28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Kongkalikong Tercium di Pemkab Deliserdang

JAKARTA-Ada aroma kongkalikong tercium dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang terkait kasus rumah toko (ruko) di atas lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Kebun Helvetia. Selain Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tak sesuai, Pemkab terlihat membiarkan saja pembangunan ruko tersebut.

Seperti diberitakan koran ini, Kamis (11/4), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemkab Deliserdang adalah untuk pendirian pagar beton sepanjang 2,53 meter, tinggi 2,4 meter, di atas lahan 74 hektar. Tapi faktanya, malah dibangun ruko di lahan eks HGU PTPN II Kebun Helvetia Jalan Serbaguna, Ujung Pasar IV, Desa Helvetia, Labuhandeli. “Pemkab Deliserdang harus menyikat ruko itu. Harus dibongkar. Selain sudah jelas menyalahi IMB, polemik status lahan harus diklirkan dulu,” ujar anggota Komisi VI DPR, Nasril Bahar, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (12/4).

Anggota komisi yang membidangi BUMN itu menyatakan, jika Pemkab Deliserdang tidak segera membongkar ruko tersebut, maka indikasi adanya kongkalikong dalam kasus ini makin kuat. Kepolisian atau kejaksaan, kata politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu, bisa masuk mengusut kasus ini agar semuanya menjadi klir.

Komisi VI DPR, kata Nasril, juga akan melakukan pengusutan. Meski tidak spesifik mengusut kasus tersebut, namun masalah ini termasuk kasus yang bisa ditangani Panja yang akan dibentuk Komisi VI DPR, yang tugasnya menelisik aset-aset BUMN yang masih bermasalah atau masih dalam status sengketa. “Panja dibentuk usai reses,” ujarnya.

Kecurigaan mengenai adanya ketidakberesan dalam kasus ruko itu juga disampaikan Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen KPA), Iwan Nurdin.

Dia curiga ada kongkalikong antara Pemkab Deliserdang dengan pemilik ruko. Menurut Iwan, biasanya eks HGU PTPN merupakan lahan yang menurut Tata Ruang, merupakan area perkebunan, bukan area ruko.

Sementara, terkait dengan status lahannya sendiri, Iwan menilai sudah tidak ada masalah, sejauh memang sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung (MA), yang menyatakan lahan itu memang milik Tin Kurniati Rahayu, yang memberikan kuasa kepada Fahruddin Rifai dan Suhardi, saat proses bersengketa dengan PTPN II.

“Kalau pengadilan sudah menyatakan itu lahan punya seseorang, ya sudah tidak ada masalah. Masalahnya sekarang, pembangunan ruko itu menyalahi Tata Ruang tidak? Kalau menyalahi tapi dibiarkan, ada ada indikasi kongkalikong antara pemohon IMB dengan Pemkab. Apalagi IMB peruntukannya tidak sesuai permohonan, tapi ruko dibiarkan saja berdiri,” ujar Iwan.

Dikatakan, karena dalam sengketa lahan tersebut pihak PTPN II dinyatakan kalah oleh MA, maka sudah tidak perlu lagi bicara soal pelepasan lahan. “Pelepasan itu kan kalau itu lahannya PTPN II. Ini kan pengadilan sudah menyatakan, itu bukan lahan PTPN II. Jadi ya tidak perlu ada pelepasan lahan,” ujar Iwan.

Humas PTPN II Rahmuddin, seperti diberitakan koran ini (Kamis, 11/4), mengakui memang pernah bersengketa mengenai lahan itu dengan Tin Kurniati Rahayu dan diakui pula bahwa PTPN II kalah.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Fisik, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Deliserdang, Samsul, mengatakan berdasarkan Perda Tata Ruang dan Tata Wilayah Deliserdang Nomor 11 tahun 2011, bahwa beberapa lahan HGU PTPN II yang diperkirakan bakal berakhir izin HGU-nya diproyeksikan menjadi kawasan pemukiman, jasa serta bisnis. “Antisipasi bila berakhirnya atau tidak diperpanjang izin HGU-nya maka Perda nomor 11 itu telah menampungnya,” bilangnya.

Lanjutnya, secara umum perencanan tata ruang dan wilayah kewenangan Bappeda hanya memproyeksikan sebuah wilayah di dalam sebuah kawasan. Kemudian proyeksi itu akan ditingkatkan menjadi perencanaan tata ruang dan wilayah. Untuk lahan eks HGU PTPN 2 khususnya Kebun Helvetia Jalan Serbaguna Ujung Pasar IV Desa Helvetia Kecamatan Labuhan, telah menjadi kawasan pemukiman, jasa dan bisnis.

