JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Putusan menunda pemilu yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) terus memicu polemik. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut angkat bicara.
Presiden Jokowi mendukung Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutuskan agar KPU tidak melaksanakan atau menunda pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. “Dan memang itu sebuah kontroversi yang menimbulkan pro dan kontra, tapi juga pemerintah mendukung KPU untuk naik banding,” kata Jokowi saat usai melaksanakan kunjungan kerja di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin, (6/3).
Dia pun menegaskan, pemerintah telah berkomitmen agar tahapan Pemilu 2024 terlaksana dengan baik. Sehingga ia pun berharap tahapan Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai dengan rencana. “Penyiapan anggaran juga sudah disiapkan dengan baik, tahapan Pemilu kita harapkan tetap berjalan,” kata dia.
Sementara itu, majelis hakim yang mengeluarkan putusan tersebut dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY). Adapun tim majelis hakim yang menyidangkan perkara Partai Prima dipimpin Ketua Majelis Hakim T Oyong dengan Hakim Anggota Bakri dan Dominggus Silaban. Serta, panitera pengganti Bobi Iskandardinata.
“Kita harapkan ke KY itu panggil hakimnya, periksa, dalami apa motif dan dasar pertimbangan-pertimbangan untuk memutus dan jelaskan kepada masyarakat. Pertanggung jawaban ini jangan karena memang anda seorang hakim, anda tiba-tiba memutus sesuka-sukanya, nggak bisa. Saya hormati anda seorang hakim, wakil tuhan di negara Indonesia ini, tapi ada masyarakat yang mengawasi, nggak bisa sesuka-sukanya,” kata Presiden Kongres Pemuda Indonesia (KPI) Pitra Romadoni di Gedung KY, Jakarta, Senin (6/3).
Pitra menjelaskan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melampaui kewenangannya, dalam mengadili perkara. Dia menilai, sengketa verifikasi administrasi partai politik peserta pemilu, merupakan kewenangan Bawaslu dan PTUN. “Saya kira masyarakat Indonesia mengerti, terkait aturan hukum dan prosedur-prosedur bagian mengenai terkait dengan permasalahan parpol. Mana ada kaitan PN Jakpsu mengadili persoalan parpol, itu adalah kewenangannya administrasi negara, yaitu kewenangan PTUN,” tegas Pitra.
Praktisi hukum ini menyebut, putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU RI menunda tahapan pemilu, melanggar konstitusi negara. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E Undang-undang Dasar 1945. “Sudah jelas diatur konsitusi kita pemilihan umum itu dilaksanakan dalam 5 tahun sekali dan lebih aneh lagi, di amar putusan poin 2, yang bersangkutan menyatakan penggugat adalah parpol. Sedangkan penggugat orang perorangan,” beber Pitra.
“Aneh nggak usah pengacara nggak usah sarjana hukum atau ahli hukum, apakah nama pribadi itu merupakan parpol. Kenapa hakim ini menyatakan ini paprol, sedangkan penggugat nama perserorangan ini. Di sini tercatat, mohon maaf nih, Agus Priyono dan Dominggus Oktavinus Togu,” pungkas Pitra.
Sebelumnya, Peneliti Themis Indonesia Ibnu Syamsu Hidayat juga berniat melaporkan majelis hakim PN Jakpus yang memutuskan penundaan Pemilu 2024.Menurut Ibnu, majelis hakim diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Ibnu menjelaskan, putusan hakim atas perkara bernomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU sudah salah dalam penanganannya. Seharusnya, kata dia, pokok gugatan adalah urusan administrasi yang menjadi wewenang pengadilan tata usaha negara (PTUN) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019, apabila perbuatan melawan hukum sedang diperiksa PN, PN harus menyatakan tidak berwenang mengadili, itu sudah sangat jelas,” ungkap Ibnu, kemarin.
