26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

DPR RI Pantau Centre Point

KERETA API: Centre Point difoto dari lokomotif kereta api di  Stasiun Medan, Minggu  (16/11), lalu.
KERETA API: Centre Point difoto dari lokomotif kereta api di Stasiun Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Penetapan status tersangka mantan Kepala Kantor Pertanahan atau BPN Kota Medan, Dwi Purnama dan Kepala Seksi Pemberian Hak pada Kantor Pertanahan Kota Medan, Hafizunsyah, kian janggal. Setidaknya, anggota Komisi III DPR RI Junimart Girsang saat diwawancarai Sumut Pos di Rutan Kelas I Medan, Rabu (11/2) siang mengatakan bahwa alasan Polda Sumut pada penetapan tersangka itu, karena kedua tersangka menerbitkan surat yang bukan wewenang keduanya.

“Bukan sebatas keterangan Polda saja. Alasan itu disampaikan ke kita secara tertulis. Namun, saya tidak tahu surat apa yang diterbitkan itu, sehingga keduanya dijadikan tersangka. Kalau untuk pasal yang dijeratkan Poldasu, antara pasal 241 dan 240,” ungkap anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu singkat.

Sebelum mengakhiri, Junimart juga meminta untuk pihak berwajib yang menangani kasus itu, memeriksa ahli dan orang berkepentingan atas hal itu. Disebutnya, hal itu untuk menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat. Menurutnya, kasus itu sudah selesai namun masih ada tersangka, sangat aneh dalam penegakkan keadilan.

Hal serupa juga dikatakan, Desmond Junaidi Mahesa. Dikatakan anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra itu, ada kesimpangsiuran antara penegak hukum di Sumut, terkait penetapan tersangka itu. Disebutnya, pemaparan Ketua Pengadilan Tinggi Sumut, kasus Centre Point secara perdata sudah selesai dan tinggal masalah sertifikasi.

“Kepolisian dan Kejaksaan, harus hati-hati mengambil sikap dalam kasus ini. Masa sudah disinggung oleh Kepala Pengadilan, tidak ngerti juga. Jangan dicari-cari anak atau cucunya, “ ujar Desmond singkat.

Lebih lanjut, Desmond menyebut kalau sikap mantan Kepala BPN Kota Medan saat itu, juga akan dilakukan siapa saja yang saat itu menjadi Kepala BPN Kota Medan. Dikatakannya, saat itu mantan Kepala BPN Kota Medan, hanya menjalankan perintah administratif. Namun, disebut kalau hal itu juga tidak terlepas dari sikap kakan BPN, sehingga memunculkan persoalan hukum.

“Saya tidak begitu persis materi kasusnya. Saya dengar tadi saat pemaparan, berbeda dengan yang saya dengar dari kalian (wartawan, Red), “ ungkap Patrice Rio Capella yang juga turut dalam kunjungan kerja itu.

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Pol Helfi Assegaf kepada wartawan pada Jumat (6/2) kemarin, Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut akan kembali memeriksa Dwi Purnama sebagai tersangka. Dikatakan Perwira Polisi dengan pangkat 3 melati di pundaknya itu, hal itu berdasarkan petunjuk Irwasum, serta hasil gelar perkara dan suvervisi di Mabes Polri beberapa waktu lalu.

“Sebelumnya saudara Dwi Purnama sudah dipanggil dan diperiksa. Dalam waktu dekat, akan kita panggil dan periksa lagi, “ ungkap Helfi singkat.

Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo yang juga dikonfirmasi pada Jumat (6/2) kemarin menyebut kalau kasus itu masih dalam proses. Begitu juga dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus itu, dikatakan Jendral Polisi dengan pangkat 2 bintang di pundaknya itu, belum ada diterbitikan. Namun, diakui mantan Kapolda Banten itu, kalau pihaknya optimis untuk menuntaskan kasus itu.

Mahasiswa-Sekuriti Nyaris Bentrok
Sementara itu, puluhan massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumatera Utara (Sumut) nyaris bentrok dengan petugas sekuriti Centre Point, Rabu (11/2) siang sekira pukul 11.00 WIB. Massa yang berjumlah sekitar 30 orang bersitegang dengan sekuriti saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Centre Point, Jalan Jawa, Medan Timur.