“Bekas eks HGU PTPN 2 untuk wilayah Helvetia direncanakan menjadi kawasan pemukiman, jasa dan bisnis,” bilang Samsul kembali.
Sebelumnnya, Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Deliserdang, Kalyna Sembiring didampingi Kepala Sub Bidang Pengukuran Edy Syahputra, pihaknya belum pernah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas lahan eks HGU PTPN 2 yang berada di Sumatera Utara.”Sebelum ada pelepasan kementrian BUMN, BPN tidak akan pernah menerbitkan SHM dibekas lahan eks HGU PTPN2,”tegasnya.

Namun, BPN Deliserdang, mengimbau agar pemerintah daerah, mulain tingkat Desa, Kecamatan dan Kepala Daerah hendaknya jangan pernah menerbitkan surat keterangan terkait pengusahan maupun kepemilikan.”Belum pernah terbit SHM dari HGU PTPN 2 yang berakhir tahun 2002,” tambah Kepala Sub Bidang Pengukuran Edy Syahputra.

Di sisi lain, Sumut dikenal rawan konflik terkait kasus tanah. Kepala Biro Operasional (Karo Ops) Polda Sumut, Kombes Pol Iwan Hari Sugiarto, Jumat (12/4) di Mapolda Sumut, menuturkan saat ini Sumut dihadapi dengan 183 kasus rawan akan konflik masyarakat, dimana masalah yang rawan konflik masyarakat, didominasi permasalah tanah yang mencapai 129 kasus yang harus segera diselesaikan. Sisanya 54 permasalah tentang sumber daya alam (SDA), ketidak kesimbangan kehidupan dan kejahatan atau tindakkan kriminal.

“Permasalah konflik di Sumut sebanyak 183 masalah, 129 masalah tanah, sisa permasalaha yang lain,”sebut Iwan.

Atas permasalah ini, Pemprovsu bekerja sama dengan Polda Sumut dan Kodam I/BB melakukan kordinasi untuk melakukan pencegahan dan mengantisipasi konflik masyarakat sewaktu bisa terjadi, kemudian konflik yang mengganggu keamanan dalam negeri.

“Makanya dalam hal ini, harus dilakukan kordinasi antara pemerintah TNI/Polri didalamnya untuk mencegah dan mengatasi permasalah ini,” tutur Iwan.
Iwan mengungkapkan untuk menyelesaikan masalah ini, baik permasalah tanah rakyat dan tanah milik negera, seluruh pihak terkait harus dilibatkan untuk menyelesaikan terutama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut dan BPN Kabupaten/Kota berserta Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumut.”Semua harus bisa menyelesaikan masalah tanah ini, dengan melibatkan BPN dan pemerintahan setempat,”ujar Iwan. (sam/btr/gus)

JAKARTA-Ada aroma kongkalikong tercium dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang terkait kasus rumah toko (ruko) di atas lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Kebun Helvetia. Selain Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tak sesuai, Pemkab terlihat membiarkan saja pembangunan ruko tersebut.

Seperti diberitakan koran ini, Kamis (11/4), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemkab Deliserdang adalah untuk pendirian pagar beton sepanjang 2,53 meter, tinggi 2,4 meter, di atas lahan 74 hektar. Tapi faktanya, malah dibangun ruko di lahan eks HGU PTPN II Kebun Helvetia Jalan Serbaguna, Ujung Pasar IV, Desa Helvetia, Labuhandeli. “Pemkab Deliserdang harus menyikat ruko itu. Harus dibongkar. Selain sudah jelas menyalahi IMB, polemik status lahan harus diklirkan dulu,” ujar anggota Komisi VI DPR, Nasril Bahar, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (12/4).

Anggota komisi yang membidangi BUMN itu menyatakan, jika Pemkab Deliserdang tidak segera membongkar ruko tersebut, maka indikasi adanya kongkalikong dalam kasus ini makin kuat. Kepolisian atau kejaksaan, kata politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu, bisa masuk mengusut kasus ini agar semuanya menjadi klir.

Komisi VI DPR, kata Nasril, juga akan melakukan pengusutan. Meski tidak spesifik mengusut kasus tersebut, namun masalah ini termasuk kasus yang bisa ditangani Panja yang akan dibentuk Komisi VI DPR, yang tugasnya menelisik aset-aset BUMN yang masih bermasalah atau masih dalam status sengketa. “Panja dibentuk usai reses,” ujarnya.

Kecurigaan mengenai adanya ketidakberesan dalam kasus ruko itu juga disampaikan Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen KPA), Iwan Nurdin.

Dia curiga ada kongkalikong antara Pemkab Deliserdang dengan pemilik ruko. Menurut Iwan, biasanya eks HGU PTPN merupakan lahan yang menurut Tata Ruang, merupakan area perkebunan, bukan area ruko.

Sementara, terkait dengan status lahannya sendiri, Iwan menilai sudah tidak ada masalah, sejauh memang sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung (MA), yang menyatakan lahan itu memang milik Tin Kurniati Rahayu, yang memberikan kuasa kepada Fahruddin Rifai dan Suhardi, saat proses bersengketa dengan PTPN II.

