Site icon SumutPos

Ratusan Mahasiswa Serukan Reformasi Jilid II

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Massa dari Gema Pembebasan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumut, Kamis (12/1) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) seluruh Indonesia hari ini menggelar Aksi Bela Rakyat 121 di Istana Negara. Mereka menuntut pemerintah untuk mengambil kebijakan yang lebih pro kepada rakyat Demo tersebut juga dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ratusan mahasiswa dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kecewa dengan Presiden Joko Widodo. Pasalnya, mereka menilai presiden menganggap Aksi Bela Rakyat 121 tidak penting. Hal ini terindikasi dengan keengganan presiden menemui mereka.

Dalam aksi itu, tiga perwakilan Aksi Bela Rakyat 121 telah bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki untuk menyampaikan tuntutannya kepada presiden.

“Perwakilan dari kalian telah diterima oleh kepala staf presiden. Kepala staf sudah bersepakat untuk menerima tuntutan yang ditandatangani oleh kepala staf presiden. Ada empat poin,” kata Deputi Komunikasi Politik Kepala Staf Presiden Eko Sulistyo dari atas mobil komando peserta aksi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (12/1).

Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia Bagus Tito Wibisono kemudian dipersilakan untuk menyampaikan isi kesepakatan dengan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. Bagus menyebutkan, Presiden Joko Widodo tidak mau menemui perwakilan aksi. Padahal dia yakin, Presiden Joko Widodo ada di Istana Negara dan tengah melakukan rapat terbatas. Sehingga perwakilan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) hanya disambut Kepala Staf Presiden, Teten Masduki.

Dia menilai, Presiden Jokowi sama saja menganggap aksi ini tidak penting. “Presiden tidak mau ketemu kami dengan alasan tidak ada urgensi. Jadi aksi kita ini dianggap bercanda teman-teman,” ujar Bagus dari mobil komando.

Apalagi, lanjut Bagus, surat nota kesepahaman yang ditandatanganinya bersama Kepala Staf Kepresidenan tidak mencantumkan kop surat resmi pemerintah. Nota kesepahamanan yang berisi tuntutan aksi itu hanya ditulis di secarik kertas biasa dengan menggunakan pulpen.

“Ini suratnya. Sama sekali tidak resmi, tidak ada kop, hanya tanda tangan,” sesalnya sembari mengacungkan surat tersebut.

Adapun nota kesepahaman yang diteken Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia Bagus Tito Wibisono dan Teten Masduki itu berisi empat poin. Pertama, pemerintah menjamin tidak akan terjadi kelangkaan BBM sunsidi di Indonesia. Kedua, kenaikan listrik tidak akan ada dampak pada kenaikan harga pokok. Ketiga, pemerintah menjamin bahwa kenaikan harga BBM akan digunakan untuk tepat sasaran. Keempat, kenaikan STNK dan BPKB akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan dari pihak kepolisian

Namun begitu, peserta aksi mengaku ragu kesepakatan itu akan dijalankan pemerintah. Mereka dengan serempak meneriakan kata “bohong”.

Bagus bahkan menyerukan kepada rekan-rekannya untuk melakukan reformasi jilid II. Ini sebagai bentuk ultimatum jika dalam waktu 90 hari pemerintah melanggar kesepakatan tersebut.

“Ini adalah kesepakatan, jika selama 90 hari atau 3 bulan ditemukan adanya pelanggaran, maka reformasi jilid II akan kita lakukan. Ini adalah legal standing kita untuk melaksanakan reformasi jilid II,” seru Bagus yang disetujui ratusan peserta aksi.

Ratusan mahasiswa akhirnya membubarkan diri dari Aksi Bela Rakyat 121 yang digelar di depan Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kamis (12/1) malam. Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Dwi Yono memuji sikap pengunjuk rasa yang menepati janji akan membubarkan diri usai menunaikan salat isya’.

“Terima kasih adik-adik mahasiswa sudah melakukan aksi damai yang telah dilakukan hari ini. Kalian orang terpelajar penerus bangsa,” ujarnya sembari menyalami sejumlah peserta aksi.
Koordinator pusat BEM Seluruh Indonesia Bagus Tito Wibisono kemudian mengajak rekan-rekannya untuk kembali ke kediaman masing-masing. “Dengan berat hati kami akan meninggalkan tempat ini, tunggu waktunya kapan, mungkin dalam waktu tiga bulan,” ujar Bagus.

Bagus mengajak para mahasiswa untuk kembali dengan jumlah yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi pemerintah dalam jangka 3 bulan ke depan. Tak tanggung-tanggung, mereka turut mengancam akan memakzulkan Presiden Jokowi jika tak memenuhi janji.

“Kita akan datangkan massa yang lebih banyak. Atas nama seluruh rakyat Indonesia, kita akan geruduk Gedung MPR/ DPR RI untuk mendesak mereka melakukan sidang istimewa (jika tuntutan tidak dipenuhi pemerintah),” ancamnya.

Aksi serupa juga digelar di DPRD Sumut, Kamis (12/1). Aksi ini diterima anggota DPRD Sumut dari Fraksi Gerindra Everedy Sitorus dan Ahmadan Harahap dari Fraksi PKB. Dalam kesempatan itu, Everady Sitorus meminta pemerintah pusat menghapuskan kebijakan yang dapat menyengsarakan masyarakat seperti kenaikan tarif listrik, serta PP 60/2016 tentang kenaikan tarif STNK dan BPKB.

“Kami mendukung aksi mahasiswa yang menuntut pemerintah mencabut PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang kenaikan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia,” katanya.

Menurut Eveready, kebijakan yang telah dibuat pemerintah ini dinilai sangat memberatkan rakyat Sumut dan Indonesia pada umumnya. Pemerintah harus membatalkan kebijakannya. “Kehidupan rakyat sudah susah, jadi pemerintah jangan menambah beban rakyat lagi dengan menaikkan harga BBM, TDL dan lainnya,” ujarnya.

Anggota DPRD Sumut Fraksi PKB, Ahmadan menyampaikan hal senada. Dia bahkan berjanji akan ikut memperjuangkan aspirasi dari mahasiswa sehingga pada akhirnya kebijakan pemerintah pusat yang tidak pro rakyat kecil dapat segera dibatalkan. “Jadi jangan ditambah susah lagi rakyat ini dengan kebijakan kenaikan harga,”kata politisi PPP ini.

Sebelumnya, Himpunan Mahasiswa Al Washliyah Kota Medan melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Sumatera Utara Jalan Imam Bonjol Medan. Dalam aksi itu, mahasiwa meminta pemerintah bertanggungjawab dan mencabut kebijakan yang telah diambil yakni PP Nomor 60 Tahun 2016. Mahasiwa juga menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan TDL golongan 900 VA dan mendesak dikembalikannya subsidi untuk TDL golongan 900 VA.

“Kami juga meminta dan mendesak agar pemerintah menurunkan harga bahan pokok dan BBM yang dinilai semakin menyengsarakan rakyat. Kami juga meminta agar pemerintahan Jokowi-JK membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil seperti kampanyenya pada saat pilpres beberapa tahun lalu,” ketus Ketua PC HIMMAH Medan, Ilham Fauji Munthe. (ian/rmol/jpg/dik/adz)

 

Exit mobile version