JAKARTA-Aksi penyergapan terduga teroris dilakukan secara simultan oleh Mabes Polri tiga hari terakhir. Penyergapan dilakukan di empat kota sekaligus dan mengorbankan tujuh nyawa terduga teroris akibat baku tembak dengan angora Densus 88 antiteror Mabes Polri. Sementara, seorang kritis dan 12 orang lainnya ditangkap.
Meski begitu, tujuh mayat terduga teroris hasil operasi dua hari terakhir kemarin tidak membuat perburuan berakhir. Kini, Mabes Polri masih menelusuri aliran dana para tersangka yang didapat dari hasil merampok tiga bank BRI. Pendanaan kelompok-kelompok teroris tersebut dipastikan berasal dari hasil perampokan yang mereka sebut fa’in.
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menyatakan, pendanaan kelompok-kelompok yang ditangkap pihaknya diperoleh dari hasil merampok. “Mereka melakukan fa’i, mengumpulkan uang dari kejahatan dengan cara merampok yang kami catat ada tiga bank BRI,” ujar alumnus Akpol 1988 itu.
Di antaranya, merampok BRI cabang Reban, Batang, Jawa Tengah pada 18 Januari lalu dan menggondol uang tunai sekitar Rp790 juta. Kemudian BRI Grobogan, Jateng, pada 29 Maret lalu dengan hasil sekitar Rp630 juta. Yang terbaru adalah merampok BRI di Kabupaten Pringsewu, Lampung, pada 22 April lalu dengan hasil sekitar Rp460 juta. Totalnya berkisar Rp1,88 miliar.
Saat ini, lanjut Boy, pihaknya masih memeriksa 13 tersangka yang berhasil ditangkap hidup-hidup. Selain mencari jaringan, pihaknya menelusuri kemungkinan adanya orang yang ditugasi secara khusus untuk mengelola keuangan dan menyalurkannya sesuai kebutuhan. “Sangat mungkin sudah ada penggunaan (dana) untuk mengawali kegiatan mereka,” tutur pria kelahiran 1965 itu.
Sementara itu, penyebutan uang hasil rampokan sebagai fa’i dinilai kalangan ulama sebagai sebuah kesalahan pemahaman. “Fa’i itu adalah harta rampasan perang,” terang Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin. Hanya saja, bukan harta rampasan yang didapat melalui pertumpahan darah.
Jaringan Poso
Sebelumnya Mabes Polri menyatakan para terduga teroris itu merupakan sisa kelompok Abu Umar. Abu Umar dikenal sebagai angora jamaah Darul Islam yang pernah mengikuti pelatihan militer di Moro, Filipina.
“Pengungkapan kali ini merupakan pengembangan dari hasil ungkap kasus perampokan took emas di Tambora,” terang Karopenmas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar kemarin. meski begitu, mereka saat ini merupakan bagian dari jaringan Abu Roban yang berafiliasi ke Santoso, pimpinan kelompok teroris Poso yang kini diburu Mabes Polri.
Operasi penangkapan terduga teroris memang baru terekspos ke publik Rabu (8/5) lalu, dengan lokasi pengungkapan di Bandung. Namun, sehari sebelumnya (7/5) aparat telah menangkap seorang terduga teroris lain bernama William Maksum di Cipacing, Soreang, Bandung.
Esoknya, barulah Densus 88 melakukan penggerebekan di empat kota dalam waktu hampir bersamaan. Densus 88 mengawali penyerbuan ke sebuah rumah kontrakan di Cigondewah Hilir, kampung Mahmud Rahayu, Kabupaten Bandung sekitar pukul 10.00. Para terduga teroris melawan dengan melancarkan tembakan.
Setelah baku tembak beberapa jam, seorang teroris bernama Haris Fauzi alias Jablut (25) menyerah. Dia bersembunyi di toilet sebelum menyatakan menyerah. Tidak demikian dengan tiga rekannya, yakni Budi, Junet, dan Sarame. Mereka akhirnya tewas dalam lanjutan baku tembak yang sengit itu.
