Muslim Tionghoa Imlek di Singkawang
Imlek 2564 telah tiba. Berbagai persiapan sudah dilakukan oleh warga Tionghoa sejak dua pekan lalu, termasuk masyarakat Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Mereka menggelar berbagai tradisi yang tak pernah ditinggalkan hingga sekarang yakni, makan besar bersama keluarga dan berbagi angpau. Bagaimana warga Tionghoa yang sudah memeluk agama Islam?
Zulkarnain, Singkawang
Matahari baru saja terbenam. Bunyi kembang api sudah saling sahut menyahut. Warna warninya menghiasi langkit Kota Singkawang berpendudukan mayoritas Tionghoa ini.
Chia Jung Khong alias Haji Aman yang kini sudah memeluk agama Islam, tetaplah merayakan traidisi imlek. Haji Aman memboyong keluarganya yang muslim di rumah orangtuanya, di Sekok, Singkawang Selatan.
“Bakda isya saya berkunjung ke rumah mama. Mama masih ada. Jadi, saya berkunjung ke rumah mama. Keluarga besar kami berkumpul,” kata Haji Aman yang memiliki sepuluh saudara.
Haji Aman tetap memegang berkunjung dan membagikan angpau kepada anak-anak saudaranya. Baginya, bagi angpau sudah turun temurun. “Kalau di Islam sedekah kepada keluarga terdekat. Tradisi ini tetap saya pegang walaupun saya sudah memeluk agama Islam. Berbeda dengan keyakinan dengan orangtua dan saudara saya,” katanya.
Haji Aman yang memiliki usaha jual Mie Ayam Haji Aman ini hanya meninggalkan makan besar yang merupakan tradisi Tionghoa. “Karena makanannya tidak halal bagi saya, maka saya dan keluarga tidak makan. Kita hanya menikmati minuman yang halal,” kata Haji Aman.
Keesokan harinya, kata Haji Aman, usai masyarakat Tionghoa yang menggelar ritual, tetap berkunjung ke rumah keluarga lainnya. “Silaturahmi tetap dipertahankan. Bahkan, saya membawa istri dan anak-anak dan saling memaafkan satu dengan yang lain,” kata Haji Aman.
Di Kota Singkawang, menurut Haji Aman yang juga sebagai Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Kota Singkawang yang telah memeluk agama Islam lebih kurang seribuan yang tercatat. Mereka tetap merayakan tradisi imlek dan saling berkunjung ke rumah keluarga dan kenalan.
Hal yang sama juga diakui Siti yang tinggal di Jalan Alianyang Singkawang. Sejak beberapa tahun lalu setelah menikah dengan seorang Muslim, dia memeluk agama Islam.
Namun, tradisi Imlek masih dirasakannya. Siti bersama keluarganya bahkan membuatkan keluarganya kue. Selain itu, anak-anaknya sering dikunjungi dan memperoleh angpau. “Hubungan keluarga kami tak berubah, walaupun saat ini saya muslimah. Tidak ada perbedaan dalam hubungan kami,” katanya.
Makan besar sudah menjadi tradisi turunan dari keluarga Chin Miau Fong yang tinggal di Kaliasin Singkawang Selatan. Setelah itu, Chin Miau Fong bersama suami, Ng Jung dan anak-anak serta cucu bersiap-siap menuju ke vihara tepat pukul 23.00 WIB. Vihara yang dituju adalah Tijakung yang ada di Kaliasin.
Mengapa memilih pukul 23.00 WIB, menurut dia, waktu untuk menggelar doa paling tepat pada pukul 23.00 Wib-24.00 WIB dan tepat tengah malam ini adalah malam pergantian tahun imlek. “Ada juga yang subuh hari hingga pagi. Tergantung kepercayaan masing-masing,” katanya menjelaskan. (*)