JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam bubar. Sebab tiga orang pimpinan lembaga antirasuah yakni Bambang Widjojanto (BW), Adnan Pandu Praja serta Abraham Samad kini terbelit masalah hukum. Alhasil hanya satu pimpinan KPK yang tersisa yakni Zulkarnain.
BW dilaporkan oleh Sugianto Sabran ke Bareskrim Mabes Polri. Dia dituduh memberikan keterangan palsu pada sidang sengketa pilkada Kotawaringin Barat tahun 2010. Adnan diadukan ke Mabes Polri atas dasar pemalsuan surat notaris dan penghilangan saham PT Desy Timber perusahaan yang berlokasi di Berau Kalimantan Timur.
Sedangkan Samad dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch M. Yusuf Sahide lantaran aktivitas politiknya bertemu sejumlah elit parpol.
Menanggapi itu, BW mengatakan bahwa tindakan kriminalisasi pada sejumlah pimpinan KPK itu tujuannya tidak lagi untuk melemahkan KPK. Namun sudah mengarah ke penghancuran KPK. “Ini sudah level kronis,” ujarnya.
Menurut BW, pihaknya sudah memprediksi adanya penghancuran KPK. Namun dia mengaku tidak gentar. Menurut BW, jika nantinya proses pengancuran itu terus dilakukan, maka dia dan seluruh pegawai di KPK akan menyerahkan mandat ke presiden. “Sedang kami konsolidasikan,” paparnya.
Koordinator ICW, Ade Irawan mengatakan kriminalisasi di KPK ini harus segera dihentikan. Menurut dia orang yang bisa menghentikan penghancuran itu tak lain adalah kepala negara. Menurut Ade, saat ini rakyat menunggu ketegasan presiden.
Ade mengatakan, kasus yang menimpa pimpinan KPK ini merupakan sinyal SOS bagi Jokowi. Sebagai kepala negara, sudah seharusnya presiden cepat bergerak mengatasi masalah itu. Ada dua pilihan yang kini ada di depan Mantan Walikota Solo itu. Yakni mengeluarkan perppu atau mempercepat pemilihan komisioner KPK yang habis masa tugasnya pada akhir tahun ini.
Dia menambahkan, kini rakyat mulai membandingkan Jokowi dengan SBY. Ketika konflik KPK dan Polri, SBY bergerak cepat. Sehingga kondisi kritis bisa segera diatasi. “Kami harapkan Jokowi melakukan hal yang sama,” paparnya.
Sementara itu, polemik KPK dengan Polri sudah memasuki minggu ketiga. Namun, belum ada tanda-tanda adanya penyelesaian. Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto menilai, Presiden perlu diberikan waktu untuk bisa menyelesaikan.
“Saya percaya Presiden bisa menyelesaikan,” kata Prabowo di sela-sela peletakan batu pertama pembangunan kantor DPD Gerindra DKI Jakarta, kemarin.
Sementara, Ketua Umum Partai Golongan Karya hasil Munas Bali Aburizal Bakrie menilai, apa yang terjadi saat ini tidak luput dari keberadan personil di KPK dan Polri. Ical, sapaan akrab Aburizal mendorong agar dilakukan penyelesaian dengan mengedepankan prosedur hukum.
“Tidak ada satu orangpun di Indonesia yang berada di atas hukum,” kata Ical.
Menurut dia, lebih penting melindungi institusi KPK dan Polri dibandingkan dengan melindungi personal di dalamnya. Karena itu, proses penegakan hukum harus dibuka dan diselesaikan dengan transparan.
“Jadi dua-duanya (KPK dan Polri) tentu tahu apa yang mereka perbuat, mereka tahu kalau salah ya salah, kalau benar ya benar,” tegasnya. Sementara, terkait isu pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Ical menilai Presiden sebaiknya menunggu keputusan pra peradilan.
Tolak Praperadilan Tersangka BG
Di sisi lain, proses gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan akan berlanjut hari ini (9/2). Namun, ada kejanggalan dalam proses praperadilan tersebut, sebab praperadilan sesuai KUHAP tidak ditujukan untuk penetapan tersangka. Karena itu Hakim Praperadilan Gugatan BG Sarpin Rizaldi wajib untuk menolak gugatan praperadilan tersebut.
