Tingkat kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pascapenangkapan Akil Mochtar oleh KPK kini berada di titik terendah. Survei nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA mengungkap bahwa kepercayaan terhadap lembaga pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi bersama Mahkamah Agung (MA) itu berada di titik terendah.
“Untuk pertama kali kepercayaan terhadap MK berada pada titik nadir,” ujar peneliti LSI Ade Mulyana saat memaparkan hasil riset terakhir lembaganya di Kantor LSI Jakarta kemarin (6/10).
Berdasar hasil survei, publik yang masih percaya kepada MK hanya 28 persen. Mayoritas masyarakat, yaitu 66,5 persen, tidak lagi percaya. Sementara itu, yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab 5,5 persen. “Ini warning bagi MK, angka (kepercayaan) di bawah 30 persen itu mengkhawatirkan,” imbuh Ade.
Mengacu hasil survei sejenis yang dilakukan LSI sejak Oktober 2010, tingkat kepercayaan pada lembaga yang berdiri sejak sepuluh tahun itu selalu berada di atas angka 60 persen. Yaitu, pada Oktober 2010 (63,7 persen), September 2011 (61,5 persen), September 2012 (63,0 persen), dan terakhir Maret 2013 (65,5 persen).
Publik yang tidak lagi percaya kepada MK merata di semua segmen penduduk. Mulai domisili wilayah desa/kota, jenis kelamin, tingkat pendidikan, hingga tingkat pendapatan, rata-rata angkanya di atas 60 persen.
Kondisi rendahnya kepercayaan publik terhadap MK bahkan berada di bawah tiga institusi yang hingga saat ini masih menjadi langganan sasaran ketidakpercayaan publik. Yaitu, polisi, partai politik, dan DPR.
Berdasar hasil survei, polisi memiliki tingkat kepercayaan 33,10 persen. Parpol dan DPR masing-masing memiliki tingkat kepercayaan 35,2 persen dan 36,64 persen. “Sekali lagi, hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat peran MK sangat strategis hingga saat ini,” imbuh Ade.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa kasus Akil tidak hanya memiliki efek terhadap MK secara kelembagaan. Namun, juga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia secara umum.
Publik yang merasa puas dengan penegakan hukum hanya 25 persen atau turun kurang lebih 10 persen ketimbang survei Maret 2013. Saat itu meski juga berada di bawah 40 persen, angka kepuasannya masih 35,6 persen.
Kasus Akil juga berdampak pada kepercayaan terhadap hakim-hakim di MK. Sebanyak 72,69 persen publik menilai hakim konstitusi sama saja dengan hakim peradilan lain. Hanya 19,91 persen yang masih menilai hakim MK lebih bersih jika dibandingkan dengan hakim di peradilan lain. Selebihnya, sebanyak 7,4 persen, menyatakan tidak tahu/tidak menjawab. “Selama ini hakim-hakim peradilan lain diopinikan rawan korup dan minim integritas,” ucap Ade dalam paparannya.
Survei nasional opini publik yang dilakukan LSI kali ini memanfaatkan perangkat handset yang disebar kepada para responden di seluruh Indonesia. Mekanisme survei yang lazim disebut quick poll itu dilakukan LSI sejak 2011.
Dengan menggunakan metode multistage random sampling, survei melibatkan 1.200 responden di 33 provinsi di Indonesia. Setelah pengumpulan data pada 4-5 Oktober 2013, survei tersebut memiliki margin of error 2,9 persen. (dyn/c6/fat/jpnn)
[table caption=”Tingkat Kepercayaan Terhadap MK”]
Oktober 2010 ,”63,7 persen ”
September 2011 ,”61,5 persen ”
September 2012 ,”63,0 persen ”
Maret 2013 ,”65,5 persen ”
Oktober2013 ,”28 persen”
[/table]
Sumber: LSI