SUMUTPOS.CO – “Kehadiran polisi di tengah masyarakat seharusnya memberi rasa tenteram di masyarakat. Bukan rasa takut, karena polisi bukan momok bagi masyarakat. Justru sebaliknya. Hanya para penjahat yang seharusnya was-was dengan kehadiran polisi.”
Kata-kata itu diucapkan Jenderal Hoegeng Imam Santosa saat menjabat Kapolri tahun 1968-1971. Hoegeng tak cuma asal njeplak. Dia benar-benar menghayati ucapan itu. Polisi adalah pelindung dan pelayan masyarakat.
Hoegeng juga menulis seorang polisi berpangkat agen polisi hingga jenderal polisi sama tugasnya. Tentu tanggung jawab seorang jenderal lebih besar. Tetapi semuanya wajib memberi rasa aman di masyarakat.
Hoegeng selalu turun ke jalan, memantau kondisi di lapangan. Dia memberikan contoh pada anak buahnya.
Maka betapa mengharukan melihat seorang polisi berpangkat jenderal bintang empat sedang mengatur lalu lintas di Menteng, Jakarta Pusat. Hoegeng yang selalu berangkat pagi tergerak mengatur lalu lintas karena tidak ada polisi di sana.
“Saya ikhlas. Saya mencintai pekerjaan saya,” kata Hoegeng.
Pada Hoegeng pula semua orang yang merasa tidak mendapat keadilan mengadu. Hoegeng menyediakan rumahnya terbuka tanpa pengawalan. Dia juga selalu memonitor para Kapolda di seluruh Indonesia lewat radio panggil.
Ingatlah Hoegeng, yang coba menegakkan hukum dan membela Sumarijem yang diperkosa anak-anak pejabat. Hoegeng memecat komandan polisi Yogyakarta karena malah menjerat Sum dengan laporan palsu. Bukannya melindungi Sum, polisi malah menyiksa wanita malang ini.
Terpujilah Jenderal Hoegeng yang dicopot karena membela kebenaran, menegakkan kejujuran dan mengusik praktik durjana kroni penguasa.
Kini, jauh setelah keteladanan Jenderal Hoegeng polisi malah membuat takut masyarakat. Rakyat enggan berurusan dengan polisi kalau sangat-sangat tidak terpaksa.
Seorang ABG di Gorontalo berinisial IU (16) diperkosa dan dicabuli berulang-ulang oleh sedikitnya sembilan orang polisi. Ironisnya salah satu pemerkosaan itu dilakukan di Kantor Polsek Paguyaman.
Setelah beberapa kali diperkosa, IU ketakutan. Bulan Oktober awal, IU ditelepon oleh seorang polisi berinisial AU agar datang ke Polsek. Kalau tak datang ke Polsek, polisi itu mengancam akan menyakiti ABG malang itu. Ironisnya malah IU berkali-kali diperkosa di kantor polisi.
Bayangkan, kantor polisi yang seharusnya menjadi simbol pelindung masyarakat malah dipakai memperkosa orang. Polisi yang harusnya menjadi pengayom malah mencabuli ABG di bawah ancaman pistol.
Jenderal Hoegeng mungkin akan menangis melihat polisi seperti ini.
[ian]