25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Pemerintah Kini Usut Kementerian Lain, Menkeu Pastikan Beri Sanksi Terberat

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan sanksi bagi para pegawainya yang bermasalah. Terutama terkait jumlah harta yang tidak wajar.

Pemberian hukuman kepada pegawai Kemenkeu yang melakukan pelanggaran dipastikan tetap sesuai aturan yang berlaku Aturan tersebut adalah Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

“Di sini hukuman-hukuman yang kita lakukan mengacu pada UU dan PP tersebut. Saya sampaikan kepada presiden dan pak Mahfud Md. Kalau kita tidak puas ada orang yang merasa ‘Menurut saya hukumannya harus lebih berat’. Namun hukuman terberat yang ada dalam PP tersebut adalah: pertama, penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan,” ujarnya.

Sanksi kedua, adalah pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan. Sanksi ketiga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

“Hukuman terberat yang ada dalam PP 94/2021. Kalau kita merasa hukuman itu tidak terlalu berat, saya sampaikan kepada pak Mahfud, pak Mahfud apakah dengan tingkat kesalahan yang ada, hukuman tersebut dianggap sesuai atau tidak? Tapi kami harus lakukan UU ASN dan peraturan mengenai pegawai negeri sipil,” jelasnya.

Kemenkeu juga telah berkomitmen menegakkan aturan dan sanksi tersebut. Hal itu tercermin dari pemecatan kepada Rafael Alun Trisambodo (RAT) baru-baru ini.

Pemecatan RAT dikarenakan ia terbukti melakukan pelanggaran disiplin berat sehingga konsekuensinya berupa pemecatan dan tidak mendapatkan uang pensiun.

964 Pegawai Diduga Lakukan Pencucian Uang

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menindaklanjuti 266 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Di antara 266 surat dari PPATK terkait dugaan harta tidak wajar di lingkup Kemenkeu sejak 2007 hingga 2023 tersebut, sebanyak 70 persen merupakan tindak lanjut atas permintaan Kemenkeu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan siap buka-bukaan data untuk membantu penegakan hukum dan instansinya akan bekerja sama dengan berbagai pihak. Mulai Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga pihak terkait lain.

Ani –sapaan Menkeu– menegaskan, dirinya akan terus berusaha menjaga integritas ASN Kemenkeu. Termasuk bersikap terbuka soal harta kekayaan para pejabat Kemenkeu yang belakangan ini sering disorot.”Jadi kalau kemarin Pak Mahfud memberikan impresi seolah-olah tidak ada tindak lanjut, kami ingin meluruskan sore hari ini,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, Sabtu (11/3).

Dia menyampaikan, di antara 266 surat dari PPATK terkait dugaan harta tidak wajar di lingkup kerjanya sejak 2007 hingga 2023 tersebut, sebanyak 70 persen merupakan tindak lanjut atas permintaan Kemenkeu. “Sebetulnya, 185 adalah permintaan dari kami. Jadi, kami yang meminta PPATK untuk menyampaikan informasi menyangkut data ASN di bawah Kementerian Keuangan,” ujarnya.

Dari ratusan surat tersebut, lanjut dia, sebanyak 964 pegawai diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Kemudian, 86 surat ditindaklanjuti dengan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) lantaran informasi dari PPATK belum cukup memadai. Lalu, telah dilakukan audit investigasi kepada 126 kasus. Rekomendasi hukuman diberikan kepada 352 pegawai dengan mengacu pada aturan tentang disiplin ASN.

Kemudian, ada beberapa surat yang tidak bisa ditindaklanjuti karena pegawainya telah pensiun, tidak ditemukan informasi lebih lanjut, atau tidak terkait dengan pegawai Kementerian Keuangan.

’’Ada 16 kasus yang kami limpahkan ke APH (aparat penegak hukum) karena Kementerian Keuangan bukan aparat penegak hukum,’’ urainya.

Melalui akun Instagram-nya, Sri Mulyani juga mengumumkan jumlah pengaduan yang diterima Itjen Kemenkeu melalui kanal whistleblowing system. Pada 2017, laporan yang masuk berjumlah 510 aduan. Dari jumlah itu, 66 pegawai terkena hukuman disiplin terkait fraud. Jika ditotal sampai 2022, terdapat 550 pegawai yang telah dijatuhi sanksi oleh Kemenkeu.

Mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun yang sebelumnya disebutkan oleh Mahfud MD, Sri Mulyani menegaskan bahwa dirinya belum mendapatkan informasi detail. “Rp300 triliun itu hitungannya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat,” tegasnya.