Awalnya puluhan massa melakukan orasi tepat di depan gedung yang bermasalah itu. Dengan membawa spanduk-spanduk dan kertas karton massa pun berorasi.

Aksi saling dorong-mendorong pun tak terelakkan, hingga akhirnya massa dan petugas tersulut emosi. Salah seorang pendemo pun nyaris baku hantam dengan petugas lantaran merasa tak terima didorong oleh petugas. Kericuhan pun pecah tetapi belum berujung bentrok. Beruntung, personel Polsek Medan Timur yang melihat ketegangan itu langsung melerai. Polisi kemudian meminta massa membubarkan diri lantaran aksi mereka tak memiliki ijin sebelumnya. Massa pun akhirnya membubarkan diri meski aksi mereka belum ditanggapi pihak Centre Point.

Sebelumnya, dalam orasinya, massa menilai lahan gedung tersebut diduga masih dalam proses sengketa.  “Pembangunan Centre Point sangat bertentangan dengan Pasal 22 Nomor 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Jo PP 27/1999 tentang Amdal. Sebab, selain tidak memiliki HGB, Centre Point yang telah berdiri megah dan telah beroperasi itu juga tidak memiliki IMB,” teriak massa yang diketuai Qahfi Romula Siregar.

Untuk itu, lanjutnya, massa meminta agar KPK turun tangan menindaklanjuti oknum pemerintah Kota Medan yang terindikasi permasalahan pembangunan Centre Point. Sebab, diduga pihak swasta telah menyerobot aset negara seluas 7 hektare ini.

“Kami minta pihak pengelola mampu menunjukkan IMB kepada seluruh masyarakat Kota Medan terkait izin Centre Point. Karena, kenapa sampai sekarang pembangunan gedung itu masih terus berlanjut hingga 25 lantai,” sebut massa.

Humas Centre Point Budi Darma yang dikonfirmasi terkait aksi itu enggan berkomentar. Ia mengaku sedang tidak berada di kantornya. “Saya lagi di luar, saya belum tahu kali,” ujarnya singkat saat dihubungi wartawan melalui seluler. (ain/ris/rbb)

KERETA API: Centre Point difoto dari lokomotif kereta api di  Stasiun Medan, Minggu  (16/11), lalu.
KERETA API: Centre Point difoto dari lokomotif kereta api di Stasiun Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Penetapan status tersangka mantan Kepala Kantor Pertanahan atau BPN Kota Medan, Dwi Purnama dan Kepala Seksi Pemberian Hak pada Kantor Pertanahan Kota Medan, Hafizunsyah, kian janggal. Setidaknya, anggota Komisi III DPR RI Junimart Girsang saat diwawancarai Sumut Pos di Rutan Kelas I Medan, Rabu (11/2) siang mengatakan bahwa alasan Polda Sumut pada penetapan tersangka itu, karena kedua tersangka menerbitkan surat yang bukan wewenang keduanya.

“Bukan sebatas keterangan Polda saja. Alasan itu disampaikan ke kita secara tertulis. Namun, saya tidak tahu surat apa yang diterbitkan itu, sehingga keduanya dijadikan tersangka. Kalau untuk pasal yang dijeratkan Poldasu, antara pasal 241 dan 240,” ungkap anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu singkat.

Sebelum mengakhiri, Junimart juga meminta untuk pihak berwajib yang menangani kasus itu, memeriksa ahli dan orang berkepentingan atas hal itu. Disebutnya, hal itu untuk menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat. Menurutnya, kasus itu sudah selesai namun masih ada tersangka, sangat aneh dalam penegakkan keadilan.

Hal serupa juga dikatakan, Desmond Junaidi Mahesa. Dikatakan anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra itu, ada kesimpangsiuran antara penegak hukum di Sumut, terkait penetapan tersangka itu. Disebutnya, pemaparan Ketua Pengadilan Tinggi Sumut, kasus Centre Point secara perdata sudah selesai dan tinggal masalah sertifikasi.

“Kepolisian dan Kejaksaan, harus hati-hati mengambil sikap dalam kasus ini. Masa sudah disinggung oleh Kepala Pengadilan, tidak ngerti juga. Jangan dicari-cari anak atau cucunya, “ ujar Desmond singkat.

