26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Gaji tak Cukup, Petinggi LP Terima Uang dari Napi

Jaringan Nusakambangan Rambah Ekuador

JAKARTA-Luar biasa. Seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Narkotika Nusakambangan mengatur perdagangan narkoba internasional. Jaringan bisnis haramnya mencapai Ekuador di Amerika Latin. Hebatnya lagi, system operasi jaringan internasional ini ditengarai melibatkan Kalapas Narkotika Nusakambangan, Marwan Adli
Indikasi itu ditemukan Direktur Narkotika Alami Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Pol Beni J Mamoto saat menemukan bukti wanita kurir narkoba di Ekuador ternyata diperintahkan dari Nusakambangan. Kurir itu ditangkap beberapa waktu lalu. “Mereka ini satu jaringan, jadi sebagai contoh, ada seorang wanita kurir di Ekuador beberapa waktu lalu, ternyata SMS dari Nusakambangan. Bayangkan dari Amerika Latin kendalinya dari Nusakambangan,” kata Beni.

Dalampemeriksaan lanjutan, BNN telah memeriksa sejumlah narapidana narkoba. Satu orang bernama Hartoni yang merupakan bandar narkoba kelas kakap segera diboyong ke BNN. “Sementara ini yang mau kami boyong dalam waktu dekat di sini sudah ada Hartoni,” kata Beni.
BNN yang telah menangkap Marwan juga mengamankan sejumlah aset termasuk rekening, barang-barang yang dibeli dari uang gratifikasi seperti motor, mobil, dan tanah.

Selain Marwan, BNN juga menahan Iwan Syaefudin, Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Narkotika Nusakambangan, merupakan salah satu orang yang ditahan BNN karena dugaan keterlibatan pada jaringan narkotika.

Ditemui di salah satu hotel di Cilacap, Rabu (9/3), ia pun mengaku pasrah pada proses hukum yang akan dijalani. “Saya akan kooperatif dalam penyelidikan BNN tapi saya akan memakai pengacara nanti,” katanya kepada wartawan JPNN.

Iwan yang tak tidur semalaman karena mengikuti pemeriksaaan merasa tak bersalah. Hanya saja, meski tak mengakui mendapat bagian transferan dana dari Hartoni (Bandar narkoba yang mengedarkan narkoba dari LP Narkotika), Iwan mengaku sering mendapat transferan uang dari para napi.
Namun, ia mengaku tak tahu darimana uang itu diperoleh para napi. “Sering kalau napi minta tolong dan habis kita bantu kami diberikan uang dengan ditransfer. Kalau ternyata ada yang dari hasil menjual narkoba, sumpah saya tidak tahu,” katanya.

Pemberian uang dari napi itu ada yang ditransfer kepadanya menggunakan rekening temannya di Cirebon. Pria yang belum diketahui namanya itu merupakan mantan narapidana di LP Cirebon. “Iya,” kata Iwan membenarkan hal itu.
Menurutnya, menerima uang dari napi sebenarnya tabu baginya. Hanya saja, kebutuhan hidup membuatnya terpaksa melakukannya. “Saya baru pindah dari LP Cirebon, rumah saja tak punya dan sekarang hanya ngontrak di Cilacap,” ujarnya.

“Saya butuh pendapatan lebih untuk bisa hidup. Soalnya sampai sekarang gaji saya saja masih diterima di Cirebon, padahal sudah pindah di sini (LP Narkotika Nusakambangan),” paparnya.

Di tempat yang sama, Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan (Binadik), Fob Budhiyono yang ikut ditahan BNN bersekiras tak menikmati uang hasil transaksi narkoba. “Saya punya rekening dua, BRI dan BCA, tapi saya tak pernah menerima transferan dari hasil narkoba,” tegasnya.

Sementara, Rinaldi Kurnia, cucu Kalapas Marwan Adli tak mau menjawab pertanyaan wartawan soal rekeningnya yang dipakai kakeknya untuk menerima transferan hasil penjualan narkoba. “Tidak tahu,” kata pria berumur 19 tahun itu.

Tim dari BNN melakukan penggeledahan di LP Nusakambangan, Selasa (8/3). Langkah itu merupakan tindak lanjut dari informasi yang diperoleh tentang adanya jaringan perdagangan narkotika di LP Nusakambangan.
Sebelum menuju ke TKP, tim telah mengantongi data dan informasi tentang salah satu tahanan bernama Hartoni yang menjadi bandar narkoba dari dalam LP. Investigasi awal terhadap pria yang menjadi tahanan LP Narkotika sejak 2008 lalu itu pun dilakukan. Sebelumnya, Hartono ditangkap di Banjarmasin karena membawa ekstasi dari Surabaya.