Dia menyampaikan bahwa isi surat yang telah disampaikan oleh PPATK hanya memuat daftar kasus dan tidak mencantumkan detail nominal. Karena itu, Sri Mulyani meminta PPATK menjelaskan secara lebih terperinci mengenai transaksi janggal yang dimaksud. “Semakin detail data yang didapatkan, akan semakin cepat kami melakukan pembersihan,” ujarnya.

Padahal, kata Menkeu, hingga pekan ini, pihaknya belum menerima informasi lebih detail terkait dugaan tersebut. Bahkan, soal kasus Rafael Alun Trisambodo yang saat ini sedang dikuliti Aparat Penegak Hukum (APH). Ada perbedaan fakta antara yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan data yang diterima Kemenkeu. Bahkan, secara transaksi yang diungkap saat ini kepada publik lebih besar angkanya dibandingkan dengan yang diterima Kemenkeu pada tahun 2019.

“Kasus ini (RAT) disampaikan oleh Pak Mahfud informasinya sudah disampaikan sejak 2013, tapi di kami PPATK menyampaikan informasi baru tahun 2019. Empat surat menyangkut saudara RAT, empat surat dari PPATK. Empat-empatnya menyangkut transaksi yang nilainya antara Rp 50 juta sampai Rp 150 juta kecil banget dibandingkan dengan sekarang yang terbuka kepada publik,” jelasnya.

Kendati demikian, Menkeu mengungkapkan bahwa saat ini semangat kerja sama antara Kemenkeu dan Mahfud MD akan terus dipererat. Hal ini sejalan dengan kepentingan yang sama antara keduanya. “Kepentingan kita sama, kepentingan untuk membangun Indonesia, membangun Kemenkeu, ditjen pajak dan ditjen bea cukai membersihkan dari mereka yang kotor dan koruptif,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Sri Mulyani juga menyampaikan hasil investigasi terhadap 69 Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan yang dianggap memiliki jumlah harta tidak wajar akan diungkapkan pekan depan. “Ini sedang dilakukan investigasi lebih lanjut, nanti Pak Wamen dan Itjen akan melaporkan kepada publik setelah melapor kepada saya,” kata Sri Mulyani.

Menkeu menjelaskan, sudah satu minggu sejak pihaknya melakukan investigasi kepada 69 PNS Kementerian Keuangan yang tergolong dalam kategori risiko tinggi dan risiko menengah terlibat dalam transaksi janggal karena memiliki jumlah harta di atas kewajaran.

Diagnosis kepada 69 pegawai tersebut, lanjutnya, didapatkan setelah Kementerian Keuangan melakukan sejumlah identifikasi. Baik dari segi kecocokan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), laporan hasil audit, tingkah laku, hingga media sosial. “Informasi dari kami, 29 untuk risiko tinggi dan 68 pegawai yang risiko menengah. Sudah seminggu ini dipanggil dan memperdalam semua yang masuk ke risiko tinggi dan menengah. Risiko rendah bukannya tidak kita perhatikan tapi sekarang ini resource-nya sedang fokus kejar-kejaran dengan waktu,” ucapnya.

Kendati pihaknya menggunakan asas praduga tak bersalah kepada 69 pegawai tersebut, namun ia menegaskan bahwa pihaknya juga menggunakan asas kepatutan dan kepantasan.

“Saya sampaikan walaupun uang itu halal, kalau dianggap tidak patut oleh masyarakat bertindak seperti itu kami dari Kementerian Keuangan meminta seluruh jajaran Kementerian Keuangan untuk memperhatikan asas kepatutan dan kepantasan,” tegasnya.

Menko Polhukam Mahfud MD menuturkan bahwa pihaknya ingin penegakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak hanya dilakukan di Kemenkeu, tetapi juga di kementerian-kementerian lain.

Dia menyebut, pemerintah memiliki data terkait dengan dugaan TPPU tersebut. “Di kementerian lain, kami punya data banyak tentang ini (dugaan TPPU, Red),” kata Mahfud saat konferensi pers bersama Sri Mulyani.

Mahfud menegaskan, selama ini indikasi TPPU tersebut tidak banyak yang dilanjutkan kendati sudah terungkap pidana asalnya (predicate crime). “Ini urusan (tanggung jawab) aparat penegak hukum,” ujarnya.

Mahfud mencontohkan kasus dugaan TPPU yang ditengarai melibatkan salah seorang bendahara partai politik. Kasus itu sampai sekarang tidak dilanjutkan tanpa penjelasan dari aparat penegak hukum. “Untuk apa kita buat Undang-Undang TPPU kalau itu (kasus TPPU) tidak selesai,” tegas mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. (jpc/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan sanksi bagi para pegawainya yang bermasalah. Terutama terkait jumlah harta yang tidak wajar.