Sementara baku tembak terjadi di Bandung, sekitar pukul 15.00 anggota Densus 88 lainnya terlibat baku tembak di Limbung Batang, Kabupaten Kendal. Dalam baku tembak tersebut, polisi menewaskan seorang terduga teroris. “Kami duga dia Abu Roban, pemimpin kelompok ini,” terang alumnus Akpol 1988 itu. Dua orang lainnya, yakni Puryanto dan Iwan, ditangkap hidup-hidup.
Hampir bersamaan, sekitar pukul 17.00 polisi juga meringkus lima orang terduga teroris di Serpong, Pamulang, dan Meruya, Jakarta. Mereka adalah Faisal alias Boim, Endang, Agung, Agus Widharso, dan Iman. Kelimanya masuk dari kawasan Tangerang Selatan.
Malamnya, satu unit lain Densus 88 terlibat baku tembak di Desa Kutowinangun, Kebumen, Jawa Tengah, sejak pukul 20.00, tidak lama setelah operasi di Bandung usai. Dalam baku tembak yang baru berakhir pukul 07.30 pagi kemarin (9/5), Densus 88 menewaskan tiga terduga teroris.
Mereka adalah Bastari, Toni, dan Bayu alias Ucup. Sementara, empat orang sisanya yakni Farel, Wagiono, Slamet, dan Budi menyerah. Salah satu di antara keempat orang tersebut, yakni Slamet, kritis. Dia mengalami luka tembak di paha kanan hingga tembus ke belakang, dan hingga berita ini ditulis masih dirawat di UGD RS Polri. “Totalnya ada 20 orang. Tujuh meninggal, 13 ditangkap,” lanjut Boy. Saat ini sebagian mereka masih dalam proses interogasi penyidik Mabes Polri.
Selain mengamankan para tersangka, polisi juga menyita barang bukti cukup banyak. BB berupa senpi terdiri dari enam pucuk revolover, dua FN yang salah satunya jenis browning rakitan, satu magasin, dan 363 butir peluru. Dari jenis, bom, polisi menyita tiga buah bom pipa dan sebuah granat manggis. Bom tersebut disita saat penggerebekan di Kebumen. Selebihnya ada sepeda dua motor, tiga laptop, kamera, ponsel, perhiasan, dan uang tunai Rp36 juta.
Ketujuh jenazah diberangkatkan ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta, secara bertahap. Jenazah dari bandung tiba Rabu (8/5) malam sekitar pukul 22.30. Jenazah Abu Rohan tiba dari kebumen tadi malam, hampir bersamaan dengan jenazah tiga terduga teroris dari Kebumen. Jenazah Abu Rohan terlebih dahulu di RS Bhayangkara Semarang sebelum dibawa ke Jakarta.
Dari interogasi awal, didapati pengakuan jika para terduga teroris itu merupakan sisa-sisa kelompok Abu Umar. Seluruhnya berafiliasi ke Poso lewat perantara Abu Rohan yang diyakini merupakan kawan dekat Santoso. “Mereka mencari dana untuk mendukung Mujahidin Indonesia Timur di Poso pimpinan Autad Rawa dan Santoso,” terang Boy.
Jika nama Santoso sudah tidak asing di kalangan para terduga teroris, lain halnya dengan Autad Rawa. Dia diduga kuat merupakan tangan kanan Santoso, sekaligus penghubung Abu Rohan dengan pria yang sempat disebut-sebut sebagai Noordin M Top versi baru itu. saat in, polisi juga sedang memburu Autad Rawa.
Sementara itu, hingga semalam belum ada satupun keluarga para terduga teroris yang tewas datang ke RS Polri. Proses otopsi berlangsung tertutup sejak pagi. Pihak RS Polri juga belum bisa dimintai keterangan seputar proses otopsi maupun identifikasi jenazah.
Karumkit Polri Brigjen dr. Didi Agus Mintadi SpJP, DFM seharian kemarin berkutat di kamar jenazah dan belum bisa dimintai penjelasan. Begitu pula saat dihubungi melalui telepon selularnya, dia tidak berkomentar. “Mohon tunggu ya,” ujarnya. Kedatangan jenazah terduga teroris menarik perhatian pengunjung dan pasien RS Polri. Mereka penasaran dengan jenazah tiga terduga teroris yang semalam tiba di RS tersebut. (byu/dod/jpnn)