32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Mantan Menteri BUMN: Bebaskan Hotasi Nababan

Dugaan Korupsi Sewa Pesawat Merpati

JAKARTA – Mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil dihadirkan sebagai ahli pada persidangan perkara korupsi sewa pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan terdakwa Hotasi Nababan dan Tony Sudjiarto. Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/11), Sofyan menilai kasus Merpati merupakan risiko bisnis karena rekan bisnis BUMN itu ingkar janji (wanprestasi).

Menurut Sofyan,  tak mungkin seluruh risiko bisnis bisa dicegah. “Kalau mau bisnis yang aman-aman saja, ya tidak ada bisnis,” kata Sofyan di hadapan majelis yang diketuai Pangeran Napitupulu.

Ditegaskannya, Hotasi juga tak diam saja ketika tahu Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) sebagai rekan bisnis telah ingkar janji karena tak bisa memenuhi pesanan pesawat. Sofyan menilai Hotasi sudah melakukan mitigasi risiko untuk menyelamatkan uang USD 1 juta yang sudah dibayarkan sebagai security deposite ke TALG.  Buktinya, direksi Merpati memperkarakan TALG selaku rekan bisnis Merpati ke pengadilan di AS.
“Saya yakin Hotasi tidak bersalah. Kenapa, karena dia sudah mengejar uangnya. Ini sudah dibawa ke pengadilan dan dimenangkan oleh Pengadilan Amerika. Mitigasi risiko sudah dilakukan. Itu baru potensi kerugian negara karena uang masih bisa diupayakan. Kalau saya Menteri BUMN-nya, saya suruh kejar walau itu mahal sekali,” ucapnya.

Pria yang kini menjasi Staf Khusus Wakil Presiden itu malah tak melihat ada niat jahat Hotasi dalam kasus Merpati. Kalaupun security deposit yang dibayarkan ternyata dipersoalkan karena TALG ingkar janji, Sofyan menilai direksi MNA di bawah Hotasi sudah melakukan upaya terbaik.

Sofyan juga memberikan analisanya. Menurut pria asal Aceh yang pernah tujuh tahun berkarier di Kejaksaan Agung itu, kasus Merpati itu sengaja dipaksakan dibawa ke ranah hukum. Padahal ia tak melihat Hotasi berniat memerkaya diri atau pihak lain dengan memerintahkan pembayaran security deposit USD 1 juta untuk penyewaan dua unit Boeing yang akhirnya tak dikirim. “Kalau motif itu yang tahu hanya Tuhan. Tapi buat apa Hotasi merugikan Merpati kalau itu mempertaruhkan kariernya? Saya tak melihat evil motive (niat jahat) karena Hotasi berani menggugat (TALG),” ulas Sofyan.

Hakim anggota, Hendra Yosfin memberikan tanggapan atas pendapat Sofyan. Hendra yang mengaku pernah berdiskusi dengan Sofyan pada awal-awal pembentukan Kementrian BUMN itu menegaskan bahwa majelis tak akan menghukum orang yang memang tidak bersalih.  “Percayalah, kalau terdakwa tak bersalah maka pasti bebas. Tanggung jawab kita ke Tuhan,” ucapnya.

Sementara Ketua majelis, Pangeran Naputupulu mengajukan pertanyaan ke Sofyan dengan sebuah tamsil. “Apakah ahli menganggap dalam kasus ini ada yang melempar bola api, lantas hakim menendang bola api itu sementara ada pihak yang sengsara?”
Sofyan memberi jawaban diplomatis. “Dalam kasus ini tidak ada moral hazard,” tegasnya.

Dengan nada suara bergetar, Sofyan mengatakan bahwa dirinya tahu betul figur Hotasi. Bahkan Sofyan saat menjadi Menteri BUMN mengaku pernah keberatan saat Hotasi mengajukan permohonan mundur dari jabatan Dirut Merpati. Alasannya, karena ada perbaikan yang dilakukan Hotasi sejak masuk ke direksi MNA yang dalam kondisi terpuruk. Bahkan menurutnya, andai MNA perusahaan swasta maka pasti sudah ditutup. “Ada berapa bayak lulusan MIT (Massachusetts Institute of Technology) di negeri ini? Apa seperti ini kita memperlakukan anak bangsa yang punya potensi?” kata Sofyan.

Karenanya Sofyan berharap majelis bisa membuat putusan bijak dalam kasus Merpati. “Saya ini jadi saksi secara sukarela. Saya menawarkan diri karena saya melihat Pak Hotasi didzolimi. Meski nanti pengadilan yang memutuskan, tapi saya berkepentingan atas legacy kasus ini,” tegasnya.
Sementara Hotasi yang diberi kesempatan mengajukan pertanyaan sempat berkaca-kaca. “Saya terharu. Ada banyak teman-teman BUMN yang bisa bernasib seperti saya,” kata Hotasi.(ara/jpnn)

Dugaan Korupsi Sewa Pesawat Merpati

JAKARTA – Mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil dihadirkan sebagai ahli pada persidangan perkara korupsi sewa pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan terdakwa Hotasi Nababan dan Tony Sudjiarto. Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/11), Sofyan menilai kasus Merpati merupakan risiko bisnis karena rekan bisnis BUMN itu ingkar janji (wanprestasi).