Lebih lanjut, Desmond menyebut kalau sikap mantan Kepala BPN Kota Medan saat itu, juga akan dilakukan siapa saja yang saat itu menjadi Kepala BPN Kota Medan. Dikatakannya, saat itu mantan Kepala BPN Kota Medan, hanya menjalankan perintah administratif. Namun, disebut kalau hal itu juga tidak terlepas dari sikap kakan BPN, sehingga memunculkan persoalan hukum.

“Saya tidak begitu persis materi kasusnya. Saya dengar tadi saat pemaparan, berbeda dengan yang saya dengar dari kalian (wartawan, Red), “ ungkap Patrice Rio Capella yang juga turut dalam kunjungan kerja itu.

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Pol Helfi Assegaf kepada wartawan pada Jumat (6/2) kemarin, Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumut akan kembali memeriksa Dwi Purnama sebagai tersangka. Dikatakan Perwira Polisi dengan pangkat 3 melati di pundaknya itu, hal itu berdasarkan petunjuk Irwasum, serta hasil gelar perkara dan suvervisi di Mabes Polri beberapa waktu lalu.

“Sebelumnya saudara Dwi Purnama sudah dipanggil dan diperiksa. Dalam waktu dekat, akan kita panggil dan periksa lagi, “ ungkap Helfi singkat.

Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo yang juga dikonfirmasi pada Jumat (6/2) kemarin menyebut kalau kasus itu masih dalam proses. Begitu juga dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus itu, dikatakan Jendral Polisi dengan pangkat 2 bintang di pundaknya itu, belum ada diterbitikan. Namun, diakui mantan Kapolda Banten itu, kalau pihaknya optimis untuk menuntaskan kasus itu.

Mahasiswa-Sekuriti Nyaris Bentrok
Sementara itu, puluhan massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumatera Utara (Sumut) nyaris bentrok dengan petugas sekuriti Centre Point, Rabu (11/2) siang sekira pukul 11.00 WIB. Massa yang berjumlah sekitar 30 orang bersitegang dengan sekuriti saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Centre Point, Jalan Jawa, Medan Timur.

Awalnya puluhan massa melakukan orasi tepat di depan gedung yang bermasalah itu. Dengan membawa spanduk-spanduk dan kertas karton massa pun berorasi.

Aksi saling dorong-mendorong pun tak terelakkan, hingga akhirnya massa dan petugas tersulut emosi. Salah seorang pendemo pun nyaris baku hantam dengan petugas lantaran merasa tak terima didorong oleh petugas. Kericuhan pun pecah tetapi belum berujung bentrok. Beruntung, personel Polsek Medan Timur yang melihat ketegangan itu langsung melerai. Polisi kemudian meminta massa membubarkan diri lantaran aksi mereka tak memiliki ijin sebelumnya. Massa pun akhirnya membubarkan diri meski aksi mereka belum ditanggapi pihak Centre Point.

Sebelumnya, dalam orasinya, massa menilai lahan gedung tersebut diduga masih dalam proses sengketa.  “Pembangunan Centre Point sangat bertentangan dengan Pasal 22 Nomor 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Jo PP 27/1999 tentang Amdal. Sebab, selain tidak memiliki HGB, Centre Point yang telah berdiri megah dan telah beroperasi itu juga tidak memiliki IMB,” teriak massa yang diketuai Qahfi Romula Siregar.

Untuk itu, lanjutnya, massa meminta agar KPK turun tangan menindaklanjuti oknum pemerintah Kota Medan yang terindikasi permasalahan pembangunan Centre Point. Sebab, diduga pihak swasta telah menyerobot aset negara seluas 7 hektare ini.

“Kami minta pihak pengelola mampu menunjukkan IMB kepada seluruh masyarakat Kota Medan terkait izin Centre Point. Karena, kenapa sampai sekarang pembangunan gedung itu masih terus berlanjut hingga 25 lantai,” sebut massa.

Humas Centre Point Budi Darma yang dikonfirmasi terkait aksi itu enggan berkomentar. Ia mengaku sedang tidak berada di kantornya. “Saya lagi di luar, saya belum tahu kali,” ujarnya singkat saat dihubungi wartawan melalui seluler. (ain/ris/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/