JAKARTA-Sejumlah anggota DPR asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Utara (Sumut), mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami kasus dugaan korupsi Bupati Simalungun JR Saragih atas penyelewengan Dana Alokasi Khusus (DAK) 2011 yang dikerjakan tahun 2012, dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) dan sejumlah dugaan korupsi lainnya yang mencapai Rp67 miliar.
Anggota DPR dari Dapil Sumut III Nasril Bahar mengatakan, KPK sudah menyatakan sikap untuk 2013 akan menyelesaikan kasus-kasus korupsi tanpa diskiriminasi. Baik itu, kepala daerah, anggota DPR, penegak hukum maupun pemimpin negara, apabila terbukti melakukan tindak pidana korupsi, harus dihukum sesuai dengan tentuan hukum yang berlaku. “Sudah terlalu banyak kasus korupsi yang menjamur didaerah. Untuk itu, saya mendesak KPK agar kasus ini (dugaan korupsi bupati simalungun) jangan terlalu lama dibiarkan oleh KPK,” ujar Nasril Bahar kepada koran ini di Jakarta, kemarin (6/1).
Sebelumnya, pada 13 Desember 2012, LSM Macan Habonaran, anggota DPRD Simalungun, Bernhard Damanik, Anggota KPUD Kabupaten Simalungun, Robert Ambarita, serta sejumlah elemen masyarakat lainnya, mendatangi gedung KPK sekitar pukul 14.30 WIB. Mereka melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan Bupati Simalungun, JR.Saragih atas Dana Alokasi Khusus (DAK) 2011 yang dikerjakan tahun 2012, dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) dan sejumlah dugaan korupsi lainnya yang mencapai Rp67 Miliar.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, sudah menjadi sikap semua lembaga penegak hukum untuk menghentikan tindak pidana korupsi. Namun, dalam kasus ini, dirinya menunggu sikap dari KPK apakah kasus ini melibatkan oknum-oknum lembaga pemerintahan atau dilakukan oleh Bupati Simalungun JR. Saragih seorang. “Tentunya, praduga tak bersalah diutamakan. KPK pasti bersikap tegas dan cekatan,” kata Nasril Bahar.
Senada dengan Nasril Bahar, anggota komisi III DPR yang membidangi hukum serta berasal dari Dapil Sumut III, Ruhut Sitompul mengatakan, tentunya KPK akan bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus ini. Namun, apabila KPK sudah mendapatkan dua alat bukti serta laporan yang disampaikan LSM tersebut benar, maka KPK harus bertindak cepat dalami kasus ini ketahap hukum yang lebih tinggi. “Kalau sudah ada dua alat bukti, KPK baru bisa proses. Tapi kalau pelapor tidak bisa kasih berkas, percuma,” ujar Ruhut.
Menurut Poltak sapaan akrab Ruhut Sitompul, pelapor sendiri harus datang langsung bertindak sebagai saksi dalam dugaan kasus tersebut. Pasalnya, apabila tidak terdapat saksi pelapor, maka KPK tidak dapat juga menindaklanjuti kasus ini. “Apabila laporan itu tidak benar, hukumannya itu lebih berat yakni 7 tahun” kata Ruhut.
Anggota komisi III DPR asal Dapil Sumut, Martin Hutabarat menambahkan, saat ini KPK kesulitan menangani berbagai kasus korupsi, karena kekurangan tenaga penyidik. (mrk)