI-AD jenis MI-17 yang digunakan untuk mengevakuasi seorang anggota TNI itu.
Menurutnya, tidak hanya satu kelompok bersenjata yang ada di Papua. Panglima juga menyebut peristiwa itu bukan sesuatu yang luar biasa. “Saya kira kelompok bersenjata itu mencari perhatian saja,” tutur Agus. Dia mengatakan sebelumnya pos TNI juga mengalami serangan dari kelompok bersenjata.
“Tidak bisa dikaitkan langsung (dengan tuntutan merdeka). Di Papua itu kelompoknya banyak dan kelompok ini sendiri-sendiri yang tidak bisa langsung ada kejadian dikaitkan dengan itu (OPM, Red),” sambungnya lantas menyebut masing-masing memiliki tujuan sendiri. Dia menyebut, salah satu motifnya adalah masalah kesejahteraan.
Meski terjadi insiden penembakan beruntun di Papua dalam rentang waktu yang singkat, Panglima mengatakan kondisinya masih kondusif. Operasi khusus dengan penambahan personil dinilai belum perlu. “Kita kan di daerah rawan ada yang bertugas di sana, dari kewilayahan,” terang mantan KSAL.
Panglima terkesan enteng menanggapi aksi penembakan terhadap aparat, termasuk polisi. “Ya itu kan bunga-bunganya kehidupan, saya kira seperti itu,” ucap Agus.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mengatakan, peristiwa yang terjadi beberapa waktu terakhir perlu mendapatkan perhatian serius. “Menurut kami, bagaimana kita melaksanakan otonomi khusus secara lebih komprehensif. Tidak cukup hanya alokasi anggaran, tetapi juga kebijakan,” kata Irman usai mengikuti pertemuan pimpinan lembaga negara dengan Presiden SBY di Istana Negara.
Irman berpendapat, dalam implementasi kebijakan dinilai masih kurang. Misalnya, dalam tataran finansial mencukupi namun program tidak berjalan. “Menurut BPK, juga terjadi banyak penyimpangan. Jadi, capacity building harus ditingkatkan,” katanya. selain itu, supervise komprehensif juga dilakukan. “Nggak bisa uang ditaruh begitu saja, tetapi belum ada kapasitas,” imbuhnya.(fal/jpnn)