25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Sidang Kasus Suap Bupati Muara Enim Seret Nama Ketua KPK

DIGIRING: Bupati Muara Enim Ahmad Yani  digiring petugas KPK usai menjalani sidang dengan agenda mendengar eksepsi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1).
DIGIRING: Bupati Muara Enim Ahmad Yani digiring petugas KPK usai menjalani sidang dengan agenda mendengar eksepsi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1).

MUARA ENIM, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 miliar dengan terdakwa penerima suap Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani, menyeret nama Ketua KPK Firli Bahuri.

Kuasa hukum terdakwa, Makdir Ismail mengatakan tudingan bahwa terdakwa penyuap yakni Elvyn MZ Muchtar yang memberikan sejumlah uang kepada Firli Bahuri semasa menjabat Kapolda Sumsel tidak bisa dibuktikan hanya dari penyadapan.

“BAP hanya menerangkan percakapan antara Elvyn dan kontraktor Robi bahwa Elvyn akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak,” ujar Makdir Ismail di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1).

Dalam sidang kedua dengan agenda membacakan ekspresi tersebut, Makdir menegaskan bahwa Ahmad Yani tidak berniat meminta komitmen fee sebesar Rp22 miliar dari kontraktor Robi Pahlevi yang berstatus terdakwa.

Komitmen fee tersebut merupakan inisiatif Elvyn yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp132 miliar, termasuk upaya memberikan USD35.000 kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kapolda Sumsel.

Makdir menjelaskan, Elvyn memanfaatkan silaturahmi antara Firli Bahuri dengan Ahmad Yani pada Agustus 2019 untuk memberikan uang senilai USD 35.000, uang tersebut dimintakannya dari terdakwa Robi yang saat itu berhasrat mendapatkan 16 paket proyek jalan.

Elvyn lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan, Elvyn memberi tahu bahwa ia ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.

“Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, ‘ya, nanti diberitahu, tapi biasanya bapak tidak mau’,” kata Makdir.

Percakapan itu ternyata disadap oleh KPK, kata dia, tetapi KPK justru tidak memberitahu kepada Kapolri bahwa Kapolda Sumsel akan diberikan sejumlah uang oleh seseorang.

“Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerja sama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu,” tegas Makdir.

Selain menyebut dakwaan tidak tepat, Makdir menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang pada saat itu ikut kontestasi Ketua KPK.

“Dari majalah Tempo bisa dilihat bahwa ada upaya menjegal pak Firli agar tidak jadi Ketua KPK, harusnya mereka (eks-komisioner KPK) legowo pak Firli jadi Ketua KPK, bukan malah dibusukkan,” jelasnya.

Mendengar eksepsi tersebut, JPU KPK, Roy Riadi, mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvyn.

“Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elvyn yang diceritakan penasehat hukum Ahmad Yani,” kata Roy.

Terkait penyadapan yang dimaksudkan penasehat hukum Ahmad Yani agar KPK seharusnya memberi tahu Kapolri terkait upaya pemberian uang dari Elvyn, Roy menyebut itu bagian dari penyelidikan.

“Pak Kapolda (Firli) juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberi uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja,” kata Roy.

Kendati menyeret-nyeret nama Ketua KPK , pihaknya tetap pada dakwaan yang menjerat Ahmad Yani dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Eksepsi akan kami jawab terkait keberatan dakwaan saja, soal lain-lain itu nanti saja,” pungkas Roy. (antara/jpnn/btr)

DIGIRING: Bupati Muara Enim Ahmad Yani  digiring petugas KPK usai menjalani sidang dengan agenda mendengar eksepsi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1).
DIGIRING: Bupati Muara Enim Ahmad Yani digiring petugas KPK usai menjalani sidang dengan agenda mendengar eksepsi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1).

MUARA ENIM, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 miliar dengan terdakwa penerima suap Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani, menyeret nama Ketua KPK Firli Bahuri.

Kuasa hukum terdakwa, Makdir Ismail mengatakan tudingan bahwa terdakwa penyuap yakni Elvyn MZ Muchtar yang memberikan sejumlah uang kepada Firli Bahuri semasa menjabat Kapolda Sumsel tidak bisa dibuktikan hanya dari penyadapan.

“BAP hanya menerangkan percakapan antara Elvyn dan kontraktor Robi bahwa Elvyn akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak,” ujar Makdir Ismail di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1).

Dalam sidang kedua dengan agenda membacakan ekspresi tersebut, Makdir menegaskan bahwa Ahmad Yani tidak berniat meminta komitmen fee sebesar Rp22 miliar dari kontraktor Robi Pahlevi yang berstatus terdakwa.

Komitmen fee tersebut merupakan inisiatif Elvyn yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp132 miliar, termasuk upaya memberikan USD35.000 kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kapolda Sumsel.

Makdir menjelaskan, Elvyn memanfaatkan silaturahmi antara Firli Bahuri dengan Ahmad Yani pada Agustus 2019 untuk memberikan uang senilai USD 35.000, uang tersebut dimintakannya dari terdakwa Robi yang saat itu berhasrat mendapatkan 16 paket proyek jalan.

Elvyn lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan, Elvyn memberi tahu bahwa ia ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.

“Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, ‘ya, nanti diberitahu, tapi biasanya bapak tidak mau’,” kata Makdir.

Percakapan itu ternyata disadap oleh KPK, kata dia, tetapi KPK justru tidak memberitahu kepada Kapolri bahwa Kapolda Sumsel akan diberikan sejumlah uang oleh seseorang.

“Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerja sama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu,” tegas Makdir.

Selain menyebut dakwaan tidak tepat, Makdir menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang pada saat itu ikut kontestasi Ketua KPK.

“Dari majalah Tempo bisa dilihat bahwa ada upaya menjegal pak Firli agar tidak jadi Ketua KPK, harusnya mereka (eks-komisioner KPK) legowo pak Firli jadi Ketua KPK, bukan malah dibusukkan,” jelasnya.

Mendengar eksepsi tersebut, JPU KPK, Roy Riadi, mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvyn.

“Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elvyn yang diceritakan penasehat hukum Ahmad Yani,” kata Roy.

Terkait penyadapan yang dimaksudkan penasehat hukum Ahmad Yani agar KPK seharusnya memberi tahu Kapolri terkait upaya pemberian uang dari Elvyn, Roy menyebut itu bagian dari penyelidikan.

“Pak Kapolda (Firli) juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberi uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja,” kata Roy.

Kendati menyeret-nyeret nama Ketua KPK , pihaknya tetap pada dakwaan yang menjerat Ahmad Yani dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Eksepsi akan kami jawab terkait keberatan dakwaan saja, soal lain-lain itu nanti saja,” pungkas Roy. (antara/jpnn/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/