26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

LAYANI: Karyawan BPJS Kesehatan sedang melayani nasabah pada pameran beberapa waktu yang lalu.
LAYANI: Karyawan BPJS Kesehatan sedang melayani nasabah pada pameran beberapa waktu yang lalu.

SUMUTPOS.CO – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan begitu, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan batal naik.

“Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut,” ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, saat dikonfirmasi, Senin (9/3).

Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara hak uji materiil itu diputus pada Kamis (27/2) lalu. MA menyatakan pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi di antaranya yang terdapat pada UUD 1945 serta UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

“Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai hukum mengikat,” katanya.

Sebelumnya, KPCDI mendaftarkan hak uji materiel Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (05/12/2019). Pengacara KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, berpendapat, kebijakan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menuai penolakan dari sejumlah pihak, salah satunya KPCDI.

“Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menimbulkan peserta bertanya-tanya dari mana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun,” kata dia dikutip dari laman KPCDI, Senin (9/3).

Rusdianto menegaskan, iuran BPJS naik 100 persen tanpa ada alasan logis dan sangat tidak manusiawi. Menurut dia, parameter negara ketika ingin menghitung suatu kekuatan daya beli masyarakat disesuaikan dengan tingkat inflasi.

“Nah, ini kenaikkan (inflasi) tidak sampai lima persen, tapi iuran BPJS dinaikkan 100 persen. Ini kan tidak masuk akal,” katanya.

Menurut Rusdianto, Perpres 75 Tahun 2019 menjadi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. “Ya undang-undangnya kan mengatakan besaran iuran itu ditetapkan secara berkala sesuai perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak,” kata dia.

Merespons keputusan tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, pihaknya belum menerima salinan keputusan MA mengenai judicial review terkait Perpres 75 tahun 2019 itu.

“Sampai saat ini BPJS Kesehatan belum menerima salinan hasil putusan Mahkamah Agung tersebut, sehingga belum dapat memberikan komentar lebih lanjut,” kata Iqbal kepada kumparan, Senin (9/3).

Atas dasar itu, ia mengatakan BPJS Kesehatan akan menunggu salinan putusan tersebut terlebih dahulu. Setelah itu, mereka akan mengkoordinasikan lebih lanjut dengan kementerian-kementerian terkait.

Kendati begitu, lebih jauh Iqbal menegaskan, BPJS bakal mengikuti aturan yang ditetapkan. “Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah,” pungkas Iqbal. (bbs/ram)

LAYANI: Karyawan BPJS Kesehatan sedang melayani nasabah pada pameran beberapa waktu yang lalu.
LAYANI: Karyawan BPJS Kesehatan sedang melayani nasabah pada pameran beberapa waktu yang lalu.

SUMUTPOS.CO – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan begitu, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan batal naik.

“Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut,” ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, saat dikonfirmasi, Senin (9/3).

Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara hak uji materiil itu diputus pada Kamis (27/2) lalu. MA menyatakan pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi di antaranya yang terdapat pada UUD 1945 serta UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

“Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai hukum mengikat,” katanya.

Sebelumnya, KPCDI mendaftarkan hak uji materiel Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (05/12/2019). Pengacara KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, berpendapat, kebijakan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menuai penolakan dari sejumlah pihak, salah satunya KPCDI.

“Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menimbulkan peserta bertanya-tanya dari mana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun,” kata dia dikutip dari laman KPCDI, Senin (9/3).

Rusdianto menegaskan, iuran BPJS naik 100 persen tanpa ada alasan logis dan sangat tidak manusiawi. Menurut dia, parameter negara ketika ingin menghitung suatu kekuatan daya beli masyarakat disesuaikan dengan tingkat inflasi.

“Nah, ini kenaikkan (inflasi) tidak sampai lima persen, tapi iuran BPJS dinaikkan 100 persen. Ini kan tidak masuk akal,” katanya.

Menurut Rusdianto, Perpres 75 Tahun 2019 menjadi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. “Ya undang-undangnya kan mengatakan besaran iuran itu ditetapkan secara berkala sesuai perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak,” kata dia.

Merespons keputusan tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, pihaknya belum menerima salinan keputusan MA mengenai judicial review terkait Perpres 75 tahun 2019 itu.

“Sampai saat ini BPJS Kesehatan belum menerima salinan hasil putusan Mahkamah Agung tersebut, sehingga belum dapat memberikan komentar lebih lanjut,” kata Iqbal kepada kumparan, Senin (9/3).

Atas dasar itu, ia mengatakan BPJS Kesehatan akan menunggu salinan putusan tersebut terlebih dahulu. Setelah itu, mereka akan mengkoordinasikan lebih lanjut dengan kementerian-kementerian terkait.

Kendati begitu, lebih jauh Iqbal menegaskan, BPJS bakal mengikuti aturan yang ditetapkan. “Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah,” pungkas Iqbal. (bbs/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/