Anak buah Benny di BNN yang juga seorang Polwan mengungkapkan, Hartoni kepergok membawa Inex sebanyak 32 ribu butir. “Setelah sempat ditahan di Banjarmasin, kemudian (Hartoni) dipindahkan ke LP Narkotika tahun 2008,” kata anak buah Benny yang enggan disebut namanya itu.

Menurutnya, saat di LP Narkotika itu pula Hartoni melakukan bisnis narkotika bersama Mr X. Bahkan bisnis itu mendapat perlindungan dan dukungan dari Kepala LP (Kalapas) Marwan Adli dan jajarannya.
Sejak pindah ke LP Narkotika, Hartoni langsung menekuni bisnis narkoba. Binis haram itu juga sepengetahuan Kalapas, Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Iwan Syaefudin dan Kasi pembinaan/pendidikan (Binadik) Fob Budhiyono. “Dugaan kami para pejabat LP terlibat makin kuat karena si Hartoni diberikan fasilitas istimewa di LP,” katanya.

Menurut sumber itu, Hartoni bahkan dibiarkan membangun rumah dengan fasilitas lengkap di luar tembok LP. “Isteri dan perempuan panggilan Hartoni sering datang ke rumah tersebut. Tapi saat ini rumah itu sudah diratakan, padahal minggu lalu saya lihat masih berdiri,” katanya.

Soal modus bisnis narkoba, sumber di BNN juga mengungkapkan, Hartoni memesan barang ke Mr X yang juga tahanan LP Narkotika untuk dipasarkan atau dikirim ke Banjarmasin. Selain itu, katanya, ada juga barang yang dipesan dari Mr X itu untuk dikonsumsi dan diedarkan di dalam Lapas. “Sekali drop ke dalam Lapas sekitar 1 kg shabu,” jelasnya.

Sementara narkoba bisa masuk ke LP setelah Mr X mengontak orangnya di luar LP untuk menyerahkan pesanan melalui sipir penjara bernama Kiswanto yang tinggal di Cilacap. “Dari Kiswanto kemudian di bawa ke dalam Lapas. Bila Kiswanto sedang dinas, sering ada tukang ojek yang membawa barang dari rumah ke Lapas,” imbuh sumber.
Karena itu, katanya, Kiswanto ikut menjadi target penggeledahan dan penahanan BNN. Bahkan, kakak ipar Kiswanto yang bernama Didi juga diduga terlibat. “Kiswanto itu tinggal di rumah kakak iparnya itu. Tiap barang yang mau dipasok ke LP dikirim ke alamat kakak iparnya itu,” jelasnya.

Petugas BNN juga menemukan nomor rekening Didi yang biasa digunakan untuk transaksi pembayaran narkotika. Meski demikian petugas belum bisa menindak Mr X. “Mr X ini belum kita tahan karena kaki-tangannya yang bertindak sebagai kurir di luar LP belum kita dapat. Transaksi Hartoni dengan Mr X memakai nomor rekeningnya orang lain. Hasil bisnis mereka ikut dibagikan dengan Kalapas,” katanya.

Benny menambahkan, BNN sudah mendapatkan sejumlah bukti yang memperkuat keterlibatan Kalapas dan jajarannya ke bawah. “Kita sudah dapat aliran dananya. Bukti lain yaitu tanah milik bersama Kalapas dengan Hartoni itu,” katanya.

Ia mengatakan, Kalapas dan jajarannya memberikan keistimewaan bagi Hartoni. “Selain diizinkan membangun rumah di luar tembok, Hartoni juga dibiarkan memelihara 23 ekor sapi senilai Rp180 juta di dalam lapas. Belum lagi dua ekor kuda pacu yang juga di dalam lapas,” terangnya. “Kudanya sudah kita geser ke Surabaya. Sapinya masih di dalam dan akan kita uangkan dulu baru disita dananya,” jelasnya.

Benny menambahkan, BNN tak hanya mengejar narkoba saja. Aliran uang hasil bisnis narkoba juga akan ditelusuri. “Yang terbukti terlibat dan ikut menikmati kita beri sanksi hukum,” ujarnya.

