Site icon SumutPos

KPK Sita Dokumen Anggaran Dinkes Senilai Rp1,15 T

Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf, usai diperiksa penyidik KPK, baru-baru ini.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Aceh, Rabu (11/7). Penggeledahan dilakukan dalam rangka mencari bukti tambahan guna memperkuat proses penyidikan kasus dugaan suap Gubernur Nonaktif Aceh Irwandi Yusuf, dan Bupati Nonaktif Benermeriah Ahmadi. Dari penggeledahan, tim lembaga antirasuah itu, berhasil menemukan dokumen penting berisi pelaksanaan anggaran Dinas Kesehatan Aceh yang bernilai Rp1,15 triliun.

“Sejauh ini, ditemukan dokumen proyek, seperti Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dinas Kesehatan Aceh dengan nilai Rp1,15 triliun,” ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (11/7).

Penggeledahan, lanjut Febri, berlangsung sejak pukul 10.00 WIB, dan masih berlangsung hingga sore hari. Sedangkan, hasil penggeledahan yang dilakukan Selasa (10/7) lalu, di Dinas PUPR dan Dispora Aceh, telah disita barang bukti elektronik dan beberapa dokumen proyek. “Kembali mengamankan sejumlah dokumen proyek dan DOK dari lokasi penggeledahan di Kantor Dinas PUPR Aceh, kantor bupati, dan Dinas PUPR Benermeriah, Selasa, 10 Juli 2018. Sedangkan dari penggeledahan di Dispora, disita barang bukti elektronik,” katanya.

Untuk diketahui, ihwal adanya operasi tangkap tangan (OTT) ini, menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, pada 3 Juli 2018 siang, tim KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang sebesar Rp500 juta dari Muyassir kepada Fadli di teras sebuah hotel di Banda Aceh.

Selanjutnya, Muyassir membawa tas berisi uang tersebut dari dalam hotel menuju mobil di luar hotel. Kemudian turun di suatu tempat, dan meninggalkan tas di dalam mobil. “Diduga setelah itu Fadli menyetorkan uang tersebut ke beberapa rekening Bank BCA dan Mandiri, sebesar masing-masing sekitar Rp50 juta, Rp190 juta, dan Rp 173 juta,” beber Basaria, dalam konferensi pers pada 4 Juli lalu.

Menurut Basaria, uang yang disetor ke beberapa rekening tersebut sebagian diduga digunakan untuk pembayaran medali dan pakaian di kegiatan Aceh Marathon 2018. Selanjutnya, sekira pukul 17.00 WIB, tim kemudian mengamankan Fadli dengan beberapa temannya di sebuah kafe di Banda Aceh. “Kemudian, berturut-turut tim mengamankan sejumlah orang lainnya di beberapa tempat terpisah di Banda Aceh. Yakni T Syaiful Bahri sekira pukul 18.00 WIB, di sebuah kantor rekanan. Dari tangan Syaiful, diamankan uang Rp50 juta dalam tas tangan,” jelasnya.

Selain itu, tim kemudian mengamankan Hendri Yuzal dan seorang temannya di sebuah kafe sekira pukul 18.30 WIB. “Selanjutnya tim bergerak ke pendopo gubernur, dan mengamankan Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh, sekira pukul 19.00 WIB,” urai mantan jenderal polisi bintang 2 ini.

Usai dilakukan penangkapan, pihak-pihak tersebut kemudian dibawa ke Mapolda Aceh untuk menjalani pemeriksaan awal.

Sementara itu, usai menangkap sejumlah pihak di Banda Aceh, secara paralel, tim KPK lainnya di Kabupaten Benermeriah, mengamankan sejumlah pihak. “Sekira pukul 19.00 WIB, tim mengamankan Ahmadi, Bupati Benermeriah, bersama ajudan dan supir pada sebuah jalan di Takengon,” kata Basaria.

Tak lama berselang penangkapan itu, selanjutnya, sekira pukul 22.00 WIB, tim mengamankan Dailami di kediamannya, Kabupaten Benermeriah.

Usai ditangkap, kemudian tim membawa para pihak ke Mapolres Takengon, untuk menjalani pemeriksaan awal. Sementara pada 4 Juli lalu, tim juga memeriksa Muyassir di Polda Aceh. Selanjutnya, sebanyak 4 orang, yakni Hendri Yuzal, Irwandi Yusuf, Ahmadi, dan Syaiful Bahri, pada hari yang sama diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, pada 3 penerbangan terpisah.

Basaria menjelaskan, penangkapan yang dilakukan terhadap para pihak di ‘Tanah Rencong’ ini, dilakukan karena ada dugaan kongkalikong permainan dana otonomi khusus (DOK). “Diduga pemberian oleh Bupati Benermeriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp500 juta, bagian dari Rp1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh, terkait fee izin proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh TA 2018,” jelasnya.

Pemberian duit ‘pelumas’ tersebut, merupakan bagian dari komitmen fee 8 persen, yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemprov Aceh, dari setiap proyek yang dibiayai dari DOKA. “Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Benermeriah, yang bertindak sebagai perantara,” beber Basaria.

Selanjutnya, setelah melakukan pemeriksaan dalam waktu 24 jam pertama, dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh Gubernur Aceh terkait Pengalokasian dan Penyaluran DOKA TA 2018 pada Pemprov Aceh.

Atas perbuatannya, sebagai pihak penerima, penyidik KPK menetapkan Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri, sebagai tersangka. Atas perbuatannya, ketiga pihak ini disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Ahmadi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi penetapan dan penahanannya oleh KPK, Irwandi membantah semua tuduhan yang disematkan kepadanya. “Saya enggak minta hadiah, saya enggak pernah nyuruh orang untuk minta hadiah, saya tidak juga menerima komitmen fee,” ungkapnya, saat akan dibawa ke Rutan, 5 Juli dini hari lalu.

Hal senada juga dilakukan Bupati Benermeriah Ahmadi, ketika hendak menjalani penahanan perdananya. “Dalam pencegatan saya tidak ada barang bukti apapun. Uang (suap) tidak ada, hanya bundel perencanaan, alokasi dana khusus berasal dari unit pelayanan terpadu. Sistem itu siapapun bisa mengakses,” kilahnya, saat keluar dari ruang pemeriksaan. (ipp/jpc/saz)

Exit mobile version