26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Harga Gas Naik 55 Persen

Apindo Layangkan Surat Penolakan pada SBY

JAKARTA-Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak mentah-mentah rencana kenaikan harga gas industri yang mencapai 55 persen. Kenaikan harga gas yang ditetapkan Perusahaan Gas Negara (PGN) per 16 Mei 2012 lalu itu dinilai bakal memicu perlambatan pertumbuhan industri. Karena itu, Apindo berupaya melakukan renegosiasi harga dengan pemerintah.

“Sebanyak 30 asosiasi industri gas hari ini (kemarin) menyampaikan keberatan atas kenaikan harga. Surat kami layangkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” ungkap Ketua Apindo Sofjan Wanandi Jumat (8/6). Seperti diwartakan, PGN melakukan penyesuaian harga gas industri, khusus di wilayah Jawa Barat sebesar USD 10,2 per million metric British thermal unit (mmbtu) dari yang sebelumnya USD 6,7 mmbtu.

Sofjan memaparkan, pihaknya sebenarnya tak menolak kenaikan harga gas. Asalkan, peningkatkan harga dilakukan bertahap hingga 2014. Misalnya, skema kenaikan harga gas pada Juli 15 persen menjadi USD 5,82 per mmbtu, lalu pada Januari 2013 naik lagi 11 persen menjadi USD 6,4 per mmbtun
Begitu pula pada Juli 2013, harga gas bisa naik 11 persen menjadi USD 7 mmbtu, dan terakhir pada Januari 2014 posisi harga gas USD 7,7 atau naik 11 persen.

“Mayoritas industri mempunyai kontrak jangka panjang dengan buyer, dan tidak memungkinkan meminta penghitungan ulang. Biaya penggunaan gas ini berpengaruh 15-20 persen dari biaya produksi. Tentu ini sangat signifikan, dan berdampak pada turunnya tingkat daya saing sektor industri nasional,” paparnya.

Pihaknya juga meminta supaya harga gas di Sub Business Unit (SBU) II (USD 8,8 per mmbtu), dan SBU III (USD 9,6 per mmbtu) tak mengalami perubahan sampai 2014. “Saat ini ada 405 pabrik dalam 27 sektor industri yang mengalami kekurangan suplai gas,” jelasnya.

Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Franky Sibarani menjelaskan, secara business to business, pihaknya seringkali melakukan renegosiasi kontrak dengan PGN lantaran suplai gas selalu tak sesuai dengan kontrak. “Kami sudah masukkan keadaan force majeur (keadaan memaksa). Misalnya suplai gas tersendat karena ada kendala teknis di hulu migas. Namun memang tidak ditulis secara detil. Tetapi kalau renegosiasi terus menerus, industri kami tak bisa tumbuh,” sahut Franky.

Dari 270 perusahaan yang tergabung di Gapmmi, sejatinya hanya 66 perusahaan yang berinvestasi menggunakan gas. Di antaranya untuk sektor biskuit, roti, dan minuman. “Investasi sumber energi gas itu sangat mahal. Kalau kami disuruh mengganti ke batu bara, tentu panelnya tidak cocok,” tuturnya. (gal/oki/jpnn)

Apindo Layangkan Surat Penolakan pada SBY

JAKARTA-Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak mentah-mentah rencana kenaikan harga gas industri yang mencapai 55 persen. Kenaikan harga gas yang ditetapkan Perusahaan Gas Negara (PGN) per 16 Mei 2012 lalu itu dinilai bakal memicu perlambatan pertumbuhan industri. Karena itu, Apindo berupaya melakukan renegosiasi harga dengan pemerintah.

“Sebanyak 30 asosiasi industri gas hari ini (kemarin) menyampaikan keberatan atas kenaikan harga. Surat kami layangkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” ungkap Ketua Apindo Sofjan Wanandi Jumat (8/6). Seperti diwartakan, PGN melakukan penyesuaian harga gas industri, khusus di wilayah Jawa Barat sebesar USD 10,2 per million metric British thermal unit (mmbtu) dari yang sebelumnya USD 6,7 mmbtu.

Sofjan memaparkan, pihaknya sebenarnya tak menolak kenaikan harga gas. Asalkan, peningkatkan harga dilakukan bertahap hingga 2014. Misalnya, skema kenaikan harga gas pada Juli 15 persen menjadi USD 5,82 per mmbtu, lalu pada Januari 2013 naik lagi 11 persen menjadi USD 6,4 per mmbtun
Begitu pula pada Juli 2013, harga gas bisa naik 11 persen menjadi USD 7 mmbtu, dan terakhir pada Januari 2014 posisi harga gas USD 7,7 atau naik 11 persen.

“Mayoritas industri mempunyai kontrak jangka panjang dengan buyer, dan tidak memungkinkan meminta penghitungan ulang. Biaya penggunaan gas ini berpengaruh 15-20 persen dari biaya produksi. Tentu ini sangat signifikan, dan berdampak pada turunnya tingkat daya saing sektor industri nasional,” paparnya.

Pihaknya juga meminta supaya harga gas di Sub Business Unit (SBU) II (USD 8,8 per mmbtu), dan SBU III (USD 9,6 per mmbtu) tak mengalami perubahan sampai 2014. “Saat ini ada 405 pabrik dalam 27 sektor industri yang mengalami kekurangan suplai gas,” jelasnya.

Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Franky Sibarani menjelaskan, secara business to business, pihaknya seringkali melakukan renegosiasi kontrak dengan PGN lantaran suplai gas selalu tak sesuai dengan kontrak. “Kami sudah masukkan keadaan force majeur (keadaan memaksa). Misalnya suplai gas tersendat karena ada kendala teknis di hulu migas. Namun memang tidak ditulis secara detil. Tetapi kalau renegosiasi terus menerus, industri kami tak bisa tumbuh,” sahut Franky.

Dari 270 perusahaan yang tergabung di Gapmmi, sejatinya hanya 66 perusahaan yang berinvestasi menggunakan gas. Di antaranya untuk sektor biskuit, roti, dan minuman. “Investasi sumber energi gas itu sangat mahal. Kalau kami disuruh mengganti ke batu bara, tentu panelnya tidak cocok,” tuturnya. (gal/oki/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/