JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perbedaan penetapan Idul Fitri lalu, bakal berlanjut pada penetapan Idul Adha tahun ini. Melalui maklumatnya, Muhammadiyah sudah menetapkan Idul Adha (10 Dzulhijjah) 1444 Hijriah jatuh pada 28 Juni 2023. Sementara Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan metode rukyat, diperkirakan menetapkan Idul Adha jatuh pada 29 Juni.
Potensi perbedaan penetapan Idul Adha itu disebabkan ketinggian hilal pada 18 Juni nanti masih rendah Yakni hanya sekitar satu derajat di atas ufuk. Dengan ketinggian tersebut, Muhammadiyah dengan metode hisabnya menetapkan 1 Dzulhijjah jatuh pada 19 Juni. Sehingga Idul Adha yang dirayakan setiap 10 Dzulhijjah, jatuh pada 28 Juni.
Sementara itu dengan metode rukyat, ketinggian hilal sekitar 1 derajat sangat kecil kemungkinan bisa dilihat atau diamati. Sehingga 1 Dzulhijjah bakal jatuh pada 20 Juni dan Idul Adha jatuh pada 29 Juni.
Thomas Djamaluddin, peneliti astronomi dan astrofisika dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan, perbedaan tersebut salah satunya mengacu pada awal Dzulhijjah menurut kriteria Kementerian Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Selain itu, kriteria astronomi Odeh juga.
Dia menjelaskan, tidak mungkin melihat hilal pada 18 Juni di Asia Tenggara. “Pada 18 Juni 2023, tidak mungkin melihat hilal di Indonesia dan di Asia Tenggara pada umumnya,” ujarnya.
Idul Adha sendiri diperkirakan jatuh pada 29 Juni 2023. Namun, Thomas mengaku akan menunggu hasil sidang Itsbat. Sedangkan hilal dapat dilihat pada 18 Juni 2023 di Arab Saudi dengan kriteria Mabims dan Odeh. Jadi kemungkinan Dzulhijjah akan dimulai pada 19 Juni dan Idul Adha pada 28 Juni.
Namun, penilaian ini didasarkan pada temuan dua metode ilmiah. Mabims sendiri menyebut ketinggian Bulan minimal 3 derajat, elongasi geosentrik minimal 6,4 derajat menggunkan aplikasi Astronomi PP Persis. Metode Odeh berdasarkan pengamatan terhadap aplikasi Accurate Time.
Menurut analisis, posisi bulan saat matahari terbenam pada 18 Juni 2023 adalah 2,1 derajat. Tingginya sangat rendah, sehingga hilanya sangat tipis. Karena itu, secara astronomis mustahil melihat hilal pada 18 Juni 2023. Dengan demikian, 1 Dzulhijjah ditetapkan pada 20 Juni. “Jadi Idul Adha diperkirakan pada 29 Juni 2023,” ujarnya.
Sedangkan hal berbeda terjadi di Makkah. Saat magrib pada 18 Juni 2023, tinggi Bulan mencapai 4,6 derajat dan elongasi geosentriknya 7 derajat. Hilal disebut cukup tebal untuk mengalahkan cahaya syafak, jadi hilal mungkin bisa ditetapkan pda 18 Juni.
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin mengatakan, kepastian penetapan Idul Adha akan diketok palu pada sidang isbat penentuan 1 Dzulhijjah 1444 Hijriah. “Sidang isbat penentuan awal Dzulhijjah 1444 Hijriah akan dilaksanakan pada Hari Ahad, 18 Juni,” kata Kamaruddin saat dikonfirmasi, Rabu (7/6).
Dia menegaskan kepastian 1 Dzulhijjah sebagai patokan penetapan Idul Adha menunggu pelaksanaan Sidang Isbat. “Jika ada perbedaan, kami mengimbau masyarakat untuk saling menghargai dan menghormati,” katanya.
Pelaksanaan Idul Adha juga identik dengan penyembelihan hewan kurban. Kamaruddin belum melakukan pengecekan, apakah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin berkurban di Masjid Istiqlal.
Potensi perbedaan Idul Adha juga menjadi perhatian Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Pasalnya tahun ini mereka bakal menjalankan program kurban secara nasional, dengan menargetkan 10 ribu hewan kurban setara kambing atau domba. “Baznas adalah bagian dari pemerintah. Maka kami ikut pemerintah,” kata Wakil Ketua Baznas Mokhamad Mahdum. Dia menegaskan bahwa penyembelihan hewan kurban dilaksanakan pada saat Idul Adha dan tiga hari tasyrikh (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Daging Dam Dikirim ke Indonesia
Selain itu Mahdum menuturkan, mulai tahun ini Baznas memfasilitasi pembayaran dam bagi jamaah haji Indonesia. Penyembelihan tetap dilakukan di Arab Saudi. Tetapi dagingnya dikirim ke Indonesia untuk mengatasi stunting.
Menurut Mahdum, potensi daging dari pembayaran dam dan kurban jamaah haji Indonesia sangat besar. Dia mengatakan, mayoritas jamaah haji Indonesia adalah haji tamattu, sehingga wajib membayar dam berupa kambing atau domba. “Haji tamattu itu agak santai. Pakai kain ihram untuk umrah wajib dulu, kemudian lepas ihram sampai menunggu puncak haji,” katanya di Jakarta, kemarin (7/6).
Dia menuturkan, kegiatan Baznas memfasilitasi pembayaran dam dan hewan kurban untuk para jamaah haji itu sudah mendapatkan restu dari DPR. Untuk menjalankan program tersebut, Baznas bekerjasama dengan lembaga Adhahi. Lembaga ini adalah wakaf dari Kerajaan Arab Saudi. Mereka melakukan penyembelihan hewan kurban sesuai dengan syariah. Jamaah haji yang berada di Arab Saudi bisa membayar dam atau membeli hewan kurban melalui layanan online milik Baznas.
Selain itu keluarga di Tanah Air juga bisa membelikan hewan kurban atau untuk dam bagi keluarganya yang sedang berhaji melalui Baznas. Dengan demikian keluarga yang sedang berhaji tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang atau mencari hewan kurban. Harga satu ekor kambing atau domba sudah ditetapkan sebesar 720 riyal atau sekitar Rp2,8 juta. Hampir sama dengan rata-rata harga kambing di Indonesia.
Mahdum mengatakan sudah mendapatkan fatwa dari MUI soal program pembayaran dam dan hewan kurban itu. Semula mereka meminta pertimbangan apakah bisa hewan kurban disembelik di Indonesia. “Ternyata fatwa MUI mengharuskan hewan kurban dan dam bagi jemaah haji tetap disembelih di Arab Saudi,” tuturnya. (jpc/adz)