Dikatakan pula, BNN juga mendalami kemungkinan adanya pejabat atasan Kalapas yang mungkin ikut menikmati uang transaksi narkotika. Benny meyakini Kalapas akan bernyanyi dan membeberkan semua yang terlibat bila telah diproses hukum. “Baik ada yang tahu dan membiarkan maupun yang dapat bagian kita akan selidiki,” katanya.
Sementara isteri dan anak Hartoni di Surabaya sudah ditahan oleh anggota BNN. Langkah ini merupakan bagian dari strategi BNN agar Hartoni mau buka mulut. “Masih ada yang Hartoni rahasiakan mungkin dengan cara ini dia mau bicara,” kata petugas BNN.(bbs/sto/jpnn)

Jaringan Nusakambangan Rambah Ekuador

JAKARTA-Luar biasa. Seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Narkotika Nusakambangan mengatur perdagangan narkoba internasional. Jaringan bisnis haramnya mencapai Ekuador di Amerika Latin. Hebatnya lagi, system operasi jaringan internasional ini ditengarai melibatkan Kalapas Narkotika Nusakambangan, Marwan Adli
Indikasi itu ditemukan Direktur Narkotika Alami Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Pol Beni J Mamoto saat menemukan bukti wanita kurir narkoba di Ekuador ternyata diperintahkan dari Nusakambangan. Kurir itu ditangkap beberapa waktu lalu. “Mereka ini satu jaringan, jadi sebagai contoh, ada seorang wanita kurir di Ekuador beberapa waktu lalu, ternyata SMS dari Nusakambangan. Bayangkan dari Amerika Latin kendalinya dari Nusakambangan,” kata Beni.

Dalampemeriksaan lanjutan, BNN telah memeriksa sejumlah narapidana narkoba. Satu orang bernama Hartoni yang merupakan bandar narkoba kelas kakap segera diboyong ke BNN. “Sementara ini yang mau kami boyong dalam waktu dekat di sini sudah ada Hartoni,” kata Beni.
BNN yang telah menangkap Marwan juga mengamankan sejumlah aset termasuk rekening, barang-barang yang dibeli dari uang gratifikasi seperti motor, mobil, dan tanah.

Selain Marwan, BNN juga menahan Iwan Syaefudin, Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Narkotika Nusakambangan, merupakan salah satu orang yang ditahan BNN karena dugaan keterlibatan pada jaringan narkotika.

Ditemui di salah satu hotel di Cilacap, Rabu (9/3), ia pun mengaku pasrah pada proses hukum yang akan dijalani. “Saya akan kooperatif dalam penyelidikan BNN tapi saya akan memakai pengacara nanti,” katanya kepada wartawan JPNN.

Iwan yang tak tidur semalaman karena mengikuti pemeriksaaan merasa tak bersalah. Hanya saja, meski tak mengakui mendapat bagian transferan dana dari Hartoni (Bandar narkoba yang mengedarkan narkoba dari LP Narkotika), Iwan mengaku sering mendapat transferan uang dari para napi.
Namun, ia mengaku tak tahu darimana uang itu diperoleh para napi. “Sering kalau napi minta tolong dan habis kita bantu kami diberikan uang dengan ditransfer. Kalau ternyata ada yang dari hasil menjual narkoba, sumpah saya tidak tahu,” katanya.

Pemberian uang dari napi itu ada yang ditransfer kepadanya menggunakan rekening temannya di Cirebon. Pria yang belum diketahui namanya itu merupakan mantan narapidana di LP Cirebon. “Iya,” kata Iwan membenarkan hal itu.
Menurutnya, menerima uang dari napi sebenarnya tabu baginya. Hanya saja, kebutuhan hidup membuatnya terpaksa melakukannya. “Saya baru pindah dari LP Cirebon, rumah saja tak punya dan sekarang hanya ngontrak di Cilacap,” ujarnya.

“Saya butuh pendapatan lebih untuk bisa hidup. Soalnya sampai sekarang gaji saya saja masih diterima di Cirebon, padahal sudah pindah di sini (LP Narkotika Nusakambangan),” paparnya.

Di tempat yang sama, Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan (Binadik), Fob Budhiyono yang ikut ditahan BNN bersekiras tak menikmati uang hasil transaksi narkoba. “Saya punya rekening dua, BRI dan BCA, tapi saya tak pernah menerima transferan dari hasil narkoba,” tegasnya.

Sementara, Rinaldi Kurnia, cucu Kalapas Marwan Adli tak mau menjawab pertanyaan wartawan soal rekeningnya yang dipakai kakeknya untuk menerima transferan hasil penjualan narkoba. “Tidak tahu,” kata pria berumur 19 tahun itu.

Tim dari BNN melakukan penggeledahan di LP Nusakambangan, Selasa (8/3). Langkah itu merupakan tindak lanjut dari informasi yang diperoleh tentang adanya jaringan perdagangan narkotika di LP Nusakambangan.
Sebelum menuju ke TKP, tim telah mengantongi data dan informasi tentang salah satu tahanan bernama Hartoni yang menjadi bandar narkoba dari dalam LP. Investigasi awal terhadap pria yang menjadi tahanan LP Narkotika sejak 2008 lalu itu pun dilakukan. Sebelumnya, Hartono ditangkap di Banjarmasin karena membawa ekstasi dari Surabaya.

