Terkait Penandatanganan Surat Pemberhentian Bupati Palas
JAKARTA- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, akhirnya memang telah menandatangani pemberhentian Bupati Padang Lawas (Palas), Basyrah Lubis. Namun, mengapa penandatanganan itu baru dilakukan Sabtu (7/4) lalu? Padahal, status kekuatan hukum tetapnya sejak Mahkamah Agung mengeluarkan putusan bernomor 1021 K/PID/2009/ tertanggal 13 Juli 2009 lalu.
Menurut Ketua Divisi Politik Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Yulianto, secara khusus kepada koran ini, kemarin, inilah yang ia sebut bahwa sebenarnya hukum di Indonesia sudah lumayan baik. Namun sayangnya di tingkat implementasi pelaksanaan, sering terkendala di tingkat birokrasi.
“Jadi kalau bicara sistem hukum, itu sudah lumayan. Semua aturan sudah tersedia. Baik mekanisme penuntutan, pembelaan hingga kelengkapan lainnya.
Tapi sayangnya pada implementasi di lapangan, sering tidak dijalankan dengan baik,” ungkapnya. Menurutnya, seharusnya pemberhentian Bupati Palas sudah dapat dilakukan jauh-jauh hari. Karena sudah berkekuatan hukum tetap. Bahkan ia sempat menyayangkan, mengapa sampai tercetus argumen, belum ditandatangani karena khawatir putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Basyrah akan berbunyi lain.
“PK itu tidak menggugurkan daya ikat putusan pengadilan maupun kasasi MA. Ini penting untuk diperhatikan. Kalau tidak, benar-benar akan jadi persoalan di kemudian hari. Bahwa penegakan hukum di Indonesia itu terlihat begitu lemah. Kasasi atau putusan MA itu kan sudah incraht. Mestinya begitu diputuskan, harus segera dieksekusi,”ungkapnya.
Meski terkesan lambat, keputusan Mendagri yang akhirnya menandatangani pencopotan empat kepala daerah, menurut Yulianto sudah tepat. “Karena memang sesuai dengan perintah undang-undang, seorang kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya jika terbukti melanggar hukum dan putusan hukum tersebut dinyatakan incraht. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak melakukannya,” katanya.
Kalau pun nantinya PK berkata lain, maka Mendagri juga berkewajiban segera memulihkan nama baik yang bersangkutan. “Jadi saya pikir tidak ada masalah. Ya kalau memang sudah berkekuatan hukum tetap, segera diberhentikan. Nah kalau kemudian para kepala daerah mengajukan PK, silahkan saja.
Kenapa kalau sudah kasasi harus segera diberhentikan, karena kalau menunggu hingga proses PK segala, itu waktunya panjang sekali. Masa jabatan seorang kepala daerah kan lima tahun, itu bisa-bisa setelah habis masa jabatannya, baru semua upaya hukum selesai dijalani,”ungkapnya yang setelah kasasi jika kemudian PK menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, maka Mendagri juga wajib memulihkan nama maupun jabatan yang bersangkutan.
Sementara, hingga Rabu (11/4), Pemprovsu belum juga menerima SK pemberhentian Bupati Palas. Padahal, menurut informasi, SK tersebut akan diserahkan pada Selasa (10/4) lalu. “Belum ada. Kita tunggulah. Secara resmi belum ada kita terima,” kata Sekda Provsu Nurdin Lubis yang dikonfirmasi Sumut Pos di kantor gubernur, Rabu (11/4).
Menurut informasi, Sekda Pemkab Palas Gusnar Hasibuan menemui Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho untuk menerima SK pemberhentian atau pemecatan Basyrah Lubis.
Tapi, informasi tersebut juga dibantah oleh Nurdin Lubis, dan kembali menyatakan, Pemprovsu belum menerima secara resmi SK pemecatan Basyrah Lubis tersebut.
Diketahui, Basyrah Lubis telah mendapat vonis hakim di PN Padangsidimpuan dengan tuntutan enam tahun penjara, dengan masa percobaan setahun penjara, dalam kasus pemalsuan surat saat menjabat Camat Barumun. (gir/ari)