28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Fakultas Kedokteran Wajib Punya RS Pendidikan

JAKARTA-Paling cepat empat tahun lagi, seluruh Fakultas Kedokteran (FK) wajib memiliki Rumah Sakit Pendidikan (RSP). Jika tidak mendirikan RSP izin FK dicabut. Aturan ini menimbulkan keresahan FK di kampus swasta. Pasalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak akan mengucurkan bantuan pendirian RSP di kampus swasta.

Kepastian tidak ada bantuan pembiayaan ini disampaikan oleh Dirjen Pendidkan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso kemarin (12/2). “Tidak ada bantuan,” kata dia.   Djoko menjelaskan, aturan di FK nantinya adalah, wajib mendirikan RSP baru bisa memperoleh izin pendirian FK. “RSP itu sifatnya wajib dulu,” katanyan

Untuk saat ini, FK boleh berdiri meskipun kampus tidak memiliki RSP. Akibatya, pihak kampus menempatkan sejumlah mahasiswa FK ke sejumlah rumah sakit daerah setempat.

Longgarnya pendirian FK tanpa ada RSP ini akhirnya menuai kritikan. Sebab, kualitas mahasiswa FK cenderung tidak bagus. Selain itu, pihak kampus juga tidak memiliki kewenangan penuh dalam mengontrol rumah sakit tempat mahasiswa itu berpraktek. Pihak kampus terbentur dengan keberadaan pengelola rumah sakit daerah itu.

Kepastian tidak aka nada sumbangan untuk pendirian RSP ini, membuat pengelola kampus swasta resah. Diantaranya diutarakan oleh petinggi Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. Ketua Tim Pengembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se Indonesia Suyatno mengatakan, jika memang tidak ada bantuan dari pemerintah maka pihaknya sudah berancang-ancang menggenjot pemasukan dari masyarakat.

Pria yang juga rektor Universitas Muhammadiyah Prod Dr Hamka (Uhamka) itu menjelaskan, saat ini ada delapan PT dibawah naungan PP Muhammadiyah yang mengelola FK. Yaitu Universitas Muhammadiyah (UM) Malang, UM Surakarta, UM Jogjakarta, UM Jakarta, UM Semarang, UM Palembang, UM Sumatera Utara, dan UM Makassar. “Ada dua yang masih proses (penderian FK, Red), yaitu UM Purwokerto dan UM Surabaya,” jelas Suyatno.

Suyatno berharap ketentuan mewajibkan keberadaan RSP tidak dijalankan dengan kaku. “Harus bisa fleksibel. Apalagi ada FK yang baru berkembang,” kata dia. Suyatno menjelaskan, seluruh FK di bawah naungan PP Muhammadiyah sampai saat ini masih bergabung dengan RS Muhammadiyah yang jumlahnya jauh lebih banyak ketimbang FK di kampus Muhammadiyah.

Dia berharap, sambil mengumpulkan dana dari masyarakat pemerintah bisa memberikan kesempatan FK Muhammadiyah untuk bekerjasama dulu dengan RS Muhammadiyah. “Biarkan dulu yang sekarang ini sudah berjalan. Sambil lalu membangun RS Pendidikan,” tandasnya. Jika perlu, Suyatno berharap RS Muhammadiyah yang selama ini sudah digandeng FK Muhammadiyah bisa ditetapkan menjadi RSP.

Dalam kesempatan lain, Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan aturan kewajiban RSP ini masih digodok dalam bentuk RUU Pendidikan Kedokteran. Dia mengingatkan, kalaupun aturan ini disahkan seluruh perguruan tinggi wajib menjalankkan.

Menurut Nuh, RSP harus berfungsi seperti rumah sakit umum. “Harus ada pasien masyarakat umum,” tandas menteri asal Surabaya itu. Dengan demikian, maka proses pembelajaran calon-calon dokter bisa benar-benar efektif. (wan/jpnn)

JAKARTA-Paling cepat empat tahun lagi, seluruh Fakultas Kedokteran (FK) wajib memiliki Rumah Sakit Pendidikan (RSP). Jika tidak mendirikan RSP izin FK dicabut. Aturan ini menimbulkan keresahan FK di kampus swasta. Pasalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak akan mengucurkan bantuan pendirian RSP di kampus swasta.

Kepastian tidak ada bantuan pembiayaan ini disampaikan oleh Dirjen Pendidkan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso kemarin (12/2). “Tidak ada bantuan,” kata dia.   Djoko menjelaskan, aturan di FK nantinya adalah, wajib mendirikan RSP baru bisa memperoleh izin pendirian FK. “RSP itu sifatnya wajib dulu,” katanyan

Untuk saat ini, FK boleh berdiri meskipun kampus tidak memiliki RSP. Akibatya, pihak kampus menempatkan sejumlah mahasiswa FK ke sejumlah rumah sakit daerah setempat.

Longgarnya pendirian FK tanpa ada RSP ini akhirnya menuai kritikan. Sebab, kualitas mahasiswa FK cenderung tidak bagus. Selain itu, pihak kampus juga tidak memiliki kewenangan penuh dalam mengontrol rumah sakit tempat mahasiswa itu berpraktek. Pihak kampus terbentur dengan keberadaan pengelola rumah sakit daerah itu.

Kepastian tidak aka nada sumbangan untuk pendirian RSP ini, membuat pengelola kampus swasta resah. Diantaranya diutarakan oleh petinggi Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. Ketua Tim Pengembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se Indonesia Suyatno mengatakan, jika memang tidak ada bantuan dari pemerintah maka pihaknya sudah berancang-ancang menggenjot pemasukan dari masyarakat.

Pria yang juga rektor Universitas Muhammadiyah Prod Dr Hamka (Uhamka) itu menjelaskan, saat ini ada delapan PT dibawah naungan PP Muhammadiyah yang mengelola FK. Yaitu Universitas Muhammadiyah (UM) Malang, UM Surakarta, UM Jogjakarta, UM Jakarta, UM Semarang, UM Palembang, UM Sumatera Utara, dan UM Makassar. “Ada dua yang masih proses (penderian FK, Red), yaitu UM Purwokerto dan UM Surabaya,” jelas Suyatno.

Suyatno berharap ketentuan mewajibkan keberadaan RSP tidak dijalankan dengan kaku. “Harus bisa fleksibel. Apalagi ada FK yang baru berkembang,” kata dia. Suyatno menjelaskan, seluruh FK di bawah naungan PP Muhammadiyah sampai saat ini masih bergabung dengan RS Muhammadiyah yang jumlahnya jauh lebih banyak ketimbang FK di kampus Muhammadiyah.

Dia berharap, sambil mengumpulkan dana dari masyarakat pemerintah bisa memberikan kesempatan FK Muhammadiyah untuk bekerjasama dulu dengan RS Muhammadiyah. “Biarkan dulu yang sekarang ini sudah berjalan. Sambil lalu membangun RS Pendidikan,” tandasnya. Jika perlu, Suyatno berharap RS Muhammadiyah yang selama ini sudah digandeng FK Muhammadiyah bisa ditetapkan menjadi RSP.

Dalam kesempatan lain, Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan aturan kewajiban RSP ini masih digodok dalam bentuk RUU Pendidikan Kedokteran. Dia mengingatkan, kalaupun aturan ini disahkan seluruh perguruan tinggi wajib menjalankkan.

Menurut Nuh, RSP harus berfungsi seperti rumah sakit umum. “Harus ada pasien masyarakat umum,” tandas menteri asal Surabaya itu. Dengan demikian, maka proses pembelajaran calon-calon dokter bisa benar-benar efektif. (wan/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/