30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Kasus Penganiayaan Berujung Kematian, Anak Anggota DPR Menangis Usai Pacar Tewas

SUMUTPOS.CO – Gregorius Ronald Tannur, anak dari Edward Tannur anggota DPR dari NTT, telah ditetapkan sebagai tersangka usai dirinya menganiaya sang kekasih Dini Sera Afrianti (27) hingga tewas.

Kini beredar sebuah video yang memperlihatkan Anak Anggota DPR RI sempat menangis histeris saat mengantarkan pacarnya kerumah sakit.

Seperti dilihat dari laman akun Instagram anggota DPR RI Ahmad Sahroni, Minggu (8/9), tampak Gregorius Ronald Tannur menangis dan meminta pertolongan medis.

Dalam video yang beredar memperlihatkan jika Gregorius Ronald Tannur melakukan banyak upaya jika kekasihnya yang terkulai lemas di atas kursi roda, video tersebut diduga direkam di ruang sekuriti apartemen kediaman tersangka.

Tersangka juga terlihat berteriak meminta tolong saat korban tidak lagi merespons.

Sekuriti yang ada di tempat kejadian pun menyarankan tersangka membawa korban ke rumah sakit.

Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Pasma Royce membenarkan korban sempat histeris di rumah sakit. Sekuriti pun menyaksikan upaya yang dilakukan Ronald saat itu. “Dalam kondisi tersebut, GR mencoba untuk memberikan napas buatan dan sambil menekan-nekan dada korban DSA namun tidak ada respons,” ungkap Pasma Royce saat konferensi pers.

Sementara, psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mendorong penyidik Kepolisian Resor Kota (Polrestabes) Surabaya menerapkan pasal 338 terhadap Gregorius Ronald Tannur (GRT).

Gregorius Ronald Tannur ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penganiayaan yang berujung pada tewasnya Dini Sera Afrianti.

Polrestabes Surabaya harus melihat kemungkinan penerapan pasal 338 KUHP, ungkap Reza dalam keterangan dilansir dari Antara.

Dijelaskan oleh Reza bahwa jika dilihat dari kronologi kejadian atas perilaku kekerasan yang dilakukan Gregorius Tannur terhadap korban DSA sangat brutal dan eskalasi.

Perilaku kekerasan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur terindikasi semakin meningkat.

Kekerasan dilakukan mulai dari organ tubuh bawah bagian kaki hingga organ tubuh bagian atas (kepala).

Diketahui kekerasan tidak hanya dilakukan dengan tangan kosong namun juga dilakukan dengan alat seperti botol dan mobil.

“Dari sebatas tangan kosong hingga penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan dilanjutkan dengan penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil),” jelasnya.

Menurutnya, eskalasi kekerasan sedemikian rupa, ditambah dengan tidak adanya satupun organ vital korban yang luput dari perhatian dan adanya jeda antara kecelakaan dengan episode kekerasan sebelumnya, menandakan bahwa GRT sebenarnya berada pada level cukup kesadaran baginya untuk membungkam atau bahkan menghentikan tindakannya.

Namun, alih-alih menghentikan aksinya tersebut Gregorius Ronald Tannur dengan sadar meningkatkan intensitas kekerasan terhadap sasarannya.

Reza menilai hal tersebut merupakan tanda bahwa Gregorius Ronald Tannur memang berniat dan dengan sengaja melakukan hal tersebut dan tidak menggunakan kendalinya untuk menghentikan serangan.

Dengan kondisi kesadaran seperti itu, maka patut diasumsikan bahwa Gregorius Ronald Tannur mampu berfikir untuk melakukan tindakan yang dapat membunuh korbannya tersebut.

Dengan kata lain, diperkirakan saat itu pemikiran atau imajinasi mengenai kematian sang korban sudah terbesit di benak Gregorius Ronald Tannur.

