26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Penembakan Polisi Dinilai Oleh Kalangan Profesional

Penembakan Polisi Dinilai Oleh Kalangan Profesional
Penembakan Polisi Dinilai Oleh Kalangan Profesional

JAKARTA – Direktur Eksekutif Seven Strategic Studies, Mulyana W Kusumah, menilai terulangnya kejadian penembakan terhadap aparat kepolisian karena tidak ada akselerasi kepolisian dalam pengungkapan tuntas kelompok terorganisasi pelaku.

Akibatnya, Brigadir Kepala (Bripka) Pol Sukardi menjadi korban penembakan orang tak dikenal persis di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (10/9) malam.

“Ini memerlihatkan anggota Polri yang tengah bertugas, masih tetap dihadapkan pada situasi keterancaman tinggi tanpa jaminan proteksi yang memadai,” katanya di Jakarta, Rabu (11/9).

Mulyana menilai, kejadian penembakan tersebut dilakukan kelompok bersenjata yang cukup kuat dan kini masih beroperasi di Jakarta. Di mana dari pantauan CCTV terlihat jika para pelaku adalah orang-orang terlatih menggunakan senjata api, memiliki mobilitas tinggi, keberanian luar biasa dan  mempunyai kapasitas bekerja secara tim  dengan disain perencanaan tertentu.

“Target kelompok bersenjata ini tidak sekadar menggunakan ancaman kekerasan, tetapi membunuh polisi yang sedang  bertugas. Pada kasus penembakan terhadap Bripka Sukardi tidak cukup dengan penembakan horizontal, tetapi ada pelaku lain yang melakukan eksekusi penembakan vertikal yang mengakibatkan kematian,” katanya.

Menghadapi kasus ini, Mulyana menilai  Polri perlu melakukan analisis dan evaluasi yang lebih terbuka pada semua kemungkinan. Jangan terfokus secara kaku pada kelompok-kelompok dalam jaringan terorisme semata.

“Mengingat dalam kasus penembakan Bripka Sukardi terdapat saksi-saksi yang cukup banyak (sekitar 12 orang) maka Polri bukan hanya memaksimalkan keterangan saksi untuk menggali informasi, akan tetapi juga memberikan perlindungan untuk pengamanan pada para saksi,” katanya.

Langkah lain, kriminolog dari Universitas Indonesia ini juga menilai Polri perlu menjaga diri agar tidak terjebak dalam wacana spekulatif  atau mengkomunikasikan dugaan dini tentang motif dan identifikasi kelompok pelaku.

Alasannya sederhana, karena tetap terbuka kemungkinan kelompok pelaku adalah kelompok yang sama atau memunyai hubungan erat dengan kelompok pelaku penembakan sebelumnya.

“Atau justru kelompok bersenjata yang berbeda dengan  motif dan tujuan berbeda,” kata Mulyana.(gir/jpnn)

Penembakan Polisi Dinilai Oleh Kalangan Profesional
Penembakan Polisi Dinilai Oleh Kalangan Profesional

JAKARTA – Direktur Eksekutif Seven Strategic Studies, Mulyana W Kusumah, menilai terulangnya kejadian penembakan terhadap aparat kepolisian karena tidak ada akselerasi kepolisian dalam pengungkapan tuntas kelompok terorganisasi pelaku.

Akibatnya, Brigadir Kepala (Bripka) Pol Sukardi menjadi korban penembakan orang tak dikenal persis di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (10/9) malam.

“Ini memerlihatkan anggota Polri yang tengah bertugas, masih tetap dihadapkan pada situasi keterancaman tinggi tanpa jaminan proteksi yang memadai,” katanya di Jakarta, Rabu (11/9).

Mulyana menilai, kejadian penembakan tersebut dilakukan kelompok bersenjata yang cukup kuat dan kini masih beroperasi di Jakarta. Di mana dari pantauan CCTV terlihat jika para pelaku adalah orang-orang terlatih menggunakan senjata api, memiliki mobilitas tinggi, keberanian luar biasa dan  mempunyai kapasitas bekerja secara tim  dengan disain perencanaan tertentu.

“Target kelompok bersenjata ini tidak sekadar menggunakan ancaman kekerasan, tetapi membunuh polisi yang sedang  bertugas. Pada kasus penembakan terhadap Bripka Sukardi tidak cukup dengan penembakan horizontal, tetapi ada pelaku lain yang melakukan eksekusi penembakan vertikal yang mengakibatkan kematian,” katanya.

Menghadapi kasus ini, Mulyana menilai  Polri perlu melakukan analisis dan evaluasi yang lebih terbuka pada semua kemungkinan. Jangan terfokus secara kaku pada kelompok-kelompok dalam jaringan terorisme semata.

“Mengingat dalam kasus penembakan Bripka Sukardi terdapat saksi-saksi yang cukup banyak (sekitar 12 orang) maka Polri bukan hanya memaksimalkan keterangan saksi untuk menggali informasi, akan tetapi juga memberikan perlindungan untuk pengamanan pada para saksi,” katanya.

Langkah lain, kriminolog dari Universitas Indonesia ini juga menilai Polri perlu menjaga diri agar tidak terjebak dalam wacana spekulatif  atau mengkomunikasikan dugaan dini tentang motif dan identifikasi kelompok pelaku.

Alasannya sederhana, karena tetap terbuka kemungkinan kelompok pelaku adalah kelompok yang sama atau memunyai hubungan erat dengan kelompok pelaku penembakan sebelumnya.

“Atau justru kelompok bersenjata yang berbeda dengan  motif dan tujuan berbeda,” kata Mulyana.(gir/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/