“Kalau pengadilan sudah menyatakan itu lahan punya seseorang, ya sudah tidak ada masalah. Masalahnya sekarang, pembangunan ruko itu menyalahi Tata Ruang tidak? Kalau menyalahi tapi dibiarkan, ada ada indikasi kongkalikong antara pemohon IMB dengan Pemkab. Apalagi IMB peruntukannya tidak sesuai permohonan, tapi ruko dibiarkan saja berdiri,” ujar Iwan.

Dikatakan, karena dalam sengketa lahan tersebut pihak PTPN II dinyatakan kalah oleh MA, maka sudah tidak perlu lagi bicara soal pelepasan lahan. “Pelepasan itu kan kalau itu lahannya PTPN II. Ini kan pengadilan sudah menyatakan, itu bukan lahan PTPN II. Jadi ya tidak perlu ada pelepasan lahan,” ujar Iwan.

Humas PTPN II Rahmuddin, seperti diberitakan koran ini (Kamis, 11/4), mengakui memang pernah bersengketa mengenai lahan itu dengan Tin Kurniati Rahayu dan diakui pula bahwa PTPN II kalah.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Fisik, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Deliserdang, Samsul, mengatakan berdasarkan Perda Tata Ruang dan Tata Wilayah Deliserdang Nomor 11 tahun 2011, bahwa beberapa lahan HGU PTPN II yang diperkirakan bakal berakhir izin HGU-nya diproyeksikan menjadi kawasan pemukiman, jasa serta bisnis. “Antisipasi bila berakhirnya atau tidak diperpanjang izin HGU-nya maka Perda nomor 11 itu telah menampungnya,” bilangnya.

Lanjutnya, secara umum perencanan tata ruang dan wilayah kewenangan Bappeda hanya memproyeksikan sebuah wilayah di dalam sebuah kawasan. Kemudian proyeksi itu akan ditingkatkan menjadi perencanaan tata ruang dan wilayah. Untuk lahan eks HGU PTPN 2 khususnya Kebun Helvetia Jalan Serbaguna Ujung Pasar IV Desa Helvetia Kecamatan Labuhan, telah menjadi kawasan pemukiman, jasa dan bisnis.

“Bekas eks HGU PTPN 2 untuk wilayah Helvetia direncanakan menjadi kawasan pemukiman, jasa dan bisnis,” bilang Samsul kembali.
Sebelumnnya, Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Deliserdang, Kalyna Sembiring didampingi Kepala Sub Bidang Pengukuran Edy Syahputra, pihaknya belum pernah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas lahan eks HGU PTPN 2 yang berada di Sumatera Utara.”Sebelum ada pelepasan kementrian BUMN, BPN tidak akan pernah menerbitkan SHM dibekas lahan eks HGU PTPN2,”tegasnya.

Namun, BPN Deliserdang, mengimbau agar pemerintah daerah, mulain tingkat Desa, Kecamatan dan Kepala Daerah hendaknya jangan pernah menerbitkan surat keterangan terkait pengusahan maupun kepemilikan.”Belum pernah terbit SHM dari HGU PTPN 2 yang berakhir tahun 2002,” tambah Kepala Sub Bidang Pengukuran Edy Syahputra.

Di sisi lain, Sumut dikenal rawan konflik terkait kasus tanah. Kepala Biro Operasional (Karo Ops) Polda Sumut, Kombes Pol Iwan Hari Sugiarto, Jumat (12/4) di Mapolda Sumut, menuturkan saat ini Sumut dihadapi dengan 183 kasus rawan akan konflik masyarakat, dimana masalah yang rawan konflik masyarakat, didominasi permasalah tanah yang mencapai 129 kasus yang harus segera diselesaikan. Sisanya 54 permasalah tentang sumber daya alam (SDA), ketidak kesimbangan kehidupan dan kejahatan atau tindakkan kriminal.

“Permasalah konflik di Sumut sebanyak 183 masalah, 129 masalah tanah, sisa permasalaha yang lain,”sebut Iwan.

Atas permasalah ini, Pemprovsu bekerja sama dengan Polda Sumut dan Kodam I/BB melakukan kordinasi untuk melakukan pencegahan dan mengantisipasi konflik masyarakat sewaktu bisa terjadi, kemudian konflik yang mengganggu keamanan dalam negeri.

“Makanya dalam hal ini, harus dilakukan kordinasi antara pemerintah TNI/Polri didalamnya untuk mencegah dan mengatasi permasalah ini,” tutur Iwan.
Iwan mengungkapkan untuk menyelesaikan masalah ini, baik permasalah tanah rakyat dan tanah milik negera, seluruh pihak terkait harus dilibatkan untuk menyelesaikan terutama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut dan BPN Kabupaten/Kota berserta Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumut.”Semua harus bisa menyelesaikan masalah tanah ini, dengan melibatkan BPN dan pemerintahan setempat,”ujar Iwan. (sam/btr/gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/