30 C
Medan
Tuesday, February 11, 2025

Awas Hoaks, Daftar Produk Boikot di Media Sosial Belum Tentu Benar

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Agresi Israel ke tanah Palestina membuat geram seluruh dunia, termasuk Indonesia. Genosida yang dilakukan negara zionis itu lantas memicu perlawanan dunia, salah satunya dengan gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS).

Gerakan ini sengaja diviralkan untuk menekan perekonomian Israel agar berhenti menjajah tanah Palestina. Masyarakat dunia dari berbagai golongan pun larut dalam euforia BDS atas nama kemanusiaan, termasuk di Indonesia.

Meski demikian, gerakan positif itu perlu dilakukan secara hati-hati. Alih-alih menghentikan serangan Israel, BDS bisa jadi malah melukai perekonomian negara sendiri. Hal ini tak lepas dari minimnya akurasi data perusahan yang ditengarai teraifiliasi Israel.

“Memang ini menjadi problem, kita ingin memboikot karena memang kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh Israel. Jadi kita prinsipnya oke memboikot tetapi jangan sampai salah sasaran,” kata Prof Nadirsyah Hosen belum lama ini.

Hal tersebut selalu disampaikan Nadirsyah alias Gus Nadir bahkan dalam seminar internasional di Bandung dan Cirebon terkait tantangan serta peluang AI, Media Sosial dan Islam. Hal ini tak lepas lantaran maraknya informasi liar yang beredar di platform-platform tersebut.

Dia menyinggung banyaknya daftar produk beredar di tengah publik yang diterbitkan berbagai sumber nonpemerintah.

Gus Nadir mengungkapkan bahwa sumber-sumber tersebut tidak mengungkapkan secara rinci alasan produk yang ada harus diboikot yang membuat akurasi informasi dapat dipertanyakan.

Beberapa situs yang kerap menjadi rujukan yakni bdnaash.com; boycott.thewitness.new; bdsmovement.net hingga toolsforpalestine.com. Namun, kerap terdapat perbedaan produk di antara satu situs dengan situs lainnya. Misalnya, Adidas tidak masuk ke dalam daftar boikot di bdsmovement.net namun masuk di dalam daftar yang dikeliarkan bdnaash.com.

Atau Nike misalnya yang masuk dalam daftar bdnaash.com namun tidak ada dalam daftar boycott.thewitness.new. Perbedaan ini menjadi sasaran perusahaan yang sebaiknya di boikot menjadi bias.

Dalam media sosial, daftar produk yang ada dari berbagai sumber bisa diolah sebelum dipublikasi oleh si empunya akun. Pembuat daftar dapat menambahkan atau mengurangi produk apapun sesuai dengan keinginan sebelum disebarkan secara daring.

“Nantinya ketika itu disebarkan di media sosial, list itu kan bisa bertambah atau berkurang, begitu di forward kan bisa diubah dulu, kemudian di forward lagi. Nah ini yang menjadi bola liar,” katanya.

Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada pihak tertentu yang menciptakan propaganda selagi publik tidak punya waktu lagi melakukan verifikasi. Akibatnya, masyarakat dikondisikan untuk menerima apapun yang diterima melalui ponsel cerdas mereka, terlebih bagi publik yang tidak memahami tentang cara-cara penggunaan algoritma dan sejenisnya.

Profesor dan dosen bidang hukum di Universitas Melbourne, Australia ini menegaskan pentingnya akurasi data dan fakta agar boikot yang dilakukan tepat sasaran dan tidak salah sasaran. Masyarakat juga diminta untuk lebih skeptis, kritis dan bijaksana ketika mendapat daftar produk terafiliasi Israel.

Gus Nadir ini mengimbau agar jangan sampai karena emosi sesaat maka melakukan aksi boikot justru merugikan dalam negeri sendiri. Gerakan boikot yang sporadis tanpa memeriksa kebenaran afiliasi dimaksud akan merugikan umat yang ikut menjadi korban atau di PHK lantaran perusahaan tempat dia bekerja mengalami gangguan operasional.

