30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Uang Untuk Cak Imin Rp2 M

 Mudhari Kembali Mangkir dari KPK

JAKARTA-  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya harus bertindak tegas kepada Ali Mudhari. Sebab, pria yang disebut-sebut sebagai makelar kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) bersama Acoz, Fauzi dan Sindu Malik itu mangkir dari panggilan KPK. Padahal, kemarin dijadwalkan pemeriksaan terhadap empat saksi.

Keempat orang itu adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Masyarakat Transmigrasi Roosari Tyas Wardani, mantan Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Ali Mudhori serta dua pegawai negeri sipil di lingkungan Kemenakertrans Djoko Sidik Pramono dan Harry Heryawan Saleh.
Pemeriksaan tersebut dimulai pukul 09.00. Namun, hingga sore hari Ali Mudhori belum juga menampakkan batang hidungnya. Padahal, kemarin adalah kali kedua pria yang disebut-sebut sebagai asisten pribadi Menakertrans Muhaimin Iskandar itu dipanggil KPK. “Dijadwal ada, tapi tidak tahu dia datang atau tidak,” ujar juru bicara KPK Johan Budi.

Pemanggilan pertama dilakukan Jumat (9/9). Saat itu, dia juga tidak menghadiri panggilan institusi yang beralamat di Jalan HR Rasuna Said tersebut. KPK sendiri berencana untuk melakukan pemanggilan lagi terhadap Ali Mudhori, namun instansi tersebut harus lebih tegas supaya panggilannya tidak di acuhkan.

Kuasa hukum tersangka Dadong Irbarelawan, Syafri Noer, wajar jika Ali tahu banyak masalah itu karena dia adalah orang dekat Muhaimin. Begitu juga dengan tiga nama lainnya yakni Sindu Malik, Acos dan Fauzi. Bahkan, Syafri percaya diri menyebut keempatnya berkantor di lantai dua Gedung Direktorat Jendral Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans.

Fakta tersebut membuat Syafri tidak percaya begitu saja ketika disebutkan bahwa kedekatan empat sekawan dengan Menakertrans sudah berakhir. Sebab, kliennya mengaku dipanggil Sindu Malik ke ruangan di P2KT secara langsung. Meski demikian, selain informasi keempatnya adalah staf khusus Muhaimin, Syafri mengaku tidak tahu banyak tentang empat orang itu.  Itulah mengapa, lanjut Syafri, anggaran dari Kemenakertrans langsung diajukan ke Kementrian Keuangan. Itulah yang membuat Komisi IX DPR meradang karena anggaran tersebut diduga langsung disampaikan pada empat orang tersebut seperti pengajuan dan sebesar Rp 500 miliar untuk Kemenakertrans.

Dia juga kembali menjelaskan jika uang Rp1,5 miliar di kardus durian yang diamankan KPK bakal diserahkan ke Fauzi. Setelah itu, kabarnya baru diserahkan kepada Muhaimin Iskandar sebagai uang Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Menakertrans.

Nah, rencana tersebut ternyata tidak berjalan mulus. Versi Syafri, Fauzi batal datang untuk mengambil uang tersebut. Jadinya, kliennya (Dadong, red) dan I Nyoman Suisnaya bingung. Setelah itu, disepakati jika uang tersebut mereka pegang terlebih dahulu. “Bukan buat mereka, kalau seperti itu, kenapa diambil di kantor,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan jika sebenarnya yang akan diserahkan untuk THR adalah Rp 2 miliar. Uang Rp 1,5 miliar yang selama tertangkap oleh KPK dikatanya masih sebagian. Itulah kenapa KPK kembali menyita uang Rp 500 juta dari rekening Dharnawati. (dim/jpnn)

 Mudhari Kembali Mangkir dari KPK

JAKARTA-  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya harus bertindak tegas kepada Ali Mudhari. Sebab, pria yang disebut-sebut sebagai makelar kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) bersama Acoz, Fauzi dan Sindu Malik itu mangkir dari panggilan KPK. Padahal, kemarin dijadwalkan pemeriksaan terhadap empat saksi.

Keempat orang itu adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Masyarakat Transmigrasi Roosari Tyas Wardani, mantan Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Ali Mudhori serta dua pegawai negeri sipil di lingkungan Kemenakertrans Djoko Sidik Pramono dan Harry Heryawan Saleh.
Pemeriksaan tersebut dimulai pukul 09.00. Namun, hingga sore hari Ali Mudhori belum juga menampakkan batang hidungnya. Padahal, kemarin adalah kali kedua pria yang disebut-sebut sebagai asisten pribadi Menakertrans Muhaimin Iskandar itu dipanggil KPK. “Dijadwal ada, tapi tidak tahu dia datang atau tidak,” ujar juru bicara KPK Johan Budi.

Pemanggilan pertama dilakukan Jumat (9/9). Saat itu, dia juga tidak menghadiri panggilan institusi yang beralamat di Jalan HR Rasuna Said tersebut. KPK sendiri berencana untuk melakukan pemanggilan lagi terhadap Ali Mudhori, namun instansi tersebut harus lebih tegas supaya panggilannya tidak di acuhkan.

Kuasa hukum tersangka Dadong Irbarelawan, Syafri Noer, wajar jika Ali tahu banyak masalah itu karena dia adalah orang dekat Muhaimin. Begitu juga dengan tiga nama lainnya yakni Sindu Malik, Acos dan Fauzi. Bahkan, Syafri percaya diri menyebut keempatnya berkantor di lantai dua Gedung Direktorat Jendral Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans.

Fakta tersebut membuat Syafri tidak percaya begitu saja ketika disebutkan bahwa kedekatan empat sekawan dengan Menakertrans sudah berakhir. Sebab, kliennya mengaku dipanggil Sindu Malik ke ruangan di P2KT secara langsung. Meski demikian, selain informasi keempatnya adalah staf khusus Muhaimin, Syafri mengaku tidak tahu banyak tentang empat orang itu.  Itulah mengapa, lanjut Syafri, anggaran dari Kemenakertrans langsung diajukan ke Kementrian Keuangan. Itulah yang membuat Komisi IX DPR meradang karena anggaran tersebut diduga langsung disampaikan pada empat orang tersebut seperti pengajuan dan sebesar Rp 500 miliar untuk Kemenakertrans.

Dia juga kembali menjelaskan jika uang Rp1,5 miliar di kardus durian yang diamankan KPK bakal diserahkan ke Fauzi. Setelah itu, kabarnya baru diserahkan kepada Muhaimin Iskandar sebagai uang Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Menakertrans.

Nah, rencana tersebut ternyata tidak berjalan mulus. Versi Syafri, Fauzi batal datang untuk mengambil uang tersebut. Jadinya, kliennya (Dadong, red) dan I Nyoman Suisnaya bingung. Setelah itu, disepakati jika uang tersebut mereka pegang terlebih dahulu. “Bukan buat mereka, kalau seperti itu, kenapa diambil di kantor,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan jika sebenarnya yang akan diserahkan untuk THR adalah Rp 2 miliar. Uang Rp 1,5 miliar yang selama tertangkap oleh KPK dikatanya masih sebagian. Itulah kenapa KPK kembali menyita uang Rp 500 juta dari rekening Dharnawati. (dim/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/