Kemendikbud Bebaskan Daerah Memberikan Istilah Baru
JAKARTA-Di masa transisi pembubaran rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan berubah-ubah. Mereka kini memutuskan seluruh sekolah bekas RSBI dilarang memungut biaya pendidikan dalam bentuk apapun, termasuk sumbangan pendidikan (SPP).
Larangan tersebut tertuang dalam surat edaran Kemendikbud pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal RSBI. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dirjen Dikdas) Kemendikbud Suyanto mengatakan, surat edaran ini disebar ke seluruh dinas pendidikan kabupaten dan kota.
“Surat edaran itu mengatur banyak hal. Terutama seluruh sekolah bekas RSBI untuk menghentikan pungutan, termasuk SPP,” kata dia. Aturan ini berlaku juga untuk SD dan SMP bekas RSBIn
Khusus untuk SMA dan SMK bekas RSBI masih diperbolehkan menarik SPP, karena jenjang ini tidak masuk dalam program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun.
Kebijakan penghentian pungutan ini diambil Kemendikbud untuk menghindari singgungan dengan MK. Sebab MK sudah memastikan jika putusan penghentian RSBI sudah termasuk dengan segala kebijakan yang berlaku di dalamnya. Seperti pemberian subsidi dari pemerintah pusat hingga diperbolehakannya SD dan SMP RSBI menarik SPP kepada siswa.
Suyanto mengatakan, dalam surat edaran ini Kemendikbud juga meminta supaya sekolah-sekolah bekas RSBI tidak menurunkan kualitasnya. “Meskipun tidak bisa lagi memungut biaya pendidikan, mereka tetap bisa menggenjot sumbangan dari masyarakat,” tandasnya. Mantan rektor UNY itu mengatakan jika sekolah bekas RSBI ini masih diperbolehkan menerima sumbangan dari wali murid atau unsur masyarakat lainnya.
Suyanto juga mengingatkan soal penggunaan dana yang telah terkumpul. Dia mengatakaan pengelolaan sekolah harus bermusyawarah dengan dinas pendidikan setempat dan unsur komite sekolah dulu. “Jangan dibelanjakan dulu sebelum ada kesepakatan bersama. Kemendikbud tidak ikut-ikutan dalam musyarawah itu,” tegasnya.
Dia juga mengatakan surat edaran itu mewajibkan seluruh sekolah bekas RSBI untuk segera mencopot embel-embel RSBI. Baik itu di papan nama sekolah hingga di kop surat resmi mereka. Urusan lain yang menjadi persoalan krusial adalah penamanaan sekolah-sekolah bekas RSBI. Suyanto mengatakan secara administrasi ketatanegaraan Kemendikbud mempersilahkan setiap pemda memberikan nama untuk sekolah bekas RSBI itu.
“Pendidikan untuk jenjang SD, SMP, dan SMA serta SMK itu adalah wewenang pemerintah daerah. Ini terkait otonomi daerah,” katanya.
Terkait RSBI di Sumut, Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho dalam waktu dekat akan dengan melakukan koordinasi dalam waktu dekat dengan DPRD Provinsi Sumut dan Dinas Pendidikan (Disdik) se-Provinsi Sumut. “Saya kira mereka kita undang (Disdik, Red) untuk membicarakan perubahannya. Barang kali tentunya bahwa harapan kita akan perubahannya tidak mengurangi semangat kita bersama untuk membangun dunia pendidikan Sumut ke arah yang lebih baik,” katanya di sela pertandingan persahabatan Tim Kader PKS dengan Tim Media di Sumut, di Lapangan Futsal Village Kawasan Kampung Susuk Medan, Jumat (11/1).
Sementar itu, di Tebingtinggi, terkait putusan MK tersebut, 3 RSBI yang ada di kota tersebut kembali ke status sokalh biasa. Sekolah yang dimaksud adalah SMP Negeri 1, SMA Negeri 1, dan SMK Negeri 2.
“Setelah keluar keputusan dari pihak Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan RSBI, di Tebingtinggi tiga sekolah RSBI yang sudah ada, akan kembali seperti biasa dan pihak Disdik Tebingtinggi masih menunggu keputusan dari Kementrian Pendidikan,”jelas Kadisdik Pendidikan Kota Tebingtinggi Drs Pardamean Siregar.
Masih menurut Pardamean, untuk SMP Negeri 1 di Jalan Sutomo Kota Tebingtinggi tahun lalu (2012) telah menjadi RSBI kini kembali menjadi sekolah yang biasa. Untuk pembayaran uang sekolah tidak dikutip seperti RSBI seperti biasa dan biaya uang sekolah dibebaskan.
“Pihak sekolah tidak melakukan pengutipan biaya lagi, dan bebas dari pembayaran karena masuk kedalam anggaran Bantuan Oprasional Sekolah (BOS),” jelasnya.
Untuk SKM Negeri 2 di Jalan Gunung Lauser dan SMA Negeri 1 di Jalan Yos Sudarso Kota Tebingtinggi yang sebelumnya masuk kedalam RSBI tiga tahun lalu, kini kembali seperti sekolah setingkat dengan sekolah negeri lainnya dan bukan RSBI lagi, tetapi untuk pengutipan uang sekolah tidak menggunakan sistem RSBI dan tergantung dengan biaya dengan hasil rapat komite sekolah.
“Walaupun RSBI telah dihapuskan, tetapi sistem pelajaran masih memakai sistem RSBI dan semua keputusan selanjutnya masih menunggu petunjuk juklis dari Kementrian Pendidikan Indonesia,”terang Pardamean.
Kepala Sekolah SMP Negeri 1, Drs Adrul Damanik mengatakan tidak bisa mengambil keputusan sendiri dan menunggu petunjuk dari pimpinan (dinas terkait). Karena RSBI ditiadakan, biaya untuk uang sekolah dibebaskan (gratis). “Masalah rujukan untuk pengantian sekolah ini, kini masih menunggu petunjuk dari Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi,” paparnya. (wan/jpnn/mag-5/mag-3)