Sesuai KUHAP pasal 77, praperadilan itu hanya disebutkan hanya untuk menguji keabsahan dari penghentian penyidikan, penuntutan, penangkapan dan penahanan. Dalam KUHAP tidak ada praperadilan untuk penetapan tersangka.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menjelaskan, dengan begitu sudah pasti hakim harus patuh pada KUHAP dan menolak gugatan BG tersebut. Namun, bukan berarti ditolak untuk disidangkan, hanya saja sidang tetap dilaksanakan dengan hasil putusan bahwa pengajuan gugatan ditolak. “Kalau hari ini justru diterima, maka ada pelanggaran yang dilakukan hakim,” paparnya.
Kalau saja diterima pengajuan praperadilan tersebut, maka pintu masuk perlawanan bagi para tersangka KPK akan terbuka. Tersangka KPK akan menjadikan gugatan praperadilan pada kasus BG ini sebagai contoh dan akan memulai rentetan pengajuan praperadilan yang ditujukan ke KPK. “Ini juga bentuk pelemahan terhadap KPK,” jelasnya.
Yang lebih ironis, sebenarnya Polri mengerti bahwa praperadilan itu tidak bisa dilakukan pada penetapan tersangka. Namun, langkah itu tetap saja dilakukan demi melindungi BG. “Penegak hukum seperti Polri, menerjemahkan hukum seenaknya. Kalau begitu, nanti penetapan tersangka yang dilakukan Polri juga bisa dipraperadilkan,” tuturnya.
Dengan begitu, sebenarnya praperadilan BG ini merupakan kemunduran proses hukum di Indonesia. Dia menuturkan, kepastian hukum di Indonesia menjadi sangat lemah. “Ini berbahaya untuk keberlangsungan penegak hukum,” tegasnya.
Sementara itu Kuasa Hukum Budi Gunawan Fredrich Yunadi menjelaskan, proses praperadilan itu merupakan hak setiap orang. Komjen Budi Gunawan tentu memiliki hak untuk mengajukan praperadilan. “Tidak ada larangan, hak itu harus dijamin,” terangnya.
Untuk proses persidangan praperadilan yang akan digelar hari ini, Yunadi memastikan telah memiliki sejumlah bukti yang bakal menggoyang posisi KPK. “Kami memiliki sejumlah bukti yang kuat,” jelasnya.
Apa saja bukti tersebut, dia enggan untuk menyebutkannya. Yang pasti semua bukti itu akan dibeberkan di sidang praperadilan. “gak bisa disebut sekarang dong. Nanti saja waktu persidangan, tunggulah,” ujarnya.
Yang pasti, KPK harus hadir dalam sidang praperadilan. Kalau tidak hadir, tentu akan menimbulkan tanda tanya. “Kami minta hakim agar KPK dihadirkan, kalau tidak hadir ya harus dipaksa,” terangnya.
Sebelumnya, sidang praperadilan gugatan penetapan tersangka BG ditunda. Penundaan itu dikarenakan KPK tidak hadir dalam sidang tersebut, kendati telah molor selama tiga jam lebih.
Senada, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie menjelaskan, siapapun boleh untuk menilai praperadilan tersebut. Namun, Polri sendiri pada posisi menghormati upaya Komjen Budi Gunawan untuk menuntut keadilan. “Ini hak dari Budi Gunawan,” paparnya.
Yang utama, kalau KPK tidak memiliki kesalahan dalam proses penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan, mengapa KPK harus takut untuk dipraperadilan. “Ya dilanjut saja, tentu dibuktikan seperti apa di pengadilan,” terangnya.
Kalau banyak pihak yang menganggap bahwa praperadilan tidak bisa dilakukan untuk penetapan tersangka, maka sebaiknya biarkan hakim yang menentukan. “Kalau memang ada yang menolak, tentunya itu semua bergantung hakim,” ujarnya.
Apakah tidak takut setiap penetapan tersangka yang dilakukan Polri akan dipraperadilkan? Dia menjelaskan bahwa setiap kasus itu memiliki karakter yang berbeda. Tergantung bagaimana bukti yang dimiliki dalam kasus tersebut. “Pembuktiannya masing-masing, tidak bisa dianalogikan begitu,” ujarnya.
Sementara itu, Bambang Widjojanto memberikan kepastian KPK akan datang dalam sidang Pra Peradilan di PN Jaksel hari ini. Namun dia memberikan catatan, KPK akan datang asalkan materi gugatan yang diajukan Polri tidak berubah lagi. “Mudah-mudahan tidak ada perubahan lagi,” ujarnya,kemarin. (idr/aph/bay/end/jpnn/rbb)