30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

PNS Koruptor Tak Kunjung Dipecat, Kepala Daerah Harus Disanksi Tegas

Akmal Malik Piliang

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Waktu perpanjangan 14 hari bagi 103 kepala daerah untuk menuntaskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) PNS terpidana korupsi diharapkan bisa ditaati. Meski demikian, Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik Piliang enggan berkomentar lebih jauh soal potensi peningkatan sanksi.

Sebab, pihaknya perlu juga mempertimbangkan duduk persoalannya. “Kami tunggu respons dari kepala daerah. Kami mau tanya 275 PNS yang belum diberhentikan ini statusnya seperti apa,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (6/7).

Selama ini, jelas Akmal, pemerintah daerah kurang melakukan koordinasi untuk menuntaskan persoalan tersebut. “Jangan diam-diam saja. Kasih surat ke kita (Kemendagri, Red) biar kita tahu di mana masalahnya,” imbuh dia.

Disinggung soal adanya kepala daerah yang mengaku belum mendapat surat teguran tertulis, Akmal menyebutkan, mungkin terjadi miskoordinasi. Dia mengatakan, per 4 Juli lalu surat sudah diedarkan. Hanya, dia mengakui, surat yang dikeluarkan Kemendagri memang tidak langsung sampai ke tangan gubernur. Tapi ke kantor penghubung provinsi masing-masing. Hal itu sesuai dengan prosedur administrasi surat-menyurat.

Seperti diketahui, Mendagri Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat teguran kepada 103 kepala daerah yang terdiri atas 11 gubernur, 80 bupati, dan 12 wali kota. Pasalnya, 103 daerah itu termasuk masih memiliki tanggungan PTDH PNS korupsi. Dari 2.259 PNS pemda yang dipidana korupsi, ada 275 yang belum dipecat dan masih diberi gaji.

Sementara itu, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengkritik sikap pemerintah yang terkesan lambat dalam merespons persoalan tersebut. Padahal, kewajiban untuk memberhentikan PNS korupsi sudah harus dilakukan sejak tahun lalu. “Batas waktu pemecatan sudah diundur berkali-kali. Terakhir diberi batas waktu sampai akhir Mei,” ungkapnya.

Melihat situasi itu, lanjut Egi, semestinya kepala daerah yang menjabat pejabat pembina kepegawaian (PPK) sudah tidak hanya diberi teguran. Tapi juga sanksi tegas. Apalagi, dasar hukum sanksi sudah ada. “Harusnya sudah memberikan sanksi kepada PPK. Sembari tetap memastikan PNS koruptor segera dipecat,” tegasnya.

Keterlambatan pemberhentian PNS korupsi sendiri tidak sederhana. Karena berpotensi menimbulkan kerugian negara. Mengingat gaji hingga THR tetap masuk ke rekening pelaku.

Pemprovsu Dapat Apresiasi

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sendiri, saat ini sudah menuntaskan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) kepada Apartur Sipil Negara (ASN) yang terlibat kasus korupsi. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mendagri, Bahtiar pun memberikan apresiasi atas langkah Pemprovsu dalam melaksanakan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri untuk mempercepat proses pemecatan bagi ASN koruptor. “Kita apresiasi Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan pemecatan terhadap para ASN korup,” katanya.

Sebelumnya, Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Sumut, Abdul Khair Harahap menegaskan, tidak ada lagi ASN Pemprov Sumut yang terpidana korupsi namun belum dipecat. Abdul Khair menyebutkan, ada kekeliruan dari data yang dimiliki pihak Kemendagri yang menyatakan ada 2 ASN Pemprov Sumut yang saat ini terlibat kasus korupsi namun belum dipecat. Untuk itu, Khair menjelaskan, dirinya telah mengklarifikasi kabar tersebut ke Kemendagri. “Sudah saya kabari kok ke mereka dan kabar itu sudah mereka terima,” kata Khair kepada Sumut Pos, Kamis (4/7).

Bahkan, kata Khair, terakhir Kemenpan pernah menyurati pihaknya bahwa ada sebanyak 30 orang ASN Pemprov Sumut yang telah inkrah kasusnya namun belum dipecat. “Tapi yang ada, kami malah memecat 41 orang dan 30 diantaranya adalah yang disebut oleh Kemenpan itu. Itu karena yang 11 orang lagi baru kami ketahui kasusnya sudah inkrah setelah surat dari Kemenpan kami terima. Dan setelah kami tindak kami juga langsung menyurati Kemenpan” jelas Khair.

