JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Efek domino kasus penganiayaan David Ozora oleh Mario Dandy Satriyo, putra eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo, terus merembet ke jajaran Kemenkeu.
Selain sejumlah pegawai Kemenkeu yang kini menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menyampaikan bahwa dirinya telah menerima informasi pergerakan uang mencurigakan Rp300 triliun di Kemenkeu. Keterangan tersebut disampaikan oleh Mahfud di Universitas Gadjah Mada (UGM) kemarin (8/3).
Menurut dia, informasi itu baru dia terima kemarin pagi. “Terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan,” imbuhnya saat ditanya oleh awak media terkait dengan kasus yang menyeret Rafael. Secara spesifik, dia menyebut pergerakan uang mencurigakan itu sebagian besar terdeteksi di dua direktorat Kemenkeu.
Pertama DJP. Kedua Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sebagai Ketua Tim Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Mahfud memastikan bahwa laporan itu telah dia teruskan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. “Itu harus dilacak. Dan saya sudah sampaikan kepada Bu Sri Mulyani. PPATK (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan, Red) juga sudah menyampaikan,” beber dia.
Meski tidak terkait secara langsung dengan Rafael, namun mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan bahwa informasi tersebut harus didalami. Hal itu sejalan dengan langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belakangan Lembaga Antirasuah tersebut memang terus mendalami sumber harta dan kekayaan Rafael. Dari klarifikasi, mereka telah meningkatkan pendalaman tersebut ke level penyelidikan.
Menurut Mahfud, transaksi uang mencurigakan dengan nilai ratusan triliun itu merupakan akumulasi dari 2009 – 2023. Selama periode tersebut, sedikitnya ada 160 laporan terkait transaksi mencurigakan tersebut. “Diakumulasi semua melibatkan 460 orang di kementerian itu,” kata dia.
Menurut dia, selama ini laporan tersebut tidak pernah direspons. “Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus,” imbuhnya. Salah satu contohnya adalah kasus yang menyeret Rafael. Respon muncul setelah kasus terkuak.
Mahfud menyampaikan bahwa dirinya memaklumi hal itu. Apalagi sejak 2009 – 2023 sudah beberapa kali menteri di Kemenkeu berganti. “Saya kira karena kesibukan yang luar biasa sehingga perlu sistem saja menurut saya,” kata dia. Pejabat asal Madura itu menyampaikan bahwa dirinya sangat menghormati Sri Mulyani. Menurut dia, Sri Mulyani sudah bekerja hebat. “Saya sangat hormat dan salut pas Bu Sri Mulyani yang begitu hebat untuk membersihkan itu sudah lama, mengambil tindakan-tindakan cepat,” ujarnya.
Karena itu, Mahfud menilai, saat ini yang diperlukan adalah membantu Sri Mulyani. “Bu Sri Mulyani sedang menyelesaikan itu. Dan kita tidak bisa menyembunyikan apapun kepada masyarakat,” kata dia. Kalaupun informasi itu tidak disampaikan olehnya, lanjut Mahfud, dia yakin masyarakat akan tahu dari sumber yang lain. Karena itu, dia menekankan agar tidak ada satupun yang berbohong terkait hal tersebut. “Kita nggak boleh berbohong,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membenarkan adanya transaksi mencurigakan di Kemenkeu yang nilainya mencapai Rp300 triliun. Bahkan, Ivan menyebut, laporan tersebut sudah diserahkan ke Kemenkeu sejak 2009 lalu. “Laporan transaksi mencurigakan sudah kami serahkan ke Kemenkeu sejak 2009 sampai 2023,” kata Ivan saat dikonfirmasi, kemarin.
Menanggapi soal informasi transaksi mencurigakan Rp300 triliun di lingkungan Kemenkeu, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh menyampaikan, sejauh ini pihak Kemenkeu khususnya Inspektorat Jenderal Kemenkeu belum menerima informasi resmi seperti yang disampaikan Menko Polhukam. Namun, Awan berjanji pihaknya akan menindaklanjuti informasi tersebut.
‘’Sampai saat ini belum tahu, belum menerima informasinya seperti apa. Namun akan kami cek. Memang masalahnya sudah tahu di pemberitaan, tapi nanti akan kami cek,’’ ujarnya pada konferensi pers, kemarin (8/3).
Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Askolani menambahkan, sesuai dengan mekanisme yang ada, Itjen Kemenkeu akan segera berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Kemenko Polhukam terkait hal itu. Kemenkeu juga akan meminta bersinergi dan meminta klarifikasi kepada PPATK terkait informasi tersebut.
‘’Yang disampaikan Pak Menko Polhukam, tentunya infonya basisnya dari PPATK. Dari hal itu, perlu koordinasi. Info ini kan belum diterima oleh Pak Irjen, sehingga pasti nanti Pak Irjen akan komunikasi dengan Pak Menko Polhukam. Pengalaman kami selama ini, kemungkinan Irjen juga akan klarifikasi ke PPATK untuk bisa melihat langsung, mendapatkan langsung dan juga memberikan info yang disampaikan,’’ jelasnya.
Rafael Alun Dipecat, Tak Dapat Pensiun
Karir moncer Rafael Alun Trisambodo (RAT) di DJP Kemenkeu tinggal kenangan. Akibat sejumlah pelanggaran yang dilakukannya, kemarin (8/3), Kemenkeu memastikan RAT telah dipecat. Tak hanya itu, RAT juga dipastikan tidak mendapatkan uang pensiun.
Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kemenkeu Yustinus Prastowo saat ini masih dalam proses administrasi. Namun, hal itu tidak mengubah keputusan pemecatan. Yustinus menyebut keputusan pemecatan itu juga telah disetujui Menkeu Sri Mulyani Indrawati. ‘’Secara substansial sudah (dipecat), formilnya menunggu. Kalau substansialnya kan berarti sudah ada pengajuan dari Irjen, rekomendasi, persetujuan Menkeu. Nah sekarang Setjen tinggal melakukan tindak lanjut,’’ jelasnya.
Sektetaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi juga memastikan RAT tidak akan mendapatkan uang pensiun. Hal itu disebabkan karena hasil invetigasi menemukan adanya pelanggaran berat maka konsuekuensinya adalah pecat. ‘’Apakah dia dapat (uang) pensiun? Tidak dapat dapat pensiun,’’ tutur Heru.
Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh menjelaskan, Itjen Kemenkeu telah membentuk 3 tim untuk menginvestigasi harta RAT. Dari situ, ditemukanlah berbagai pelanggaran RAT. Tim pertama terkait dengan eksaminasi menemukan beberapa harta kekayaan RAT tidak memiliki bukti otentik kepemilikan. Tim kedua menyatakan RAT tidak melaporkan kekayaan uang tunai dan bangunan, serta sebagian aset diatasnamakan kepada pihak terafiliasi. ‘’Kemudian tim investigasi dugaan fraud hasilnya adalah terbukti yang bersangkutan tidak menunjukkan integritas,’’ kata Awan.
Dia menambahkan, RAT terbukti tidak mencerminkan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang baik di dalam maupun luar kedinasan dengan tidak melaporkan LHKPN secara benar dan tidak patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak. ‘’Tidak patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak, serta memiliki gaya hidup pribadi dan keluarga yang tidak sesuai dengan asas kepatutan dan kepantasan sebagai ASN,’’ jelas Awan.
RAT juga tidak melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ia juga menjadi perantara yang menimbulkan konflik kepentingan terkait dengan jabatannya. Kemudian, terdapat informasi lain yang mengindikasikan adanya upaya RAT menyembunyikan harta kekayaan dan sumber perolehannya.
6 Perusahaan dan 1 Konsultan Pajak Terlibat
Kasus RAT juga menyeret sejumlah konsultan pajak. Dirjen Pajak Suryo Utomo membenarkan ada 6 perusahaan dan 1 konsultan pajak yang terlibat.
Saat ini, lanjut Suryo, pihaknya tengah melakukan pemeriksaan kepada 6 perusahaan dan 1 konsultan pajak itu. Pemeriksaan itu dilakukan untuk menguji kepatuhan perpajakan pihak-pihak itu.
Suryo hanya memaparkan inisial dari nama dan konsultan pajak, yakni GTA, SKP, PHA, CC, PDA, RR dan terakhir SCR. Nama-nama ini adalah yang didapatkan dari penelusuran PPATK dan KPK. Bahwa, ada temuan pajak yang masih harus dibayar dari perusahaan tersebut. ‘’Nanti akan kami terbitkan produk hukum sesuai dengan ketentuan,’’ jelas Suryo. (jpc/ila)