Pemberian hukuman kepada pegawai Kemenkeu yang melakukan pelanggaran dipastikan tetap sesuai aturan yang berlaku Aturan tersebut adalah Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

“Di sini hukuman-hukuman yang kita lakukan mengacu pada UU dan PP tersebut. Saya sampaikan kepada presiden dan pak Mahfud Md. Kalau kita tidak puas ada orang yang merasa ‘Menurut saya hukumannya harus lebih berat’. Namun hukuman terberat yang ada dalam PP tersebut adalah: pertama, penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan,” ujarnya.

Sanksi kedua, adalah pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan. Sanksi ketiga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

“Hukuman terberat yang ada dalam PP 94/2021. Kalau kita merasa hukuman itu tidak terlalu berat, saya sampaikan kepada pak Mahfud, pak Mahfud apakah dengan tingkat kesalahan yang ada, hukuman tersebut dianggap sesuai atau tidak? Tapi kami harus lakukan UU ASN dan peraturan mengenai pegawai negeri sipil,” jelasnya.

Kemenkeu juga telah berkomitmen menegakkan aturan dan sanksi tersebut. Hal itu tercermin dari pemecatan kepada Rafael Alun Trisambodo (RAT) baru-baru ini.

Pemecatan RAT dikarenakan ia terbukti melakukan pelanggaran disiplin berat sehingga konsekuensinya berupa pemecatan dan tidak mendapatkan uang pensiun.

964 Pegawai Diduga Lakukan Pencucian Uang

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menindaklanjuti 266 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Di antara 266 surat dari PPATK terkait dugaan harta tidak wajar di lingkup Kemenkeu sejak 2007 hingga 2023 tersebut, sebanyak 70 persen merupakan tindak lanjut atas permintaan Kemenkeu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan siap buka-bukaan data untuk membantu penegakan hukum dan instansinya akan bekerja sama dengan berbagai pihak. Mulai Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga pihak terkait lain.

Ani –sapaan Menkeu– menegaskan, dirinya akan terus berusaha menjaga integritas ASN Kemenkeu. Termasuk bersikap terbuka soal harta kekayaan para pejabat Kemenkeu yang belakangan ini sering disorot.”Jadi kalau kemarin Pak Mahfud memberikan impresi seolah-olah tidak ada tindak lanjut, kami ingin meluruskan sore hari ini,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, Sabtu (11/3).

Dia menyampaikan, di antara 266 surat dari PPATK terkait dugaan harta tidak wajar di lingkup kerjanya sejak 2007 hingga 2023 tersebut, sebanyak 70 persen merupakan tindak lanjut atas permintaan Kemenkeu. “Sebetulnya, 185 adalah permintaan dari kami. Jadi, kami yang meminta PPATK untuk menyampaikan informasi menyangkut data ASN di bawah Kementerian Keuangan,” ujarnya.

Dari ratusan surat tersebut, lanjut dia, sebanyak 964 pegawai diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Kemudian, 86 surat ditindaklanjuti dengan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) lantaran informasi dari PPATK belum cukup memadai. Lalu, telah dilakukan audit investigasi kepada 126 kasus. Rekomendasi hukuman diberikan kepada 352 pegawai dengan mengacu pada aturan tentang disiplin ASN.

Kemudian, ada beberapa surat yang tidak bisa ditindaklanjuti karena pegawainya telah pensiun, tidak ditemukan informasi lebih lanjut, atau tidak terkait dengan pegawai Kementerian Keuangan.

’’Ada 16 kasus yang kami limpahkan ke APH (aparat penegak hukum) karena Kementerian Keuangan bukan aparat penegak hukum,’’ urainya.

Melalui akun Instagram-nya, Sri Mulyani juga mengumumkan jumlah pengaduan yang diterima Itjen Kemenkeu melalui kanal whistleblowing system. Pada 2017, laporan yang masuk berjumlah 510 aduan. Dari jumlah itu, 66 pegawai terkena hukuman disiplin terkait fraud. Jika ditotal sampai 2022, terdapat 550 pegawai yang telah dijatuhi sanksi oleh Kemenkeu.

Mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun yang sebelumnya disebutkan oleh Mahfud MD, Sri Mulyani menegaskan bahwa dirinya belum mendapatkan informasi detail. “Rp300 triliun itu hitungannya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat,” tegasnya.