“Pada saat pemikiran atau imajinasi kematian DSA muncul di benak GRT, maka hal tersebut dapat diartikan sepenuhnya sebagai jalannya tindakan GRT dimana perilaku kekerasan semakin meningkat dan disertai dengan imajinasi GRT. Matinya sasaran,” ujar Reza.

Maka dari itu menurut Reza berdasarkan beberapa kronologi di atas, sebaiknya Polrestabes Surabaya mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP terhadap tersangka.

Sebab, jika hanya menerapkan pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Artinya Gregorius Ronald Tannur hanya sebatas diduga sebagai pelaku penganiayaan atau kelalaian yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

Perlu ditelaah lebih lanjut mengenai pengendalian diri dari Gregorius Ronald Tannur. “Yang perlu ditelaah adalah ada atau tidaknya pengendalian diri sebagai wujud kesadaran,” ujarnya.

Selain rentan kekerasan secara keseluruhan, perlu diperiksa juga interval antar episode kekerasan.

Perlu juga untuk melakukan pemeriksaan ponsel untuk mengetahui apakah ada pesan atau komunikasi yang melengkapi eskalasi kekerasan Gregorius Ronald Tannur terhadap sang korban.

Perlu diperiksa juga apakah kondisi korban yang tengah mengandung atau kondisi fisik lain yang menjadi indikasi dari kekerasan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur.

Selanjutnya bisa dengan mengukur kadar alkohol dalam tubuh Gregorius Ronald Tannur.

Apakah kadar alkohol dalam tubuh pelaku berada pada tingkat yang masih memungkikan untuk Gregorius Ronald Tannur dapat mengontrol pikiran dan perilakunya. (jpc/azw)

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metropolitan (Polrestabes) Surabaya telah menetapkan Gregorius Ronald Tannur, 31 tahun, putra anggota DPR RI Edward Tannur, sebagai tersangka atas kasus penganiayaan berat yang berujung pada kematian sang korban.

Korbannya bernama Dini Sera Afrianti, yang merupakan janda satu anak, berusia 29 tahun, diketahui hubungan korban dengan pelaku adalah sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan selama lima bulan terakhir.

SUMUTPOS.CO – Gregorius Ronald Tannur, anak dari Edward Tannur anggota DPR dari NTT, telah ditetapkan sebagai tersangka usai dirinya menganiaya sang kekasih Dini Sera Afrianti (27) hingga tewas.

Kini beredar sebuah video yang memperlihatkan Anak Anggota DPR RI sempat menangis histeris saat mengantarkan pacarnya kerumah sakit.

Seperti dilihat dari laman akun Instagram anggota DPR RI Ahmad Sahroni, Minggu (8/9), tampak Gregorius Ronald Tannur menangis dan meminta pertolongan medis.

Dalam video yang beredar memperlihatkan jika Gregorius Ronald Tannur melakukan banyak upaya jika kekasihnya yang terkulai lemas di atas kursi roda, video tersebut diduga direkam di ruang sekuriti apartemen kediaman tersangka.

Tersangka juga terlihat berteriak meminta tolong saat korban tidak lagi merespons.

Sekuriti yang ada di tempat kejadian pun menyarankan tersangka membawa korban ke rumah sakit.

Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Pasma Royce membenarkan korban sempat histeris di rumah sakit. Sekuriti pun menyaksikan upaya yang dilakukan Ronald saat itu. “Dalam kondisi tersebut, GR mencoba untuk memberikan napas buatan dan sambil menekan-nekan dada korban DSA namun tidak ada respons,” ungkap Pasma Royce saat konferensi pers.

Sementara, psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mendorong penyidik Kepolisian Resor Kota (Polrestabes) Surabaya menerapkan pasal 338 terhadap Gregorius Ronald Tannur (GRT).

Gregorius Ronald Tannur ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penganiayaan yang berujung pada tewasnya Dini Sera Afrianti.

Polrestabes Surabaya harus melihat kemungkinan penerapan pasal 338 KUHP, ungkap Reza dalam keterangan dilansir dari Antara.