Dilanjutkannya, berbeda dengan para ASN yang belum inkrah kasusnya di Pengadilan, pihaknya belum bisa melakukan pemecatan. “Kalau yang belum inkrah kasusnya tentu lah belum bisa kami tindak, tunggu dulu ada putusan dan putusan itu telah inkrah, barulah kami langsung mengambil tindakan,” tutupnya.(jpc/bbs)

Akmal Malik Piliang

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Waktu perpanjangan 14 hari bagi 103 kepala daerah untuk menuntaskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) PNS terpidana korupsi diharapkan bisa ditaati. Meski demikian, Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik Piliang enggan berkomentar lebih jauh soal potensi peningkatan sanksi.

Sebab, pihaknya perlu juga mempertimbangkan duduk persoalannya. “Kami tunggu respons dari kepala daerah. Kami mau tanya 275 PNS yang belum diberhentikan ini statusnya seperti apa,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (6/7).

Selama ini, jelas Akmal, pemerintah daerah kurang melakukan koordinasi untuk menuntaskan persoalan tersebut. “Jangan diam-diam saja. Kasih surat ke kita (Kemendagri, Red) biar kita tahu di mana masalahnya,” imbuh dia.

Disinggung soal adanya kepala daerah yang mengaku belum mendapat surat teguran tertulis, Akmal menyebutkan, mungkin terjadi miskoordinasi. Dia mengatakan, per 4 Juli lalu surat sudah diedarkan. Hanya, dia mengakui, surat yang dikeluarkan Kemendagri memang tidak langsung sampai ke tangan gubernur. Tapi ke kantor penghubung provinsi masing-masing. Hal itu sesuai dengan prosedur administrasi surat-menyurat.

Seperti diketahui, Mendagri Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat teguran kepada 103 kepala daerah yang terdiri atas 11 gubernur, 80 bupati, dan 12 wali kota. Pasalnya, 103 daerah itu termasuk masih memiliki tanggungan PTDH PNS korupsi. Dari 2.259 PNS pemda yang dipidana korupsi, ada 275 yang belum dipecat dan masih diberi gaji.

Sementara itu, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengkritik sikap pemerintah yang terkesan lambat dalam merespons persoalan tersebut. Padahal, kewajiban untuk memberhentikan PNS korupsi sudah harus dilakukan sejak tahun lalu. “Batas waktu pemecatan sudah diundur berkali-kali. Terakhir diberi batas waktu sampai akhir Mei,” ungkapnya.

Melihat situasi itu, lanjut Egi, semestinya kepala daerah yang menjabat pejabat pembina kepegawaian (PPK) sudah tidak hanya diberi teguran. Tapi juga sanksi tegas. Apalagi, dasar hukum sanksi sudah ada. “Harusnya sudah memberikan sanksi kepada PPK. Sembari tetap memastikan PNS koruptor segera dipecat,” tegasnya.

Keterlambatan pemberhentian PNS korupsi sendiri tidak sederhana. Karena berpotensi menimbulkan kerugian negara. Mengingat gaji hingga THR tetap masuk ke rekening pelaku.

Pemprovsu Dapat Apresiasi

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sendiri, saat ini sudah menuntaskan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) kepada Apartur Sipil Negara (ASN) yang terlibat kasus korupsi. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mendagri, Bahtiar pun memberikan apresiasi atas langkah Pemprovsu dalam melaksanakan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri untuk mempercepat proses pemecatan bagi ASN koruptor. “Kita apresiasi Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan pemecatan terhadap para ASN korup,” katanya.

Sebelumnya, Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Sumut, Abdul Khair Harahap menegaskan, tidak ada lagi ASN Pemprov Sumut yang terpidana korupsi namun belum dipecat. Abdul Khair menyebutkan, ada kekeliruan dari data yang dimiliki pihak Kemendagri yang menyatakan ada 2 ASN Pemprov Sumut yang saat ini terlibat kasus korupsi namun belum dipecat. Untuk itu, Khair menjelaskan, dirinya telah mengklarifikasi kabar tersebut ke Kemendagri. “Sudah saya kabari kok ke mereka dan kabar itu sudah mereka terima,” kata Khair kepada Sumut Pos, Kamis (4/7).

Bahkan, kata Khair, terakhir Kemenpan pernah menyurati pihaknya bahwa ada sebanyak 30 orang ASN Pemprov Sumut yang telah inkrah kasusnya namun belum dipecat. “Tapi yang ada, kami malah memecat 41 orang dan 30 diantaranya adalah yang disebut oleh Kemenpan itu. Itu karena yang 11 orang lagi baru kami ketahui kasusnya sudah inkrah setelah surat dari Kemenpan kami terima. Dan setelah kami tindak kami juga langsung menyurati Kemenpan” jelas Khair.

Dilanjutkannya, berbeda dengan para ASN yang belum inkrah kasusnya di Pengadilan, pihaknya belum bisa melakukan pemecatan. “Kalau yang belum inkrah kasusnya tentu lah belum bisa kami tindak, tunggu dulu ada putusan dan putusan itu telah inkrah, barulah kami langsung mengambil tindakan,” tutupnya.(jpc/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/