Dia menambahkan, KY sudah sepatutnya turun tangan memeriksa majelis hakim yang mengadili perkara tersebut. Dalam putusan, ada tiga hakim yang bertindak sebagai majelis, yakni T. Oyong, Bakri, dan Dominggus Silaban.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menduga putusan itu tidak keluar secara tiba-tiba. Tapi didorong dan bagian dari skenario gerakan penundaan pemilu. “Ini bukan sesuatu yang muncul tiba-tiba,” ucapnya.
Fadli meyakini, upaya penundaan pemilu masih berjalan. Itu terlihat dari isunya yang selalu muncul dalam momen-momen tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa gerakan itu belum berhenti memaksakan ambisinya. “Ini harus dilawan,” tegas dia.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata mengakui, pihaknya telah menerima pelaporan terhadap Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia mengakui, putusan PN Jakpus yang memerintahkan penundaan pemilu sangat mendapat sorotan publik. “Untuk kasus-kasus yang mempunyai perhatian dari yang berdampak besar dan menjadi perhatian publik, itu menjadi prioritas daripada pemeriksaan di KY,” kara Fajar di kantornya, Jakarta, Senin (6/3).
“Bukan kemudian kita tidak memeriksa hal-hal yang biasa. Tapi bahwa kita prioritaskan, kita utamakan karena ini menyangkut kepentimgan banyak orang,” sambungnya.
Fajar mengatakan, pihaknya tidak berwenang memeriksa putusan majelis hakim PN Jakpus atas gugatan Partai Prima terhadap KPU, yang menuai kontroversi. Namun terkait etika hakim, KY memastikan akan menindaklajuti laporan masyarakat atas putusan hakim yang berdampak Pemilu 2024 tertunda itu. “KY tidak berwenang memeriksa pada putusannya. Maka KY akan terus meengawasi proses upaya hukum baik di tingkat banding maupun kasasi. Kami akan kawal terus karna kami anggap masalah ini menjadi persoalan yang besar,” tegasnya.
Fajar menuturkan, tindaklanjut pengaduan tersebut, yakni bisa berupa pemanggilan terhadap majelis hakim yang menangani perkara tersebut maupun pihak Pengadilan Negeri Jakpus. Namun, Fajar menekankan, pemanggilan tersebut bukan dalam hal pemeriksaan. “Dengan berbagai metode, berbagai cara untuk meendalami kasus tersebut mungkin salah satunya dengan mencoba untuk memanggil dalam hal inj belum sampai pada proses pemeriksaan. Kami (akan) memanggil hakim atau pihak PN-nya untuk kami coba menggali informasi lebih lanjut tentang apa yang sesungguhnya terjadi denggan putusan tersebut,” papar Fajar.
Sementara itu, Komisioner KPU Idham Holik menerangkan, pengajuan banding sedang disiapkan. Pihaknya akan memanfaatkan waktu yang ada untuk memperkuat dalil keberatan. “Banding itu diberi kesempatan 14 hari sejak putusan dibacakan,” ujarnya.
Jika permohonan banding sudah dilakukan, Idham memastikan akan menyampaikan informasi ke publik. KPU tetap melaksanakan tahapan sesuai jadwal. Saat ini ada sejumlah tahapan yang berlangsung. Antara lain verifikasi berkas dukungan calon anggota DPD hingga pemutakhiran data pemilih di seluruh Indonesia. “Tahapan tetap berlanjut dan saat ini tahapan tidak terganggu sama sekali,” pungkasnya.
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat pada Kamis (2/3), mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Adapun pertimbangan majelis hakim dalam putusan-nya, yakni untuk memulihkan serta terciptanya keadaan yang adil, serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan oleh tergugat, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), majelis hakim memerintahkan kepada KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024.
Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bahwa fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana. Dengan demikian, secara otomatis, PN Jakarta Pusat pun memerintahkan untuk menunda pemilihan umum yang sebelumnya telah dijadwalkan berlangsung pada 14 Februari 2024. KPU RI pun pada Senin, juga sedang menyiapkan berkas pengajuan banding usai menerima salinan putusan PN Jakarta Pusat Jakpus tersebut.(far/tyo/han/c9/oni)