Dijelaskan oleh Reza bahwa jika dilihat dari kronologi kejadian atas perilaku kekerasan yang dilakukan Gregorius Tannur terhadap korban DSA sangat brutal dan eskalasi.

Perilaku kekerasan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur terindikasi semakin meningkat.

Kekerasan dilakukan mulai dari organ tubuh bawah bagian kaki hingga organ tubuh bagian atas (kepala).

Diketahui kekerasan tidak hanya dilakukan dengan tangan kosong namun juga dilakukan dengan alat seperti botol dan mobil.

“Dari sebatas tangan kosong hingga penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan dilanjutkan dengan penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil),” jelasnya.

Menurutnya, eskalasi kekerasan sedemikian rupa, ditambah dengan tidak adanya satupun organ vital korban yang luput dari perhatian dan adanya jeda antara kecelakaan dengan episode kekerasan sebelumnya, menandakan bahwa GRT sebenarnya berada pada level cukup kesadaran baginya untuk membungkam atau bahkan menghentikan tindakannya.

Namun, alih-alih menghentikan aksinya tersebut Gregorius Ronald Tannur dengan sadar meningkatkan intensitas kekerasan terhadap sasarannya.

Reza menilai hal tersebut merupakan tanda bahwa Gregorius Ronald Tannur memang berniat dan dengan sengaja melakukan hal tersebut dan tidak menggunakan kendalinya untuk menghentikan serangan.

Dengan kondisi kesadaran seperti itu, maka patut diasumsikan bahwa Gregorius Ronald Tannur mampu berfikir untuk melakukan tindakan yang dapat membunuh korbannya tersebut.

Dengan kata lain, diperkirakan saat itu pemikiran atau imajinasi mengenai kematian sang korban sudah terbesit di benak Gregorius Ronald Tannur.

“Pada saat pemikiran atau imajinasi kematian DSA muncul di benak GRT, maka hal tersebut dapat diartikan sepenuhnya sebagai jalannya tindakan GRT dimana perilaku kekerasan semakin meningkat dan disertai dengan imajinasi GRT. Matinya sasaran,” ujar Reza.

Maka dari itu menurut Reza berdasarkan beberapa kronologi di atas, sebaiknya Polrestabes Surabaya mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP terhadap tersangka.

Sebab, jika hanya menerapkan pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Artinya Gregorius Ronald Tannur hanya sebatas diduga sebagai pelaku penganiayaan atau kelalaian yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

Perlu ditelaah lebih lanjut mengenai pengendalian diri dari Gregorius Ronald Tannur. “Yang perlu ditelaah adalah ada atau tidaknya pengendalian diri sebagai wujud kesadaran,” ujarnya.

Selain rentan kekerasan secara keseluruhan, perlu diperiksa juga interval antar episode kekerasan.

Perlu juga untuk melakukan pemeriksaan ponsel untuk mengetahui apakah ada pesan atau komunikasi yang melengkapi eskalasi kekerasan Gregorius Ronald Tannur terhadap sang korban.

Perlu diperiksa juga apakah kondisi korban yang tengah mengandung atau kondisi fisik lain yang menjadi indikasi dari kekerasan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur.

Selanjutnya bisa dengan mengukur kadar alkohol dalam tubuh Gregorius Ronald Tannur.

Apakah kadar alkohol dalam tubuh pelaku berada pada tingkat yang masih memungkikan untuk Gregorius Ronald Tannur dapat mengontrol pikiran dan perilakunya. (jpc/azw)

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metropolitan (Polrestabes) Surabaya telah menetapkan Gregorius Ronald Tannur, 31 tahun, putra anggota DPR RI Edward Tannur, sebagai tersangka atas kasus penganiayaan berat yang berujung pada kematian sang korban.

Korbannya bernama Dini Sera Afrianti, yang merupakan janda satu anak, berusia 29 tahun, diketahui hubungan korban dengan pelaku adalah sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan selama lima bulan terakhir.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/