Anak buah Benny di BNN yang juga seorang Polwan mengungkapkan, Hartoni kepergok membawa Inex sebanyak 32 ribu butir. “Setelah sempat ditahan di Banjarmasin, kemudian (Hartoni) dipindahkan ke LP Narkotika tahun 2008,” kata anak buah Benny yang enggan disebut namanya itu.

Menurutnya, saat di LP Narkotika itu pula Hartoni melakukan bisnis narkotika bersama Mr X. Bahkan bisnis itu mendapat perlindungan dan dukungan dari Kepala LP (Kalapas) Marwan Adli dan jajarannya.
Sejak pindah ke LP Narkotika, Hartoni langsung menekuni bisnis narkoba. Binis haram itu juga sepengetahuan Kalapas, Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Iwan Syaefudin dan Kasi pembinaan/pendidikan (Binadik) Fob Budhiyono. “Dugaan kami para pejabat LP terlibat makin kuat karena si Hartoni diberikan fasilitas istimewa di LP,” katanya.

Menurut sumber itu, Hartoni bahkan dibiarkan membangun rumah dengan fasilitas lengkap di luar tembok LP. “Isteri dan perempuan panggilan Hartoni sering datang ke rumah tersebut. Tapi saat ini rumah itu sudah diratakan, padahal minggu lalu saya lihat masih berdiri,” katanya.

Soal modus bisnis narkoba, sumber di BNN juga mengungkapkan, Hartoni memesan barang ke Mr X yang juga tahanan LP Narkotika untuk dipasarkan atau dikirim ke Banjarmasin. Selain itu, katanya, ada juga barang yang dipesan dari Mr X itu untuk dikonsumsi dan diedarkan di dalam Lapas. “Sekali drop ke dalam Lapas sekitar 1 kg shabu,” jelasnya.

Sementara narkoba bisa masuk ke LP setelah Mr X mengontak orangnya di luar LP untuk menyerahkan pesanan melalui sipir penjara bernama Kiswanto yang tinggal di Cilacap. “Dari Kiswanto kemudian di bawa ke dalam Lapas. Bila Kiswanto sedang dinas, sering ada tukang ojek yang membawa barang dari rumah ke Lapas,” imbuh sumber.
Karena itu, katanya, Kiswanto ikut menjadi target penggeledahan dan penahanan BNN. Bahkan, kakak ipar Kiswanto yang bernama Didi juga diduga terlibat. “Kiswanto itu tinggal di rumah kakak iparnya itu. Tiap barang yang mau dipasok ke LP dikirim ke alamat kakak iparnya itu,” jelasnya.

Petugas BNN juga menemukan nomor rekening Didi yang biasa digunakan untuk transaksi pembayaran narkotika. Meski demikian petugas belum bisa menindak Mr X. “Mr X ini belum kita tahan karena kaki-tangannya yang bertindak sebagai kurir di luar LP belum kita dapat. Transaksi Hartoni dengan Mr X memakai nomor rekeningnya orang lain. Hasil bisnis mereka ikut dibagikan dengan Kalapas,” katanya.

Benny menambahkan, BNN sudah mendapatkan sejumlah bukti yang memperkuat keterlibatan Kalapas dan jajarannya ke bawah. “Kita sudah dapat aliran dananya. Bukti lain yaitu tanah milik bersama Kalapas dengan Hartoni itu,” katanya.

Ia mengatakan, Kalapas dan jajarannya memberikan keistimewaan bagi Hartoni. “Selain diizinkan membangun rumah di luar tembok, Hartoni juga dibiarkan memelihara 23 ekor sapi senilai Rp180 juta di dalam lapas. Belum lagi dua ekor kuda pacu yang juga di dalam lapas,” terangnya. “Kudanya sudah kita geser ke Surabaya. Sapinya masih di dalam dan akan kita uangkan dulu baru disita dananya,” jelasnya.

Benny menambahkan, BNN tak hanya mengejar narkoba saja. Aliran uang hasil bisnis narkoba juga akan ditelusuri. “Yang terbukti terlibat dan ikut menikmati kita beri sanksi hukum,” ujarnya.

Dikatakan pula, BNN juga mendalami kemungkinan adanya pejabat atasan Kalapas yang mungkin ikut menikmati uang transaksi narkotika. Benny meyakini Kalapas akan bernyanyi dan membeberkan semua yang terlibat bila telah diproses hukum. “Baik ada yang tahu dan membiarkan maupun yang dapat bagian kita akan selidiki,” katanya.
Sementara isteri dan anak Hartoni di Surabaya sudah ditahan oleh anggota BNN. Langkah ini merupakan bagian dari strategi BNN agar Hartoni mau buka mulut. “Masih ada yang Hartoni rahasiakan mungkin dengan cara ini dia mau bicara,” kata petugas BNN.(bbs/sto/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/