Dia menyampaikan bahwa isi surat yang telah disampaikan oleh PPATK hanya memuat daftar kasus dan tidak mencantumkan detail nominal. Karena itu, Sri Mulyani meminta PPATK menjelaskan secara lebih terperinci mengenai transaksi janggal yang dimaksud. “Semakin detail data yang didapatkan, akan semakin cepat kami melakukan pembersihan,” ujarnya.

Padahal, kata Menkeu, hingga pekan ini, pihaknya belum menerima informasi lebih detail terkait dugaan tersebut. Bahkan, soal kasus Rafael Alun Trisambodo yang saat ini sedang dikuliti Aparat Penegak Hukum (APH). Ada perbedaan fakta antara yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan data yang diterima Kemenkeu. Bahkan, secara transaksi yang diungkap saat ini kepada publik lebih besar angkanya dibandingkan dengan yang diterima Kemenkeu pada tahun 2019.

“Kasus ini (RAT) disampaikan oleh Pak Mahfud informasinya sudah disampaikan sejak 2013, tapi di kami PPATK menyampaikan informasi baru tahun 2019. Empat surat menyangkut saudara RAT, empat surat dari PPATK. Empat-empatnya menyangkut transaksi yang nilainya antara Rp 50 juta sampai Rp 150 juta kecil banget dibandingkan dengan sekarang yang terbuka kepada publik,” jelasnya.

Kendati demikian, Menkeu mengungkapkan bahwa saat ini semangat kerja sama antara Kemenkeu dan Mahfud MD akan terus dipererat. Hal ini sejalan dengan kepentingan yang sama antara keduanya. “Kepentingan kita sama, kepentingan untuk membangun Indonesia, membangun Kemenkeu, ditjen pajak dan ditjen bea cukai membersihkan dari mereka yang kotor dan koruptif,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Sri Mulyani juga menyampaikan hasil investigasi terhadap 69 Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan yang dianggap memiliki jumlah harta tidak wajar akan diungkapkan pekan depan. “Ini sedang dilakukan investigasi lebih lanjut, nanti Pak Wamen dan Itjen akan melaporkan kepada publik setelah melapor kepada saya,” kata Sri Mulyani.

Menkeu menjelaskan, sudah satu minggu sejak pihaknya melakukan investigasi kepada 69 PNS Kementerian Keuangan yang tergolong dalam kategori risiko tinggi dan risiko menengah terlibat dalam transaksi janggal karena memiliki jumlah harta di atas kewajaran.

Diagnosis kepada 69 pegawai tersebut, lanjutnya, didapatkan setelah Kementerian Keuangan melakukan sejumlah identifikasi. Baik dari segi kecocokan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), laporan hasil audit, tingkah laku, hingga media sosial. “Informasi dari kami, 29 untuk risiko tinggi dan 68 pegawai yang risiko menengah. Sudah seminggu ini dipanggil dan memperdalam semua yang masuk ke risiko tinggi dan menengah. Risiko rendah bukannya tidak kita perhatikan tapi sekarang ini resource-nya sedang fokus kejar-kejaran dengan waktu,” ucapnya.

Kendati pihaknya menggunakan asas praduga tak bersalah kepada 69 pegawai tersebut, namun ia menegaskan bahwa pihaknya juga menggunakan asas kepatutan dan kepantasan.

“Saya sampaikan walaupun uang itu halal, kalau dianggap tidak patut oleh masyarakat bertindak seperti itu kami dari Kementerian Keuangan meminta seluruh jajaran Kementerian Keuangan untuk memperhatikan asas kepatutan dan kepantasan,” tegasnya.

Menko Polhukam Mahfud MD menuturkan bahwa pihaknya ingin penegakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak hanya dilakukan di Kemenkeu, tetapi juga di kementerian-kementerian lain.

Dia menyebut, pemerintah memiliki data terkait dengan dugaan TPPU tersebut. “Di kementerian lain, kami punya data banyak tentang ini (dugaan TPPU, Red),” kata Mahfud saat konferensi pers bersama Sri Mulyani.

Mahfud menegaskan, selama ini indikasi TPPU tersebut tidak banyak yang dilanjutkan kendati sudah terungkap pidana asalnya (predicate crime). “Ini urusan (tanggung jawab) aparat penegak hukum,” ujarnya.

Mahfud mencontohkan kasus dugaan TPPU yang ditengarai melibatkan salah seorang bendahara partai politik. Kasus itu sampai sekarang tidak dilanjutkan tanpa penjelasan dari aparat penegak hukum. “Untuk apa kita buat Undang-Undang TPPU kalau itu (kasus TPPU) tidak selesai,” tegas mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. (jpc/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/