“Dampak dari PHK ini luar biasa. Dari produk-produk yang di boikot, gerainya banyak yang tutup, kemudian dampak sosialnya juga diantisipasi akibat PHK ini. Jadi menurut saya, dampaknya lebih kepada kita sendiri. Kita ingin menyakiti Israel karena dia melakukan kejahatan kemanusiaan, tapi yang terkena dampak saudari kita sendiri,” katanya.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani meminta masyarakat teliti semua informasi terkait isu boikot yang dimuat di media-media maupun media sosial. Hal itu dilakukan agar tidak terkecoh dengan kampanye-kampanye negatif pihak tertentu yang sengaja memanfaatkan konflik Israel-Palestina untuk kepentingan bisnis.

“Masyarakat yang memang sentimen terhadap pihak-pihak yang related sama Israel memang sangat tinggi di Indonesia. Tapi, ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk melakukan kampanye-kampanye negatif yang dilakukan buzzer seolah-olah mendukung boikot tapi memiliki tujuan lain untuk menjatuhkan perusahaan kompetitornya,” katanya.

Mantan ketua asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) ini melanjutkan, kondisi ini justru membuat situasi menjadi panas. Dia melihat ada keanehan terhadap daftar produk yang beredar di media sosial dengan sengaja membawa-bawa nama MUI seolah-olah merekomendasikan sejumlah nama produk yang harus diboikot.

Menurutnya, masyarakat seharusnya lebih konsen untuk memboikot kepada produk-produk yang jelas-jelas terfiliasi dengan Israel.
Pasalnya, perusahaan yang justru terkena sasaran boikot malah perusahaan-perusahaan retail yang franchise.

Padahal masyarakat Indonesia yang kerja di situ kan juga jumlahnya sangat banyak. Mereka juga justru memberikan bantuannya kepada rakyat Palestina di Gaza,” katanya.

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Siber Syekh Nurjati, Cirebon Faqihudin menilai bahwa daftar produk yang diduga terafiliasi Israel dan disebar di dunia maya bisa menyesatkan. Dia meminta masyarakat haur menelusuri secara sistematis untuk memastikan kebenaran informasi dugaan produk terafiliasi tersebut.

“Setiap orang dapat mengusulkan daftar produk terafiliasi Israel di platform digital mereka. Namun, tanpa dasar metodologis yang jelas, daftar-daftar ini bisa menyebabkan misleading atau kebingungan bagi masyarakat,” katanya.

Dosen Senior dan Direktur Kantor Internasional (IOP) UIN Syekh Nurjati Cirebon, Lala Bumela Sudimantara, menegaskan pentingnya sikap kritis dalam menyaring informasi. Dia menegaskan, kritis adalah kunci agar publik tidak sekadar menelan informasi mentah-mentah.

“Harus ada proses penyaringan dan konfirmasi untuk menjamin bahwa informasi yang dipilih adalah yang paling akurat,” katanya.

Salah satu mahasiswa FISIP UIN Bandung, Danu Durohman mengaku terbuka dan mendapat pencerahan baru setelah menyimak penjelasan Gus Nadir.

Dia baru mengetahui bahwa ternyata kebenaran produk-produk yang disebut di berbagai media sosial selama ini ternyata perlu diklarifikasi lagi.

Dia menuturkan selama ini hanya tahu bahwa produk-produk terafiliasi Israel yang disebut-sebut di medisa sosial itu benar.

Dia mengaku akan mengubah cara pandangnya selama ini terkait produk-produk yang disebut-sebut terafiliasi dengan Israel

“Pandangan saya sebagai mahasiswa ke depan harus lebih teliti dan banyak belajar. Kalau ditarik ke kaidah unsur fiqih atau satu kaidah la yajizud, tidak ada kewenangan bagi seseorang untuk membenarkan tanpa ada tashawwur atau penelitian terlebih dahulu,” katanya.

Mahasiswa lainnya, Syah Reza juga menyampaikan hal yang sama. Dia menyatakan akan bersikap lebih kritis lagi dalam melihat produk-produk yang selama ini disebut-sebut terafiliasi dengan Israel.

Dia mengatakan, karena produk tafsir afiliasi produk masih ambigu.
“Jadi, harus diverifikasi kembali apakah informasi itu benar atau tidak. Artinya, yang diboikot itu memang Israelnya atau orang yang berjualan di sana. Masa kita berjualan atau berbisnis di Israel misalkan itu dibilang mendukung Israel, kan tidak,” ucapnya. (ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Agresi Israel ke tanah Palestina membuat geram seluruh dunia, termasuk Indonesia. Genosida yang dilakukan negara zionis itu lantas memicu perlawanan dunia, salah satunya dengan gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS).