Menurut Sofyan,  tak mungkin seluruh risiko bisnis bisa dicegah. “Kalau mau bisnis yang aman-aman saja, ya tidak ada bisnis,” kata Sofyan di hadapan majelis yang diketuai Pangeran Napitupulu.

Ditegaskannya, Hotasi juga tak diam saja ketika tahu Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) sebagai rekan bisnis telah ingkar janji karena tak bisa memenuhi pesanan pesawat. Sofyan menilai Hotasi sudah melakukan mitigasi risiko untuk menyelamatkan uang USD 1 juta yang sudah dibayarkan sebagai security deposite ke TALG.  Buktinya, direksi Merpati memperkarakan TALG selaku rekan bisnis Merpati ke pengadilan di AS.
“Saya yakin Hotasi tidak bersalah. Kenapa, karena dia sudah mengejar uangnya. Ini sudah dibawa ke pengadilan dan dimenangkan oleh Pengadilan Amerika. Mitigasi risiko sudah dilakukan. Itu baru potensi kerugian negara karena uang masih bisa diupayakan. Kalau saya Menteri BUMN-nya, saya suruh kejar walau itu mahal sekali,” ucapnya.

Pria yang kini menjasi Staf Khusus Wakil Presiden itu malah tak melihat ada niat jahat Hotasi dalam kasus Merpati. Kalaupun security deposit yang dibayarkan ternyata dipersoalkan karena TALG ingkar janji, Sofyan menilai direksi MNA di bawah Hotasi sudah melakukan upaya terbaik.

Sofyan juga memberikan analisanya. Menurut pria asal Aceh yang pernah tujuh tahun berkarier di Kejaksaan Agung itu, kasus Merpati itu sengaja dipaksakan dibawa ke ranah hukum. Padahal ia tak melihat Hotasi berniat memerkaya diri atau pihak lain dengan memerintahkan pembayaran security deposit USD 1 juta untuk penyewaan dua unit Boeing yang akhirnya tak dikirim. “Kalau motif itu yang tahu hanya Tuhan. Tapi buat apa Hotasi merugikan Merpati kalau itu mempertaruhkan kariernya? Saya tak melihat evil motive (niat jahat) karena Hotasi berani menggugat (TALG),” ulas Sofyan.

Hakim anggota, Hendra Yosfin memberikan tanggapan atas pendapat Sofyan. Hendra yang mengaku pernah berdiskusi dengan Sofyan pada awal-awal pembentukan Kementrian BUMN itu menegaskan bahwa majelis tak akan menghukum orang yang memang tidak bersalih.  “Percayalah, kalau terdakwa tak bersalah maka pasti bebas. Tanggung jawab kita ke Tuhan,” ucapnya.

Sementara Ketua majelis, Pangeran Naputupulu mengajukan pertanyaan ke Sofyan dengan sebuah tamsil. “Apakah ahli menganggap dalam kasus ini ada yang melempar bola api, lantas hakim menendang bola api itu sementara ada pihak yang sengsara?”
Sofyan memberi jawaban diplomatis. “Dalam kasus ini tidak ada moral hazard,” tegasnya.

Dengan nada suara bergetar, Sofyan mengatakan bahwa dirinya tahu betul figur Hotasi. Bahkan Sofyan saat menjadi Menteri BUMN mengaku pernah keberatan saat Hotasi mengajukan permohonan mundur dari jabatan Dirut Merpati. Alasannya, karena ada perbaikan yang dilakukan Hotasi sejak masuk ke direksi MNA yang dalam kondisi terpuruk. Bahkan menurutnya, andai MNA perusahaan swasta maka pasti sudah ditutup. “Ada berapa bayak lulusan MIT (Massachusetts Institute of Technology) di negeri ini? Apa seperti ini kita memperlakukan anak bangsa yang punya potensi?” kata Sofyan.

Karenanya Sofyan berharap majelis bisa membuat putusan bijak dalam kasus Merpati. “Saya ini jadi saksi secara sukarela. Saya menawarkan diri karena saya melihat Pak Hotasi didzolimi. Meski nanti pengadilan yang memutuskan, tapi saya berkepentingan atas legacy kasus ini,” tegasnya.
Sementara Hotasi yang diberi kesempatan mengajukan pertanyaan sempat berkaca-kaca. “Saya terharu. Ada banyak teman-teman BUMN yang bisa bernasib seperti saya,” kata Hotasi.(ara/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/