Gerakan ini sengaja diviralkan untuk menekan perekonomian Israel agar berhenti menjajah tanah Palestina. Masyarakat dunia dari berbagai golongan pun larut dalam euforia BDS atas nama kemanusiaan, termasuk di Indonesia.

Meski demikian, gerakan positif itu perlu dilakukan secara hati-hati. Alih-alih menghentikan serangan Israel, BDS bisa jadi malah melukai perekonomian negara sendiri. Hal ini tak lepas dari minimnya akurasi data perusahan yang ditengarai teraifiliasi Israel.

“Memang ini menjadi problem, kita ingin memboikot karena memang kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh Israel. Jadi kita prinsipnya oke memboikot tetapi jangan sampai salah sasaran,” kata Prof Nadirsyah Hosen belum lama ini.

Hal tersebut selalu disampaikan Nadirsyah alias Gus Nadir bahkan dalam seminar internasional di Bandung dan Cirebon terkait tantangan serta peluang AI, Media Sosial dan Islam. Hal ini tak lepas lantaran maraknya informasi liar yang beredar di platform-platform tersebut.

Dia menyinggung banyaknya daftar produk beredar di tengah publik yang diterbitkan berbagai sumber nonpemerintah.

Gus Nadir mengungkapkan bahwa sumber-sumber tersebut tidak mengungkapkan secara rinci alasan produk yang ada harus diboikot yang membuat akurasi informasi dapat dipertanyakan.

Beberapa situs yang kerap menjadi rujukan yakni bdnaash.com; boycott.thewitness.new; bdsmovement.net hingga toolsforpalestine.com. Namun, kerap terdapat perbedaan produk di antara satu situs dengan situs lainnya. Misalnya, Adidas tidak masuk ke dalam daftar boikot di bdsmovement.net namun masuk di dalam daftar yang dikeliarkan bdnaash.com.

Atau Nike misalnya yang masuk dalam daftar bdnaash.com namun tidak ada dalam daftar boycott.thewitness.new. Perbedaan ini menjadi sasaran perusahaan yang sebaiknya di boikot menjadi bias.

Dalam media sosial, daftar produk yang ada dari berbagai sumber bisa diolah sebelum dipublikasi oleh si empunya akun. Pembuat daftar dapat menambahkan atau mengurangi produk apapun sesuai dengan keinginan sebelum disebarkan secara daring.

“Nantinya ketika itu disebarkan di media sosial, list itu kan bisa bertambah atau berkurang, begitu di forward kan bisa diubah dulu, kemudian di forward lagi. Nah ini yang menjadi bola liar,” katanya.

Menurutnya, tidak menutup kemungkinan ada pihak tertentu yang menciptakan propaganda selagi publik tidak punya waktu lagi melakukan verifikasi. Akibatnya, masyarakat dikondisikan untuk menerima apapun yang diterima melalui ponsel cerdas mereka, terlebih bagi publik yang tidak memahami tentang cara-cara penggunaan algoritma dan sejenisnya.

Profesor dan dosen bidang hukum di Universitas Melbourne, Australia ini menegaskan pentingnya akurasi data dan fakta agar boikot yang dilakukan tepat sasaran dan tidak salah sasaran. Masyarakat juga diminta untuk lebih skeptis, kritis dan bijaksana ketika mendapat daftar produk terafiliasi Israel.

Gus Nadir ini mengimbau agar jangan sampai karena emosi sesaat maka melakukan aksi boikot justru merugikan dalam negeri sendiri. Gerakan boikot yang sporadis tanpa memeriksa kebenaran afiliasi dimaksud akan merugikan umat yang ikut menjadi korban atau di PHK lantaran perusahaan tempat dia bekerja mengalami gangguan operasional.

“Dampak dari PHK ini luar biasa. Dari produk-produk yang di boikot, gerainya banyak yang tutup, kemudian dampak sosialnya juga diantisipasi akibat PHK ini. Jadi menurut saya, dampaknya lebih kepada kita sendiri. Kita ingin menyakiti Israel karena dia melakukan kejahatan kemanusiaan, tapi yang terkena dampak saudari kita sendiri,” katanya.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani meminta masyarakat teliti semua informasi terkait isu boikot yang dimuat di media-media maupun media sosial. Hal itu dilakukan agar tidak terkecoh dengan kampanye-kampanye negatif pihak tertentu yang sengaja memanfaatkan konflik Israel-Palestina untuk kepentingan bisnis.

“Masyarakat yang memang sentimen terhadap pihak-pihak yang related sama Israel memang sangat tinggi di Indonesia. Tapi, ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk melakukan kampanye-kampanye negatif yang dilakukan buzzer seolah-olah mendukung boikot tapi memiliki tujuan lain untuk menjatuhkan perusahaan kompetitornya,” katanya.

Mantan ketua asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) ini melanjutkan, kondisi ini justru membuat situasi menjadi panas. Dia melihat ada keanehan terhadap daftar produk yang beredar di media sosial dengan sengaja membawa-bawa nama MUI seolah-olah merekomendasikan sejumlah nama produk yang harus diboikot.

Menurutnya, masyarakat seharusnya lebih konsen untuk memboikot kepada produk-produk yang jelas-jelas terfiliasi dengan Israel.
Pasalnya, perusahaan yang justru terkena sasaran boikot malah perusahaan-perusahaan retail yang franchise.

Padahal masyarakat Indonesia yang kerja di situ kan juga jumlahnya sangat banyak. Mereka juga justru memberikan bantuannya kepada rakyat Palestina di Gaza,” katanya.

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Siber Syekh Nurjati, Cirebon Faqihudin menilai bahwa daftar produk yang diduga terafiliasi Israel dan disebar di dunia maya bisa menyesatkan. Dia meminta masyarakat haur menelusuri secara sistematis untuk memastikan kebenaran informasi dugaan produk terafiliasi tersebut.

“Setiap orang dapat mengusulkan daftar produk terafiliasi Israel di platform digital mereka. Namun, tanpa dasar metodologis yang jelas, daftar-daftar ini bisa menyebabkan misleading atau kebingungan bagi masyarakat,” katanya.

Dosen Senior dan Direktur Kantor Internasional (IOP) UIN Syekh Nurjati Cirebon, Lala Bumela Sudimantara, menegaskan pentingnya sikap kritis dalam menyaring informasi. Dia menegaskan, kritis adalah kunci agar publik tidak sekadar menelan informasi mentah-mentah.

“Harus ada proses penyaringan dan konfirmasi untuk menjamin bahwa informasi yang dipilih adalah yang paling akurat,” katanya.

Salah satu mahasiswa FISIP UIN Bandung, Danu Durohman mengaku terbuka dan mendapat pencerahan baru setelah menyimak penjelasan Gus Nadir.

Dia baru mengetahui bahwa ternyata kebenaran produk-produk yang disebut di berbagai media sosial selama ini ternyata perlu diklarifikasi lagi.

Dia menuturkan selama ini hanya tahu bahwa produk-produk terafiliasi Israel yang disebut-sebut di medisa sosial itu benar.

Dia mengaku akan mengubah cara pandangnya selama ini terkait produk-produk yang disebut-sebut terafiliasi dengan Israel

“Pandangan saya sebagai mahasiswa ke depan harus lebih teliti dan banyak belajar. Kalau ditarik ke kaidah unsur fiqih atau satu kaidah la yajizud, tidak ada kewenangan bagi seseorang untuk membenarkan tanpa ada tashawwur atau penelitian terlebih dahulu,” katanya.

Mahasiswa lainnya, Syah Reza juga menyampaikan hal yang sama. Dia menyatakan akan bersikap lebih kritis lagi dalam melihat produk-produk yang selama ini disebut-sebut terafiliasi dengan Israel.

Dia mengatakan, karena produk tafsir afiliasi produk masih ambigu.
“Jadi, harus diverifikasi kembali apakah informasi itu benar atau tidak. Artinya, yang diboikot itu memang Israelnya atau orang yang berjualan di sana. Masa kita berjualan atau berbisnis di Israel misalkan itu dibilang mendukung Israel, kan tidak,” ucapnya. (ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/